Kau Telah Menjadi Milikku

198 19 0
                                    

Igna melongo sebentar mendengar permintaan Daffa. Benarkah yang ia dengar barusan? Atau kupingnya mungkin sedang bermasalah hanya karena ia sedang merasa lovey dovey?

"Dek?" Igna bagai terhipnotis pesona Daffa sampai tak sadar jarinya masih saja menggesek satu area sedari tadi.

Refleks, Igna meraih wajah Daffa dan kembali melabuhkan cumbuan ke bibir manis Daffa yang tak pernah membosankan untuk dicium dan terus dicium.

"Urrmchh... adek... mmchh... kepingin...? Mrcchh..." Memakai instingnya, Igna memasukkan dua jarinya ke dalam liang keramat Daffa. Perlahan. Amat perlahan. Namun, karena jari itu sudah berlumur sabun, tentu saja bisa menyusup masuk dengan mudahnya.

#Jeleebb...

Lihat, sangat pelan, kan? Itupun Igna tak berani menggerakkan jari itu, takut Daffa kesakitan. Ia sudah siap, andai Daffa mengaduh, maka ia akan lekas cabut jarinya dari situ dan meminta maaf dengan sungguhsungguh ke kekasihnya.

Ia sendiri masih buta mengenai hubungan badan sesama pria. Rencananya, ia bakal googling usai mandi ini, namun ternyata Daffa sudah meminta duluan, dan Igna pun mulai terpancing kembali hasratnya.

Ternyata Daffa gak teriak, apalagi sampai protes. Cowok itu cuma diam sambil hentikan cumbuan keduanya dan tatap Igna dengan bibir bawah tergigit.

Daffa gak kesakitan, ia kuat kok, soalnya Igna gak bakal nyakitin dirinya. Itu yang Daffa fikirkan sekarang. Kekasihnya gak mungkin bikin dirinya teriak kesakitan karena yang Daffa tahu, Igna itu sosok amat lembut.

Perlahan, tanpa menyuruh Igna mencabut jari dari lubang perjakanya, Daffa mengubah posisi menghadap Igna, menatap pria tersebut lamat-lamat.

''G-Gakpapa kok... mas. Daffa... Daffa kuat kalau semisal sakit,'' ungkapnya, mendongak, menaruh dua tangan di masing-masing pundak Igna.

Ia coba yakinkan Igna agar tak cemas, kemudian merasa bersalah dengan tunjukkan tampang seriusnya. Namun nyatanya malah kelihatan lucu dengan bibir tergigit, belum lagi tatapan mata cokelat besar tersebut amat serius seolah sedang menghadapi musuh mematikan.

Jujur aja, Daffa emang gak tahu rasanya kayak apa karena gak pernah nyoba. Tapi suatu kali kadang kala dirinya juga penasaran meski tetap gak berani nyoba sendiri karena belum pengalaman. Bahkan edukasi soal sex straight saja ia baru belajar mengetahuinya di umur kini.

Daffa agak gerakan sedikit kakinya ke samping agar bagian selatan di belakang bisa leluasa jari Igna jamah. Itu spontan menurut feelingnya. Sepolosnya Daffa, intuisinya kadang memandu cowok unyu tersebut untuk melakukan sesuatu secara benar.

Si manis imut pun turunkan dua tangannya hingga hinggap di pinggang Igna, memeluk bagian sana seraya tempelkan tubuh keduanya.

Cowok manis itu berjinjit perlahan, mengecupi bibir Igna berkali-kali agar kekasihnya tak merasa jika salah dalam berbuat. Daffa gak suka kalau Igna sudah merasa bersalah gitu, Daffa kan kuat! Ia gak selemah itu, kok!

''Mas... mau di kamar aja?'' tawarnya, natap Igna. Kalau di kamar mandi rasanya takut juga bakal ketahuan.  ''Da-Daffa pengennya di kasur, lebih enak dan empuk,'' ungkapnya polos sambil taruh dahi di dada bidang Igna, sembunyikan rautnya sekarang. ''Terus... bisa leluasa,'' tandasnya pelan.

Igna mana mungkin sih nolak kemauan si unyu? Apalagi sudah dipertontonkan muka amat sangat 'mengundang' begitu? Pastilah dia cuma manggut-manggut saja mengiyakan.

"Tapi bilas dulu, ya dek," bisik Igna, lalu dilanjut dengan acara membilas tubuh kekasihnya dan juga tubuhnya sendiri. Selesai itu, ia menghanduki badan Daffa yang basah agar tidak masuk angin kalau nanti bakal lama di atas kasur tanpa sehelai kain pun.

Let Me Be Yours (Igna-Daffa story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang