4. Brownies

5.9K 647 110
                                    

Sudah tiga bulan ini Valerie terlihat lebih hidup. Ia menjadi banyak tersenyum dan tertawa semenjak tinggal bersama Rafka dan ibunya. Ia benar-benar bahagia karena mendapatkan apa yang selama ini tak ia rasakan.

Lihatlah, saat ini Valerie sedang serius memeriksa bahan-bahan yang sudah ia siapkan di atas meja. "Telur, ok." Sambil mengangguk-anggukan kepalanya, Valerie memberi tanda pada catatan yang sedang ia pegang. "Bubuk Cokelat, minyak." Satu persatu bahan yang ada di catatan ia tandai. Senyum mengembang di wajah gadis itu saat mulai memecahkan telur dan menampungnya ke dalam wadah untuk mengocok telur itu.

"Kau sangat serius, Nak." Valerie menoleh cepat ketika mendengar suara Bu Anis.

Valerie menggaruk-garuk alisnya karena merasa malu. "Serius saja, brownies ini belum tentu jadi, Ma," ucapnya, sambil terkekeh pelan.

"Membuat brownies tidak sesulit itu, Nak. Pemula pun bisa membuatnya." Bu Anis berjalan mendekati Valerie dan mengambil catatan yang ada di tangan gadis itu. "Ikuti saja petunjuk di catatan ini, kau akan berhasil membuatnya. Tapi, jika kau belum terlalu yakin, kau buat saja yang kecil, telurnya cukup empat buah." Valerie mengangguk-angguk saat mendengarkan ucapan Bu Anis.

"Iya, Mama benar. Aku buat yang kecil saja, seandainya aku gagal membuatnya, aku tidak akan rugi terlalu banyak." Bu Anis tertawa pelan saat melihat cengiran Valerie. "Mama sudah mau berangkat?" tanya Valerie, saat menyadari Bu Anis sudah rapi.

"Iya, Mama berangkat sekarang. Tidak apa-apa kan Mama tinggal sendiri?" Bu Anis menjawab sekaligus bertanya pada Valerie. Yang langsung ditanggapi dengan anggukan oleh Valerie.

"Tenang saja, Ma. Rumah kalian cukup aman, jadi aku tidak takut ditinggal sendiri," jawab Valerie, sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Jangan bicara seperti itu, ini rumahmu juga." Tangan Bu Anis bergerak untuk mengusap lengan Valerie. "Terima kasih kau bersedia membantu Rafka, Nak." Bu Anis benar-benar tulus mengucapkan terima kasih pada Valerie, itu terlihat dari tatapan mata sendunya yang mulai berkaca-kaca.

"Hei, kenapa Mama menangis? Nanti tidak cantik lagi, bukankah Mama akan pergi ke pesta. Jadi, jangan menangis." Valerie balas mengusap lengan Bu Anis.

"Mama benar-benar senang kau ada di sini, Nak. Mama merasa Meta benar-benar kembali." Meskipun setetes air mata jatuh di wajah Bu Anis, namun bibirnya yang terpoles lipstik berwarna merah itu tertarik membentuk senyuman tulus.

"Kalau Mama benar-benar senang, Mama jangan menangis lagi." Valerie mengusap air mata di pipi Bu Anis.

"Iya, Mama berhenti menangis," sahut Bu Anis. Bu Anis menggenggam telapak tangan Valerie yang tadi mengusap air matanya. "Mama pergi sekarang." Bu Anis kembali mengusap lengan Valerie sebelum akhirnya meninggalkan Valerie sendiri di dapur.

Valerie mengedikkan bahunya sekilas, lalu kembali fokus pada bahan-bahan untuk membuat brownies. Ia melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat terhenti. "Tadi telurnya sudah berapa?" Ia melihat wadah untuk melihat sudah berapa telur yang ia pecahkan di wadah itu. Setelah memecahkan empat buah telur ke dalam wadah itu, Valerie memasukkan gula pasir dan menghidupkan mixer. Ia bersenandung pelan sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Namun, tiba-tiba senandungan pelannya berubah menjadi jeritan karena ada sepasang tangan tiba-tiba memeluk perutnya yang nampak sedikit menonjol.

"Sedang membuat apa, Cantik?" Suara merdu itu membuat Valerie menghembuskan napasnya pelan.

"Mas Afka!" Valerie mencubit pelan punggung tangan Rafka yang memeluk perutnya. "Kalau aku pingsan karena terkejut bagaimana?" Valerie mengomel, namun nada bahagia tidak bisa ditutupi dari caranya berucap.

"Kalau kau pingsan, Mas cukup menciummu, dijamin kau pasti langsung membuka mata," sahut Rafka dengan nada menggoda. Tangannya yang tadi memeluk erat perut buncit Valerie, kini mengusap lembut perut itu.

Epiphany (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang