WARNING!!!
Cerita ini tidak bermaksud menyinggung atau pun menghina pihak lain.Ini hanya cerita fiksi dimana bila ada kesamaan tokoh, alur, tempat, dan hal lain yang dirasa mengganggu itu hanya sebuah rekayasa agar memperkuat cerita.
Jika ada yang tersinggung ataupun terganggu dengan cerita ini saya sebagai author tidak bertanggung jawab.
:V HAPPY READING GUYS :3
.
.
.
.
.* Aku hanya mengigit bibir bagian bawah ku ketika Jungseok meraih dagu ku. Memaksa ku untuk mendongkak. Dengan wajah yang setengah gelap, ia berkata, "Lalu, bagaimana takdir mu itu? Seperti apa orang itu?"*
_SIAPA ORANG ITU?_
Author POV~
Hyejung terpaku seketika seperti tersengat listrik tegangan seribu volt. Gadis muda itu harus bisa berpikir cepat ketika Jungseok sudah mulai menuntut. "Dia... dia..." Hyejung terdengar mengulang-ulang saja. Jungseok berdecak kesal. Sifat kurang sabarannya muncul.
"Aku tahu ini sulit. Sangat sulit bukan? Coba, aku hanya ingin tahu Hyejungie. Setelah itu terserah pada mu." Pemuda itu mencoba menenangkan Hyejung yang terlihat tidak baik-baik saja. Setelah itu tatapannya jatuh pada tangan dan tubuh Hyejung yang mengigil gemetar. Lantas Hyejung mengikuti arah pandang Jungseok yang menatap lurus kearah tangannya yang saling membekap. Udara memang terasa sangat dingin. Sangat dingin ditambah cuaca mulai memburuk. "Kau tidak ingin masuk atau apa?"
Hyejung menautkan alisnya. Udara dingin membekukan kedua orang itu. Pipi Hyejung memerah karena kedinginan. Walau gadis itu sama sekali tidak pernah merasa kedinginan. Tubuhnya gemetar karena refleks bukan suatu yang menunjukkan kondisi fisik. Wajahnya memerah karena seluruh tubuhnya bergejolak takut. Meski mendapat julukan sebagai orang tidak tahu takut, tidak menutup kemungkinan bahwa Hyejung juga memiliki rasa takut. Ia bisa saja merasa sangat takut ketika seseorang yang dekat dengannya mendesaknya. Mengerti tidak? Hyejung percaya bahwa orang yang dekat dan bersimpati dengannya telah memberikan separuh kepercayaan mereka padanya. Sungguh keterlaluan sekali jika ia terus membohongi mereka. Hyejung walau disebut orang terpintar di dunia (jika dia mau mengumbarnya), juga tidak menutup kemungkinan ia akan menjadi bingung dan dungu ketika terdesak oleh orang yang sama. Hyejung akhirnya menghela napas, disusul erangan bersalah Jungseok. "Ku ulangi, kau tidak mau masuk? Mengobrol di ruangan mu mungkin?" Tawar Jungseok dengan nada agak malas.
Hyejung melirik Jungseok dalam. "Tidak mau," tolak Hyejung mentah-mentah. Itu sama sekali tidak membantu dan gadis ini juga tidak menyukai udara pengap dalam ruangannya.
"Kalau di departemen store milik mu? Di salah satu cafe-nya?" Ia tidak menyerah untuk membujuk Hyejung yang keras kepala.
"Tidak terima kasih!" Kali ini ditolak secara halus namun tetap sarat akan nada datar. Hyejung nampak mengelus-elus kedua tangannya secara bergantian. "Dan aku tidak kedinginan." Setelah berucap seperti itu ia menyilang tangannya bersedekap di dada. Mengelus-elus dengan lembut didaerah lengannya. Jungseok menaikan satu alisnya bingung. Ia memang sudah tahu tabiat Hyejung yang sangat keras kepala.
"Apartemen bagaimana?"
"Apartemen?" Hyejung mengalihkan etensinya yang dari tadi hanya menatap gerakan tangannya yang spontan. "Tidak. Terlalu tertutup."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorrow About Day (SAD) On Going
General FictionHanya cerita dimana seorang gadis yang selalu menangis dan menyadari antara pahitnya hidup dan penderitaan yang dialami. menjadi orang yang terlihat lemah dan harus belajar dari setiap kesedihan dan kepedihan. Hingga Tersakiti. Disakiti. Menyakiti...