Bab 3

141 11 10
                                    

Enjoy

"Lo harus nemenin gue beli kado!" Kata Riley.

"Hah?! Beli kado?? Buat siapa??" Tanya Mia.

"Buat temen gue." Jawab Riley santai.

Mia mengernyitkan dahinya heran," Terus kenapa harus sama gue? Kan lo bisa sendiri."

Riley tersenyum," Itu dia masalahnya. Dia itu cewek, dan gue gak tau kesukaan cewek kayak gimana."

Mia berpura-pura untuk tetap tenang,"Dia pacar lo?"

"Iya, tebakan lo bener." Jawab Riley sambil tersenyum lebar.

Mia menyunggingkan sebuah senyuman palsu,"Wah, selamat ya! Kok lo gak bilang-bilang sih?? Pajak jadiannya mana?"

"Iya, habis gue gak enak nyeritain ke lo. Lo kan jomblo entar ngiri." Riley tertawa.

Perlahan senyum itu memutar dari wajah Mia. Hatinya begitu sakit hingga rasanya terlalu sulit untuk berpura-pura ikut senang di kala itu. Air mata Mia hampir mengalir dari pelupuk matanya seandainya Mia tidak menahannya.

"Maaf, Riley. Gue gak bisa nemenin lo kayaknya." Kata Mia.

"Gue gak kuat ngeliat lo begitu bahagia pas ngomongin dia. Gue gak tahan untuk memilih hadiah buat dia sedangkan gue butuh pelampiasan emosi saat ini." Gumam Mia dalam hati.

Riley melihat perubahan raut wajah Mia," Lo kenapa? Pusing? Sakit? Kok wajah lo kayak nahan sakit gitu?"

"Iya, gue pusing sedikit." Ujar Mia berbohong.

"Iya, hati gue sakit." Jawab hati nurani Mia.

Riley tampak khawatir mendengar jawaban Mia,"Yaudah, lo pulang aja. Biar gue beli sendiri hadiahnya. Jangan lupa minum obat sama istirahat yang cukup! Gue gak mau liat lo sakit."

"Iya." Jawab Mia pendek.

Mia berjalan lunglai menuju rumahnya. Lalu, membanting pintu kamarnya dan merebahkan tubuhnya di ranjangnya menenggelamkan wajahnya di bantal dan menangis terisak-isak.

"Riley, kenapa lo begitu peduli sama gue? Kenapa gak lo cuekin aja gue, biar gue benci sama lo. Kenapa lo buat gue makin cinta sama lo, tapi lo gak bisa bales perasaan gue??" Gumam Mia sambil memukul-mukul bantalnya dengan brutal.

Seprai dan bantalnya jatuh dari ranjang dan berserakan di lantai. Mia masih menangis sambil menendang-nendang bantal hingga semua bantal itu jatuh ke lantai.

Setelah puas menangis, Mia membereskan kamarnya yang berantakan karena ulahnya sendiri dan bercermin. Kedua matanya sangat bengkak karena terlalu banyak menangis, namun hal itu tidak juga membuat sakit hatinya terobati.

Keesokan harinya. . .

Paginya, tak seperti biasa Mia menumpang Riley untuk mengantarnya ke sekolah. Pagi ini, Mia lebih memilih berdesak-desakan di angkatan umum dibanding Naik mobil bersama Riley.

Saat matahari baru mengintip dari balik awan dan langit masih setengah gelap, Mia sudah berangkat sekolah.

•••••°°•••••

Di rumah Riley. . .

Pukul 06.00

Riley terbangun karena suara deringan jam bekernya yang begitu memekakkan telinga. Semenjak kejadian Mia meneriaki Riley, Riley memasang jam beker di kamarnya demi mencegah hal itu. Lebih baik tidurnya diganggu oleh suara beker dibanding teriakan Mia yang menulikan telinga.

Riley masuk ke kamar mandi dan menyikat giginya dan Mandi. Kemudian dia memakai baju seragamnya. Setelah itu, Riley keluar dari kamar menuju ruang makan. Disana Tante Sella, Ibu Riley sedang mengoleskan selai untuk sarapan anaknya.

"Ma, Mia mana? Biasanya dia yang bangunin aku." Tanya Riley.

Tante Sella melihat ke arah jam dinding," Bener juga ya. Biasanya jam segini Mia udah dateng. Coba kamu telepon dia! Siapa tau dia sakit jadi gak masuk sekolah."

Riley mengingatmu kejadian semalam dimana raut wajah Mia seperti menahan kesakitan.

"Apa dia sakit?" Pikir Riley.

Riley menelpon HP Mia, namun tidak diangkat. Riley berlari menuju rumah Mia dan bertanya kepada Tante Lia, Ibu Mia. Tante Lia mengatakan bahwa Mia sudah pergi sejak 20 menit lalu dengan angkutan umum.

"Mia kan benci angkot? Dia bilang dia bisa sesak napas jika naik itu, tapi kenapa sekarang dia malah naik angkot? Kenapa dia sepagi itu sekolah? Dulu, bahkan saat ujian akhir sekalipun Mia tidak pernah berangkat sepagi itu." Gumam Riley di dalam hati.

Riley mengambil kunci mobilnya dan segera berangkat ke sekolah. Setelah sampai di sekolah, Riley segera menghampiri kelas Mia. Riley menemukan Mia yang sedang duduk di bangkunya dengan tatapan kosong. Mia melamun tanpa memperdulikan sekelilingnya.

Riley menghampiri Mia dan menepuk bahu gadis itu,"Mia! Mia!"

Mia menengok ke arah Riley sesaat,"Please, kali ini aja jangan ganggu gue! Gue butuh waktu sendiri."

Riley menatap Mia," Mia, kalo ada masalah lo bisa cerita sama gue. Dari dulu kan kita kayak gitu. Kenapa sekarang lo berubah?"

Mia tersenyum kecut," Sayangnya masalah gue ini adalah masalah yang gak akan bisa diceritain ke lo."

"Kenapa?" Tanya Riley tidak terima.

"Karena emang gak bisa, Riley!" Kata Mia setengah berteriak.

"Karena lo gak akan bisa membalas perasaan gue, itu masalahnya." Bisik Mia pilu dalam hati.

Riley menatap Mia dengan tatapan tidak percaya,"Fine, lo gak mau ceritain masalah lo ke gue. Mungkin lo gak nganggep gue sahabat lagi."

"Emang." Balas Mia. "Gue nganggep lo cowok gue karena gue jatuh cinta sama lo." Lanjut Mia tanpa suara.

Riley berbalik meninggalkan kelas Mia dengan langkah cepat. Mia tersenyum sedih,"Mungkin ini yang terbaik."

Tes tes
Air mata Mia mengalir deras di kedua pipinya.

"Kita hanya sebatas friendzone dan gak akan lebih dari itu."

Hmm author mo minta pendapat nih. Menurut kalian BFZ ini diudahin aja atau dilanjutin lagi.

Comment yaahh

Thx for reading.

"BEST FRIEND" ZONE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang