(Chapter 4) Alasan

41 22 3
                                    

_ALASAN_

Aku yakin telinga ku salah mendengar. Tapi, aku bukan manusia biasa. Aku sudah tahu dari awal bahwa pria albino dihadapan ku ini pasti menyangkal semua opini (yang ku anggap benar) asal yang selalu ku ucapkan disetiap kesedihan ku. Dia seperti mengerti apa yang ku rasakan. Dramatis, memang. Ia selalu bertindak anarkis hanya untuk 'melindungi' ku. Walau aku tidak yakin akan bisa menutup semua perasaan membuncah ini. Bukan perasaan menghargai seperti biasanya, melainkan perasaan meremehkan pertama dari ku untuknya.

Jungseok sepertinya tau aku hanya menatapnya bingung ketika ia berucap demikian. Hanya berkata "um?" Dengan tanda tanya sebagai ekspresi bingung yang tidak bisa digambarkan dengan gamblang oleh wajah ku.

Tangannya yang penuh kehangatan menyentuh tulang pipi ku. Kali ini terasa dingin, mungkin karena hujan lebat ini. Pipinya memerah begitu pula dengan pipi ku. Tak jauh berbeda dengan tomat. Tersenyum kikuk dan menatap ku canggung. Ragu, aku menggerakan tangan ku untuk menyentuh punggung tangannya yang dingin. Dingin sekali. Lebih dingin dari pada telapak tangannya yang masih menjamah pipi ku. "Kau tau..." dia membuat jeda saat tangan ku memaksa tangannya untuk turun. Tapi, kini berubah menjadi menggenggam tangan ku dengan erat.

Tunjukkan apa itu kasih sayang~
Melindungi mu dengan segenap pernyataan tak benar.

Tangannya menghangat. Begitu juga dengan tatapannya. Mata yang bagaikan lelehan coklat itu kini benar-benar meleleh. Ia seperti memberi ku harapan. Tapi, aku lebih suka kejujuran yang pahit daripada kebohongan yang manis. "Semua orang hanya akan melupakan mu jika kau hanya diam. Mereka tidak pernah melihat Hyejung yang sebenarnya," ujarnya sambil mengusak wajahnya gusar. Aku? Tentu saja bingung arah pembicaraan ini. Aku tidak lupa bahwa kami sedang membahas para karyawan perusahaan ku yang kurang ajar.

"Itu percuma bukan? Aku tak yakin omongan mu akan secepat gosip yang meledak diantara mereka." Aku menghela napas panjang. Setelah itu menatap menerawang kearah hujan musim semi yang terlihat indah ini. Lalu berkata pesimis,"Aku tidak yakin jika mereka akan benar-benar mendengarkan ku sementara gosip telah menulikan pendengaran mereka."

Jungseok tersenyum penuh arti. Sedikit menunduk mensejajarkan tingginya dengan ku. Mengusap bahu ku penuh keraguan yang tidak berarti. "Mereka terlanjur percaya karena kau tidak mau bertindak, kau malah membuka peluang bagi para penggosip, memuat berita palsu tentang mu. Aku benar bukan?"

Aku tidak tau harus menangguk atau tidak. Aku hanya mengaruk tengkuk ku yang meremang. Terdiam sejenak. Membiarkan beberapa timing yang pas untuk berbicara hilang. Aku tidak ada pilihan lain selain menangguk samar. "Ya... mungkin aku memang harus bertindak," kata ku pasrah.

Ia tersenyum lebar. Membuat dirinya menawan dihadapan ku. "Nah begitu, kau itu 'kan orang yang senang bertindak dan tidak banyak bicara," selorohnya yang memang sesuai fakta. "Aku baru kali ini melihat secara langsung Hyejung yang lemah, bagaimana kau membiarkan sesuatu yang menentang mu. Biasanya kau selalu bertindak dengan 'kekuatan' mu. Walau memang tidak sesederhana itu." Ia mengusap gusar wajahnya ketika salah mengaitkan kekuatan ku dengan kata yang hampir terucap salah. 'SEMUDAH MENJELENTIKAN JARI'. Tapi pemuda dihadapan ku ini tahu bahwa konsekuensinya tidaklah mudah namun dapat dihindari. Dan mengganti kata itu cepat sebelum terucap, dengan kalimat 'WALAU TIDAK SESEDERHANA ITU'. Aku cukup kagum dengan segala pemikirannya. Dia tidak asal jika situasinya memang tidak memungkinkan untuk bicara semaunya. Tidak seperti ku yang kalau sudah marah sampai ke ubun-ubun, omongan ku sudah tidak bisa di filter lagi. Mungkin juga kalau masih mempunyai kesabaran aku bisa mencetuskan kata-kata ku kelewatan santai, walau itu berupa sindirian yang menusuk tajam.

"Hahaha." Aku tidak tau suara ini disebut apa tawa dengan nada kelewatan datar. Jungseok pun sampai mengerinyitkan dahinya. Tertawa dengan wajah datar tanpa senyum sedikit pun begitu terlihat benar-benar aneh. Hanya mengemakan kata tawa saja dengan aksen datar yang kentara.

Sorrow About Day (SAD) On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang