Jejak Cinta Sang Mualaf :- Bagian 3

167 5 0
                                    


Bab III

Rona Senja di Rotterdam


DEG!.... DEG!

Mimpi lagi! Mimpi...! hanya Mimpi!

Aku tersentak bangun ketika pukul menunjukkan jam 11:08 malam. Sungguh hening malam yang menemaniku menjadi sedikit mengerikan. Aku berlebihan lagi. Kubuka tirai jendela kamar perlahan, hamparan pemandangan yang terlihat adalah area sepanjang kanal Herengracht. Aku termanggu oleh area kanal yang tenang tak beriak, ini akan menjadi pusat pasar bunga terapung sepertinya melihat betapa strategis lokasinya. Suhu dingin AC seakan tak mampu menghapus keringatku yang tetap mengalir deras.

Aku berencana mengunjungi tempat-tempat bernuansa islam, mesipun begitu aku tetap menyempatkan diri kegereja saat menginjakkan kaki ke tanah negeri kincir angin ini. Kembali kemasa silam penuh luka yang terus menghantuiku belakangan ini. Aku menuju dapur untuk memanaskan susu, sepertinya aku tidak akan bisa tidur sampai pagi menjelang. Kuputuskan untuk membaca buku yang sempat kubawa dari Seoul.

***

Ting..tong!

Suara bel menyentakku, entah kapan aku tertidur di ruang baca ini perlahan aku menuju intercom untuk ntuk melihat siapa yang datang. Sepertinya guide dan room boy. Oh iya ini waktunya sarapan. Kubuka perlahan pintu.

"Goede Morgen, nona Anne." Sapa guide

"Ya." Senyumku ramah, room boy masuk mengantar sarapan dan bergegas pergi setelah aku mengucapkan terimakasih.

"Perjalanan keliling amsterdaam akan start jam 09:00 nanti nona, apakah anda akan ikut?" tanya guide lagi.

"Het spijt me, aku akan pergi sendiri, aku cukup mengenal daerah sekitar sini." Ujarku.

"Baiklah, semoga hari anda menyenangkan." sambil tersenym ia menjawab.

"Bedank voor Uw vrienddeliejkhed." Ujarku tersenyum.

Aku menikmati sarapan pagiku dengan khidmat. Menu sarapan pagi hanya sandwich isi tuna dan sereal gandum, dengan cocktail buah. Aku merasa ini cocok untuk lidah Asiaku. Berbicara tentang makanan membuatku teringat pengalaman pertama ketika menginjakkan kaki di Amsterdam. Kami berburu kuliner dan uniknya dinegara ini hati-hati jika ingin masuk kecafe ataupun restoran, harap perhatikan lambang yang ada didepan restoran. Jika dipintu atau jendela cafe tedapat gambar jamur besar artinya cafe tersebut menjual ganja (legal di Amsterdam), jika terdapat assesoris bendera garis horizontal warna pelangi maka cafe itu tempat kaum gay.

Mengingat semua memori yang terkubur itu ternyata cukup menghibur. Maraknya dunia LGBT membuatku khawatir dengan kondisi umat manusia saat ini. Bukankah di Alkitab dijelaskan "Tuhan tidak menganjurkan para pengikutnya untuk menyeujui semua gaya hidup. Sebaliknya, ia mengajarkan bahwa jalan keselamatan terbuka bagi setiap orang yang memperlihatkan iman akan dia" (Yohanes 3:16), memperlihatkan iman akan Tuhan adalah tunduk kaidah moral yang melarang jenis prilaku tertentu termasuk LGBT.

Meskipun aku bukan penganut kristen yang taat, aku mengetahui hal-hal yang dilarang sesuai kaidah Alkitab. Bahkan umat muslim juga tidak membenarkan prilaku menyimpang ini, seperti sejarah kaum sodom nabi Luth a.s dan Allah berfirman dalam surah Al-Hijr ayat 74 yang berbunyi "Maka kami jadikan bagian atas kota terbalik kebawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras."

***

Hangat sinar mentari masuk melalui celah jendela ketika aku bersiap-siap keluar untuk mengelilingi jejak-jejak wisata. Dengan coat tebal dan syal yang melingkup tubuhku. Angin musim semi yang menyapa ketika aku keluar dari hotel sedikit tajam dengan hawa dingin, sepertinya akan musim dingin sebentar lagi. Sesampai di The Liendebergh pusat segala jenis tour terbesar di Damrak straat, segera menuju bus tujuan, dari amsterdam ke rotterdam menempuh waktu satu jam.

JEJAK CINTA SANG MUALAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang