MahaDeva 4

27 3 3
                                    



(Ini bukan kali pertama aku merasakan patah hati tapi rasanya lebih sakit daripada aku melihatmu di pelaminan dengannya, apa ini pertanda kalau hubungan kita tidak ada harapan lagi) Maha menarik napasnya dalam-dalam.

Seminggu sejak pertemuan Maha dengan Deva, sikap Deva sedikit berubah. Komunikasi pun tak seintens biasanya. Maha mencoba menghubungi Deva lewat sms

"aku mau pindah kost". Tulis Maha

"hati-hati jangan kecapean" balas Deva.

Terlihat raut wajah Maha yang kecewa, "dia tak lagi sehangat dulu, sudah mulai melupakan aku" ujar Maha menitikan air mata.

Waktu Deva perlahan tersita untuk mengurusi Melati yang mengalami ngidam parah, di trimester pertama ia harus keluar masuk rumah sakit untuk opname karena Melati mengalami 'Hiperemesis gravidarum' yaitu mual dan muntah di masa kehamilan dengan frekuensi serta gejala yang jauh lebih parah daripada morning sickness.

Maha membereskan semua bajunya. Tiba-tiba Yuri datang "Kamu mau kemana??" Tanya Yuri kaget.

"aku harus pindah kost, kebetulan kamarku habis akhir bulan ini, dan ibu kost gak mau memperpanjang katanya ponakannya mau tinggal disini"

"Koq kedengarannya mendadak betul?" Tanya Yuri.

"Ga mendadak juga sih, akunya aja yang lupa terus kasih tahu kamu, hehe.. Maaf ya, abis sekarang kita jarang ketemu" ucap Maha.

"Gimana mau ketemu.. Weekday kuliah sambil kerja weekend pagi-pagi kamu sudah berangkat terus pulang malam" jawab Yuri senyum simpul.

"Terus kenapa gak pindah nanti aja pas akhir bulan?" Tambah Yuri.

"Minggu ini aku lagi santai jadi kenapa ngga aku pindahan sekarang" jawab Maha tersenyum.

Satu bulan berlalu, Maha menyibukan diri dengan kuliahnya dan fokus untuk menghadapi ujian akhir yang sebentar lagi berlangsung. Keadaan mengharuskan Deva untuk lebih perhatian terhadap Melati. Tanpa sadar Deva mulai tersentuh, Kondisi Melati yang terlihat lemah dengan wajah pucatnya mulai membuat sedikit kekhawatiran bagi Deva.

Ada perasaan tak tega kalau harus membiarkan Melati sendirian melalui masa kehamilannya. Setiap hari Deva dengan telaten menyuapi Melati, agar Melati mau makan meskipun sesuap. Bahkan dalam seminggu Deva ke kantor hanya masuk sehari demi menjaga Melati. Deva tersadar kalau akhir-akhir ini komunikasi dengan Maha tak selancar sebelumanya, dia pun menelpon Maha.

"Ya.." Ucap Maha.

"Maafkan aku.. aku berharap kamu mengerti keadaanku" ucap Deva

"Kalau aku harus mengerti kamu, lalu yang ngertiin aku siapa?" Tanya Maha datar.

"Saat ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara pada Melati" ucap Deva.

"Kalau begitu kamu tak perlu lagi membebani dirimu dengan janji itu, aku akan melupakannya" ucap Maha.

"Maha.. aku harus gimana lagi biar kamu ngerti kondisi aku sekarang?" Deva meminta pengertian Maha.

"aku harus masuk kelas, ga bisa bicara lebih lama" Maha menutup telfonnya. Deva terdiam, terlihat wajahnya penuh dengan kebingungan.

Ujian akhir samaester pun berakhir, tak sia-sia perjuangan Maha, deretan huruf dengan predikat sangat memuaskan dia dapatkan dengan susah payah. Maha membaca setiap pengumuman yang terpampang di sebuah papan pengumuman kampusnya.

"Nilaimu sangat memuaskan.. Tapi kenapa reaksi wajahmu datar begitu?" Yuri berdiri tepat di sebelah Maha.

"Yaa.. Terbayar semua kerja kerasku" Maha berdecak pelan.

Mahadeva 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang