Say "good bye"

3 2 0
                                    

"Selamat malam Nura" dia mengangguk, lalu berlalu kekamarnya.

Tubuhku sudah sangat lelah, hari ini hari yang panjang untukku. Selamat malam dunia dan selamat tinggal Ricky. Besok adalah lembaran baru untuk kita.
***
"Eve, tuan Rick ada di bawah" jangan tanya responku, aku hanya berdecak lalu mengikuti Emma kebawah.

Saat aku menuruni tangga, dia memandangku sepanjang langkahku.

"Pergilah Emma, aku ingin bicara" Emma pasti mengerti, karena bukan pergi kedapur dia malah mengambil kunci mobil dilemari lalu pergi keluar.

"Kerja yang bagus" itu kalimat yang pertama ia ucapkan setelah beberapa hari tak bertemu dan setelah dia secara tidak langsung melecehkan harga diriku dikantornya.

"Tugasku selesai" dia mengangguk dan menghampiriku yang belum sempat duduk. Mendorongku tertidur di kursi dan menindihku, membungkamku.

Dia mengangkat kepalanya yang sempat menjelajahi tubuhku. Matanya berkilat.

"Ucapan perpisahan"aku tahu apa yang dia maksud. aku bisa apa? Aku hanya mengangguk. Dia menggendongku menuju kamar yang sering kami tempati. Semuanya terjadi begitu saja, aku tidak ingin melepaskannya kalau boleh. Sayangnya tidak boleh.

Yang bisa kulakukan hanya berpura-pura kelelahan dan tertidur. Kurasakan dia bangkit dan meletakkan kepalaku yang berada dipelukannya, mengecup keningku begitu lama.

'Apa kau mencintaiku Rick?'

"Kau harus hidup bahagia, kau tidak boleh terlibat lagi. Biar aku saja yang melanjutkannya" setetes air mata tak mampu kutahan, aku tidak sanggup berpura-pura lagi. Aku menariknya kedalam pelukanku, dia tidak terkejut yang berarti dia tahu aku berpura-pura.

"Aku harus pergi"

"Tidak tidak tidak, kau tidak boleh pergi" tangisan ini menggangguku.

Dia tidak menjawabku, dia mengecup keningku lagi lalu beranjak melepaskan pelukanku, memunguti pakaiannya dan memakainya dengan cepat.

Aku tidak bisa menahannya, dia pergi. Dia tehenti dipintu, berbalik menatapku 'selamat tinggal' ucapan tanpa suara khas dirinya.
***
Sebulan berlalu...
Seharusnya aku bahagia bisa hidup normal, tapi itu berarti aku harus melepaskan Ricky.

"Lihatlah" baru saja aku bangun, aku sudah disuguhi koran. Hanya berita biasa. Kecuali dihalaman kedua, seorang pria ditemukan tak bernyawa di halaman belakang kantornya sendiri. Bodoh!

"Dimana dia?" Aku harus menghukumnya.

"Apa yang akan kau lakukan?" Dia bertanya seolah tidak mengerti apa yang akan aku lakukan padanya.

"Panggil dia keruanganku" dia diam saja. "Atau kau ingin menggantikannya Em?" Dia menggeleng cepat lalu pergi dari kamarku.
***
Plaakkk

"Kau pikir aku akan memaafkanmu? Kau sudah sangat mengenal cambuk ini, sepertinya kau tidak takut lagi hingga membuat kesalahan fatal" keringatnya sudah membasahi sebagian pakaiannya, ini belum cukup. Dia membuatku muak.

"Tangis saja tidak cukup" bentakku, bisa-bisanya dia. Tangisnya semakin deras dan satu cambukan lagi untuknya.

Plaakkk

"Kurasa sudah cukup hari ini, keluarlah sebelum aku berubah pikiran" dia bangkit sedikit tertatih, menunduk lalu keluar.

Aku sudah cukup dipenuhi emosi hari ini.
***
Siang ini aku harus bertemu Lucky, aku masih kesal padanya tapi bagaimana lagi, aku butuh bantuannya.

"Nura antarkan aku ketempat Lucky" Dia bergegas dengan riangnya ketika mendengar nama Lucky.

"Kau sangat bahagia akan bertemu pangeranmu" godaku. Dia sama seperti wanita lainnya kalau soal lelaki, ada semburat merah di pipinya.

Sebagai sesama wanita aku mengerti, aku segera masuk kedalam mobil mempercepat perjalanan agar Nura segera bertemu kekasihnya. Ya, Lucky bersedia menjadi kekasih Nura, bahkan Lucky sendiri yang meminta Nura jadi kekasihnya.

Dalam 10 menit saja aku sudah sampai, Nura benar-benar sangat bersemangat. Kami langsung naik ke lantai 3 dimana apartemen Lucky berada.

Sampai...
Kami saling bertatapan didepan pintu, saling menyeringai lalu...

Brakkk brakkk brakkk

JUST HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang