PENYELAMAT HIDUP

4.3K 219 9
                                    

"kak.. Kak Araa" aku tersadar dari lamunanku, melihat Icha menggoyang-goyangkan tubuhku dan semua orang menatapku heran.

Aku menyeka air mataku dengan tangan kananku lalu menghampiri Drian.

Aku hanya diam mematung di hadapannya, semakin ku menatapnya air mataku semakin mengalir, aku tidak tau apa yang terjadi pada diriku saat ini.

Sesuatu di dadaku terasa sakit, telah lama menahan rindu dan bertemu saat semua menjadi keruh.

"bisakah kamu berhenti menangis sekarang? Aku telah berada di hadapanmu.. haruskah aku memelukmu?" sejak kapan ucapan Drian terdengar begitu indah dan hangat di telingaku? Dan membuat bibirku membisu seketika, aku hanya bisa menggeleng.

Tangisku semakin jadi saat tangannya menyentuh puncak kepalaku. "kau merindukanku?" aku mengangguk tak tahan lagi berbohong dengan diriku sendiri.

"Araa.. kenalin dong temennya" ucap Ibu yang menyadarkanku bahwa kami sedang menjadi tontonan saat ini.

"maaf sebelumnya saya bertamu malam-malam begini dan mengganggu acara keluarga sepertinya,, tapi saya tidak bisa menunda lagi,, Bapak.. Ibu.. saya ingin menikahi Humairaa" seketika semua melongo kea rah Drian.

.

.

.

.

Setelah incident ruang makan tadi Ayah menyuruh Drian untuk ikut makan malam bersama, makan malam menjadi hikmat dan tenang. Tak ada satu suarapun keluar, seperti takut menyakiti hati yang lain.

Kini Aku,Drian,Icha dan Wawan berada di halaman belakang rumahku. Aku dan Drian duduk di dekat kolam renang yang berada di paling pojok halaman belakang. Sedangkan Icha dan Wawan sedang duduk di ayunan dekat taman kecil yang berada di tengah halaman. Dan mungkin saja para orang tua sedang bingung di ruang tamu dalam sana.

"kenapa kamu menangis?"

"kenapa kamu tidak memberi kabar?"

"kamu tidak bertanya"

"kenapa? Biasanya kamu memberi kabar meskipun aku tidak bertanya?"

"aku ingin kamu merindukanku"

".."

"kenapa? Apa kamu sudah merindukaku?"

Aku mengangguk.

"kamu sudah memikirkan tempatku dihidupmu?"

Aku kembali mengangguk.

Drian mengerutkan kening dan menyunggingkan bibirnya sebelah. "kemana perginya Humairaa yang selalu berdebat denganku? Kenapa sekarang hanya ada Humairaa cengeng yang hanya bisa mengangguk?" lagi-lagi ucapannya membuatku kesal.

Aku mengalihkan pandanganku memunggunginya.

"apa kau marah denganku Nona?" Drian menyentuh pundakku, aku tak menghiraukannya, mengapa aku merasa seperti anak ABG ngambek gini ya, ah bodo amat.

Aku kaget saat ada sesuatu yang terikat di leherku, aku menyadari Drian memakaikanku kalung. Secepat kilat aku berbalik kearahnya.

"wahh.. ternyata kalung ini memang sangat berguna"

"kamu menyogokku dengan kalung ini?"

"tentu tidak Humairaa,, aku ingin memberimu sesuatu yang indah seperti namamu"

Aku melihat kalung yang terlilit di leherku yang panjangnya sampai kedadaku dan bertuliskan "Humairaa"

"aku mencintaimu,, aku merasakannya.. jatuh cinta"

Humairaa [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang