Wanita berkacamata

4 1 0
                                    

Tangis Evelyn tak terbendung lagi saat melihat ibunya hanya terbaring.

Dia ibu yang baik, aku menyesal tidak pernah bisa menyapanya, sudah beberapa bulan ini aku tak  bertemu dengannya, aku hanya mengambil hasil pemeriksaannya 2 bulan lalu pada dokter suruhan Evelyn dirumah sakit yang juga sudah ditentukan Evelyn.

Aku rasa ada yang janggal dengan kematian ibu Evelyn, dia sering memeriksakan dirinya karena penyakit paru-parunya, bukab jantunya. Menurut hasil pemeriksaan 2 bulan yang lalu pun jantungnya dinyatakan sehat.

"Ibu...ibu..."hanya itu yang keluar dari mulutnya, andai saja ibunya mau memaafkannya.

Maafkan aku untuk hal ini aku tak mampu membantumu Eve. Sepertinya aku harus mencari udara segar.

Aku berbalik dan berjalan menuju pintu keluar, dan aku menemukan jawaban dari seluruh pertanyaanku.

Seringaiannya khasnya, aku mengenalinya walaupun dirinya memakai kacamata hitam, dia menyeringai padaku.

Aku harus membereskannya.

Aku sedikit menyeretnya keluar.
"Hi, Nura Pratama, ah sebenarnya aku benci harus memanggil nama yang terlalu panjang andai aku bisa menyebutmu dengan Nura saja" dia masih pura-pura tidak tahu, menyapaku seolah tidak ada yang terjadi. Kutarik atasan pakaiannya, dia tertawa cekikikan seolah ini lucu.

"Ah ternyata kau sudah tahu, kau memang tidak bisa dibodohi" dia benar-benar ingin bermain denganku, kucekik dirinya dengan satu tanganku yang bebas.

"Nura!" Itu suara teriakan Evelyn, sial. aku segera melepaskannya, dia menyeringai lagi.

"Aku hanya membantu tugasmu Nura Pratama" dia sudah berlari cukup jauh saat Evelyn tiba dihadapanku.

"Siapa dia?" Aku menggeleng.
"Siapa dia Nura!" Dia memarahiku karena aku tidak menjawab? Dia bodoh atau apa!

"Keluarkan hp mu, jawab aku. Aku tidak bisa menebak nama lewat tatapanmu" aku menurutinya, mengetik dilayar ponselku.

Namanya Dwi

"Kenapa kau mencekiknya?"

Dia memang musuhku

"Kenapa dia ada disini?" Astaga, dia begitu teliti.

Itu yang ingin aku tahu, tapi kau menggangguku

Dia sedikit gelagapan, ada penyesalan karena menggangguku. Maaf aku harus berbohong kali ini Eve. Dia hanya pembunuh ibumu, yah dia hanya orang yang direncanakan membunuh ibumu oleh orang yang sama dengan orang yang menugaskanku.
***
Hari yang panjang untuk Evelyn dan adiknya. Rumah ini bertambah dua anggota lagi kini, yah kedua adik Evelyn.

Seharusnya rumah ini jadi tambah ramai dengan kehadiran dua orang laki-laki, tapi rumah ini jadi semakin suram. Semua orang langsung masuk kekamarnya masing-masing, termasuk diriku.

Sekelebat ingatan terlintas lagi, wanita tadi siang. Sial. Dia benar-benar beruntung, sejahat apapun dia aku tidak bisa menghukumnya. Kami tidak jauh beda, bahkan kami sama. Kami sama-sama membunuh. Ah, aku ingin mencekiknya.

Dia ingin membunuh orang yang ingin kulindungi, misi kami beda tapi kami sama membunuh membuat kami saling bersaing. Baru kali ini aku bersaing hal yang menyangkut nyawa seseorang, sebelumnya kita hanya memperebutkan soal pakaian, tempat tidur, menu makan malam dan hal-hal sepele lainnya.

Ah pikiranku sedang berkabut, aku jadi sangat mengantuk.
***
Aku mengguncang-guncang tubuh Evelyn yang masih tidur, sudah dua jam dia terlambat bangun, apa dia baik-baik saja?
Setelah melihat nakasnya aku mengerti, dia selalu lari pada obat, pantas dia tidak cepat bangun.

Dengan tangan kosong aku kembali kemeja makan, bergabung bersama Emma dan kedua adik Evelyn, yang baru kutahu namanya setelah Emma menanyakannya saat mereka baru duduk dimeja makan, tepatnya dikursi. Namanya Elo dan Emil, nama yang bagus.

"Kalian meninggalkanku sarapan?" Sontak membuat kami melihat kearah yang sama, dia berjalan seperti mumi, rambut yang berantakkan, wajah yang sudah tidak berbentuk. Aku sampai sulit mendefinisikannya.

"Eve, ayo makanlah" ajak Emma.

"Hanya Emma?" Dia mengerutkan alisnya, seolah ini masalah besar.

"Astaga Eve, kau manja sekali" sergah Elo.

"Ayo makan kak, masakannya enak" ajak Emil kemudian, senyum Evelyn mengembang.

"Baiklah Emil" dia mengacak rambut Emil lalu duduk disampingnya. Kami semua menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Evelyn yang kekanak-kanakan.

***
😢😈😪

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JUST HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang