Kisah yang Tersimpan

242 43 7
                                    

Melalui takdir, Tuhan ingin menguji hambanya.

Tidak, Tuhan tidak kejam. Tuhan tidak pula sedang mempermainkanmu.

Ia hanya ingin tahu seberapa kuat hambanya mampu bertahan di arena yang telah ia ciptakan dengan nama kehidupan.

Bagi ia yang tangguh, ia akan menerima hadiah yang disebut kebahagiaan.

Dan bagi mereka yang kalah, akan mendapatkan hukuman yang disebut kesengsaraan.

***

Matahari sudah hampir tenggelam saat Johnny dan keluarganya tiba di rumah Om Rudi dan Tante Vera. Keduanya menyambut kedatangan keluarga Johnny dengan ramah dan penuh suka cita. Bahkan mereka sudah menyiapkan segalanya. Mulai dari jamuan makan malam hingga kamar yang akan Johnny singgahi selama kurang lebih dua tahun berada di sini.

Jhonny membantu Pak Darma untuk menurunkan kopernya dari bagasi. Badannya pegal-pegal semua karena perjalanan yang memakan waktu hampir sepuluh jam. Ia bahkan mampu mendengar bunyi tulangnya sendiri saat ia meregangkannya. Hanya satu yang ia butuhkan saat ini. Tidur.

Namun nampaknya keinginan Johnny tersebut harus tertunda beberapa saat karena kini ia sedang berada di ruang makan untuk menikmati jamuan makan malam.

"Gimana kabarmu, mas? Lama di LA kok ya ndak ada kabar sama sekali." Om Rudi tertawa ringan, seakan menggoda saudaranya yang lama tak pernah berkunjung.

"Ya masih gini aja, gak berubah. Ijek ajeg wong jowo (masih tetap orang Jawa)" keduanya kemudian tertawa ringan.

"Sampeyan (kamu) lama di LA kok ya masih medhok aja to ngomongnya" tante Vera menimpali ucapan ayah Johnny.

"Halah, lama di LA juga makannya masih nasi aja." Mama Johnny ikut berbicara "malah kadang cuma makan nasi sama tahu kecap. Soalnya kangen pengen pulang." Ruang makan tersebut kembali riuh dengan tawa dari keempatnya. Namun, ada dua orang yang nampaknya tidak ikut tertawa, hanya sesekali tersenyum kecil sebagai tanda kesopanan atas jokes yang dilemparkan kedua orang tuanya. Yaitu Johnny dan seorang gadis yang kini duduk tepat didepannya.

"Mah, cewek itu siapa?" bisik Johnny yang tepat duduk disamping mamanya.

"Oh, itu Kiranti, anaknya Om Rudi."

"Bukannya Om Rudi sama tante Vera belum punya anak ya? Kenapa mendadak punya anak?"

"Anak angkat." Johnny hanya mengangguk.

"Oiya! Johnny pasti belum kenal to sama Kinanti. Kenalin, ini anak Om, namanya Kinanti. Dia semester empat. Kuliah di Undip juga sama kayak Johnny."

Johnny hanya tersenyum dan mengangkat tangan kanannya "hai" ujarnya "gue, eh maksdunya, aku Johnny." Kinanti tersenyum memandang Johnny.

"Kinanti." Ujarnya singkat. Suranya yang halus hampir tidak terdengar oleh Johnny jika suasana ruang makan tidak sedang hening.

"Nak Johnny kalo belum biasa pake aku-kamu, pake lo-gue juga gak apa-apa kok. Kiranti juga paham" ujar Tante Vera.

"Eh? Iya tante hehe."

Selepas makan malam, Johnny mulai sedikit memberesi kamar barunya, dibantu dengan mamanya tentu saja. Badannya rasanya seperti remuk padahal ia hanya duduk diam di mobil.

"Nah, mama sama papa bakal nginep disini semalam." Ujar mamanya saat selesai memasukkan baju Johnny kedalam lemari "mama gak mau kamu bikin ulah disini ya, John." Johnny hanya diam mendengarkan mamanya berwanti-wanti "kamu disini 'kan gak lama, paling lama juga dua tahun, itu juga kalo skripsi sama sidang kamu gak molor."

DéstinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang