Angkasa mengetuk-ngetukkan penanya pelan pada permukaan meja. Mata almond-nya tertutup rapat dengan kepala yang bersandar pada punggung kursi kerja miliknya. Kepalanya serasa bersemut, ada banyak spekulasi yang muncul untuk kemungkinan-kemungkinan yang ia tuliskan sebagai penyebab kematian korbannya.
Ia pusing karena tidak dapat menuliskan dugaannya begitu saja. Sementara tersangka masih dalam penyidikan, ia pun harus tetap melakukan autopsi untuk membantu proses investigasi.
Lelah dengan semuanya, Angkasa berharap ia dapat mengambil cuti barang satu sampai dua hari untuk mendamaikan pikirannya. Memorinya berputar pada beberapa jam sebelumnya, di saat ia melakukan simulasi kecil.
Kemungkinan yang hampir seratus persen dipercayai oleh Angkasa adalah sebuah momen di mana korban beradu mulut dengan tersangka dan terjadi serangan fisik ringan yang berakibatkan kematian.
Dari simulasi yang ia lakukan hantaman benda tumpul tidak akan menyebabkan retak yang menjorok ke dalam. Sedangkan keretakan yang terjadi pada korbannya adalah retak meluas yang menjorok ke dalam. Satu-satunya kemungkinan terdekat adalah tersangka mendorong korban hingga terjatuh dan kepalanya jatuh menghantam ujung benda tumpul. Ujung lengan kursi yang terbuat dari kayu misalnya.
Belum lagi pembusukan yang dialami korban sangat mempersulit investigasinya. Ingat, pembusukan adalah musuh terbesar ahli forensik.
Angkasa membuka kelopak matanya pelan, mencoba kembali pada kehidupan nyata. Ia sudah cukup lelah hari ini dan ingin beranjak menjatuhkan diri ke kasur empuknya. Setidaknya itu niat yang telah ditanamkan di hatinya sebelum sosok Arawinda menampakkan diri di hadapannya.
Arawinda mencondongkan tubuhnya pada Angkasa yang baru saja membuka mata dan membuat laki-laki itu terkejut setengah mati. Refleks Angkasa mendorong tubuhnya ke belakang karena terkejut, menabrakkan punggungnya pada punggung kursi.
Kursi kerja dengan tiga roda itu pun bergoyang tidak seimbang ke arah belakang mengikuti tubuh Angkasa. Laki-laki itu jatuh terjungkal ke belakang sesaat setelah ia mencoba meraih uluran tangan dari Arawinda.
"Bodoh! Aku mana bisa dipegang," ujar Arawinda setelah mendapati tangannya yang tidak dapat diraih oleh Angkasa.
Arawinda berpindah posisi berjongkok di samping Angkasa yang sudah mendudukkan dirinya dengan wajah ditekuk marah. Tangannya mengusap-usap bagian kepala dan punggungnya bergantian, mencoba menghilangkan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat benturan pada ubin tadi.
"Kamu ... benar-benar bikin jantung saya enggak sehat, Nda!" ujar Angkasa dengan emosi yang tertahan. Hampir saja ia memekik pada Arawinda, kalau saja dirinya tiba-tiba lupa pukul berapa sekarang.
Sementara Arawinda yang menyebabkan jatuhnya Angkasa hanya menampakkan cengiran tidak bersalahnya.
Angkasa menangkap sosok yang tidak dikenalinya, berdiri tidak jauh dari posisi Arawinda sebelumnya. Seorang laki-laki yang tidak ia kenali, entah siapa kali ini yang dibawa oleh perempuan itu ke tempat tinggalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Visum et Repertum
Ficción General[🥇 1st winner of The Goosebumps Love from WattpadRomanceID] [MEDICAL CONTENT] KIM DOYOUNG, JUNG JAEHYUN "Saya bisa lihat kamu, Arawinda." - Angkasa. Menjadi seseorang yang bisa melihat makhluk lain itu emang luar biasa. Lebih luar biasa lagi kalau...