Haris masih terpaku di tempatnya saat mobil Zian mulai melaju. Ia mengambil kartu nama yang tadi Zian selipkan ke dalam kantong jasnya. Embusan napas berat keluar dari celah bibirnya saat mengingat kejadian beberapa menit lalu. Kemudian dengan gerakan lemah, ia membuka pintu mobil, dan melajukan mobil itu.
Sementara itu di lain tempat Zian masih mengeraskan rahangnya. Kedua tangannya pun menggenggam kemudi mobil dengan sangat erat. Hal itu ia lakukan untuk menyalurkan emosinya. Tidak, mobil itu sedang tidak melaju. Zian tidak ingin mengambil risiko, mengemudi saat emosi memuncak dapat menyebabkan kecelakaan. Karena itulah Zian menghentikan mobilnya di bawah pohon besar yang ada di pinggir jalanan sepi.
Baiklah kita kembali pada emosi Zian yang sedang memuncak. Iya, emosi pria terlewat tampan itu memuncak karena Valerie tidak menghadiri sidang perceraian mereka. Sedangkan tujuan utama Zian memasukkan surat gugatan cerai Valerie ke pengadilan agama agar ia bisa bertemu dengan istrinya itu.
"Apa yang kau pikirkan hingga tidak menghadiri sidang pertama ini? Kau pun mengutus pengacaramu." Zian melepaskan genggamannya pada kemudi mobil, lalu beralih memijat pangkal hidungnya dengan ibu jari dan telunjuknya. Ia pun menghempaskan kepalanya pada sandaran jok mobil dan memejamkan matanya. Hampir tiga puluh menit Zian tetap seperti itu. Pria itu bukan tidur, ia hanya memikirkan cara agar bisa menemukan Valerie.
Selama tiga bulan ini, Zian bukan tidak mencari keberadaan Valerie. Ia membayar beberapa orang untuk mencari keberadaan istrinya itu. Bahkan ada yang ia bayar untuk selalu mengawasi rumah lama orangtua Valerie di Bekasi. Namun, hingga detik ini belum ada kabar baik yang ia terima.
Ketidaksengajaan Zian melihat Valerie di resepsi pernikahan Dio dan Anin beberapa waktu lalu semakin menguatkan tekad Zian untuk segera menemukan istrinya itu. Ketika mengingat ada surat gugatan cerai yang sudah Valerie tanda tangani, ia segera memasukkan surat gugatan itu ke pengadilan agama. Zian berharap bisa bertemu Valerie saat sidang perceraian dilaksanakan. Namun apa daya, harapan tinggal harapan. Sidang perceraian pun tak mampu membawa Valerie ke hadapannya.
Getaran ponsel yang ada di saku celananya menarik Zian dari lamunannya. Ia mengambil ponsel itu, dan melihat nama ibunya terpampang di layar ponselnya. Tanpa pikir panjang, Zian menerima telepon itu. "Iya, Ma."
"Hari ini sidang perceraianmu." Itu bukan pertanyaan, tetapi pernyataan dari Nyonya Derrel. Zian mengembuskan napas kasar mendengar pernyataan ibunya itu.
"Aku ke rumah sekarang." Sekali lagi Zian mengembuskan napas kasar saat ibunya memutuskan sambungan telepon tanpa menyahuti ucapannya. Zian tahu jika ibunya itu marah. Ralat, sangat marah padanya karena ia memilih bercerai dengan menantu kesayangan ibunya itu.
Zian melajukan mobilnya ke rumah kedua orangtuanya. Perjalanan ke sana tidak memakan waktu lama karena memang tempat Zian menghentikan mobilnya tadi tidak jauh dari kediaman kedua orangtuanya itu. Dalam waktu sepuluh menit, Zian sudah memasuki rumah mewah yang ia tempati dari kecil hingga ia menikah.
"Mama di mana, Bi?" tanya Zian pada salah satu pelayan yang kebetulan lewat di hadapannya.
"Nyonya sedang minum teh di taman, Den." Setelah tahu keberadaan ibunya, Zian segera melangkahkan kakinya ke taman yang ada di bagian samping rumah mewah keluarganya.
Taman di kediaman keluarga Derrel bukan hanya ditanami dengan berbagai jenis bunga. Taman itu juga ditanami dengan beberapa pohon. Di tengah-tengah taman terdapat gazebo beratap biru. Sofa cantik yang bagian bawah dan sandarannya terbuat dari anyaman rotan menjadi pelengkapnya. Nyonya Derrel sedang duduk di sofa cantik itu. Wanita setengah baya itu nampak serius membaca majalah fashion milik Elsinta. Teh melati kesukaan Nyonya Derrel beserta kue kering mengisi meja yang ada di hadapannya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Epiphany (Sudah Terbit)
Любовные романыCerita sudah terbit dan bisa dipesan ke no 081335232375 Bagi Aralyn Valerie, Elzian Derrel adalah dunianya. Menjadi istri dan memiliki anak bersama Zian adalah salah satu dari daftar mimpinya yang teratas. Cintanya begitu besar. Namun, bagi Zian, di...