#1 Bertemu dengan Bencana

226K 9.9K 259
                                    

"Selamat pagi, Ibu!" sapa sebuah suara yang mengagetkanku. Rupanya ada seorang ibu berusia sekitar 30 tahunan dengan anak balita berusia 4 tahun yang menyapaku. Aku langsung membalasnya dengan ramah.

"Eh, selamat pagi juga, Bu!" balasku pelan. Dia langsung melanjutkan langkah kakinya dan meninggalkanku yang sedang berjalan sendiri.

"Selamat pagi Ibu Airlangga?" sapa beberapa orang ibu-ibu sambil menatapku. Hah? Ibu Airlangga? Ya ampun, dimana ingatanku. Aku lupa kalau aku ini sudah menjadi ibu-ibu.

"Iya, selamat pagi Ibu-ibu," balasku kaget sambil duduk di sebelah mereka. Anehnya mereka langsung menatapku aneh. Kenapa pula ini? Batinku.

"Dek, jangan duduk di situ!" tegur Mbak Yusa pelan sambil mencolekku. Aku menoleh dan berdiri, lalu berjalan mengikuti langkahnya.

"Memangnya kenapa, Mbak?" tanyaku bingung. Wajah Mbak Yusa juga makin aneh.

"Izin dulu, Dek. Perasaan saya sudah kasih petunjuk deh!" selorohnya pelan. Astaga, lupa lagi. Bodoh sekali rasanya aku ini.

"Izin Mbak. Memangnya kenapa ya kalau saya duduk dengan ibu-ibu itu?" ujarku polos.

"Dek, kita ini istri perwira. Jaga wibawa dong menyesuaikan suami. Kalau tidak kenal tidak usah duduk terlalu dekat dengan anggota. Jelas?" tekannya tegas padaku. Aku hanya mengangguk lemas. Salah lagi di hari pertama kegiatan persit. Huft.

Memangnya masih zaman ya 'kasta terselubung' macam begitu? Masih ada ya ternyata orang yang mengutamakan pangkat suami seperti Mbak Yusa? Di tahun 2017 ini! Oh My Lord...Oke fine. Oke Abel, mungkin mbak Yusa memang sedikit beda dengan yang lain. Dia memang beda dengan Mbak Rahman yang membumi dan rendah hati. Padahal mbak Rahman adalah yang paling senior di antara kami.

Dunia persit alias persatuan istri prajurit memang baru untuk perempuan sepertiku. Walau kakekku seorang pejuang di zaman dahulu dan nenekku adalah sesepuhnya persit, aku masih saja merasa awam. Aku makin awam saat mama mendampingi papa yang seorang marinir Angkatan Laut dan mama menjadi ibu Jalasenastri. Makin asinglah aku pada yang namanya Persit. Padahal Jalasenastri dan Persit kegiatannya tak jauh berbeda. Saat ini juga aku ingin menyesali kebodohan dan keapatisanku.

Memangnya siapa pula yang mau jadi seperti ini? Sejak kecil aku tak pernah mimpi apalagi sampai bercita-cita jadi seperti mereka. Aku sama sekali tak suka dengan tentara dan dunianya. Menurutku, tentara itu hanya banyak gaya karena berseragam. Aku tak suka pada lelaki kaku model tentara. Tapi, lagi-lagi omongan memakan diriku sendiri. Ya ya ya, semua memang berubah semenjak 2 bulan terakhir ini. Hiks...kalau teringat itu, aku hanya ingin menangis gulung-gulung.
---

"Sstt, tuh pak danton keren lewat!" bisik beberapa ibu yang cukup muda dari arah barisan belakangku. Pagi ini, memang acara senam rutin hari jumat.

"Eh iya, wah sayang ya udah punya istri. Padahal mau kukenalkan pada..." potong ibu yang lain.

"Iya, mendadak nikah gitu deh. Bapak itu kan ramah banget sama orang asrama sini," timpal ibu satunya.

"Eh jangan-jangan dia nikah karena..."

"Ibu-ibu tolong jangan gosip sendiri. Ayo mulai senamnya!" tegur mbak Yusa tegas. Aku tersentak dan melihat ke arahnya. Mbak Yusa sudah memandangiku sinis. Mungkin dia kesal karena aku cuek pada ibu-ibu gosip itu.

Siapa pula sih yang digosipin ibu-ibu di belakangku ini? Seru amat gosipin bapak-bapak, batinku sambil menelisik ke arah yang sempat menarik perhatian ibu-ibu itu. Tiba-tiba mulutku melongo melihat dua orang tentara bertubuh tinggi yang sedang memakai training Eka Paksi. Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahiim, ucapku berulang dalam hati. Aku mengenal salah satu dari mereka. Mereka kan Pak Danyon dan...Erlan. Jder! Rasanya ada petir yang menyambar di atas kepalaku.

Stuck in Love (Completed) Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang