7. Rindu

36 1 2
                                    

Malam itu aku menunggu telefon dari Galih seperti biasanya. Sudah 4 hari dia tak masuk sekolah, bahkan tak juga memberiku kabar. Dia ingkari janjinya. Kemana dia ? Bogor ? Acara keluarga lagi ?. Padahal aku sering ke rumah nya, tapi mamah nya tak pernah bilang soal itu. Galih, pulang, aku rindu.

***
Rumah nya sepi. Apa ada orang ? Ah sial, pagar nya saja terkunci.

Klik (bunyi hp)

(Galih +628591120027)
Fanya, maafin aku, aku gabisa terus sama kamu. Aku sayang kamu, tapi tidak untuk saat ini.

Lemas. Apa maksud Galih, setelah nyaris setahun denganku? Dia memutuskan tanpa alasan, apa salahku ? Bukannya dia yang salah, dia telah beringkar? Dia yang lupa memberi kabar. Tuhan ada apa ini?
Aku berjalan menuju kamar dengan sangat berat, bahkan pertanyaan ibu pun aku abaikan. Aku menangis sejadi-jadi nya, lebih dari sakit yang kak Irfan beri waktu itu. Iyah kak Irfan, aku harus bertemu dengannya besok.

***
"Fan, tapi aku beneran gak tahu soal Galih,kamu udah tanya Tama? dia memang sering gak masuk"
"Kak Tama juga gak tahu,iyah sering tapi ga separah ini, ini udah seminggu dia juga ga kasih aku kabar" sambil menahan air mata.
"Kamu udah coba ke rumah nya?"
"Setiap hari selama seminggu, tapi gak pernah keliatan ada orang".
"Kita sama-sama tunggu ajah yah" kata kak Irfan sambil memegang tanganku, dan spontan aku lepaskan.

***
Bahkan sampai hari Ujian Nasional dia tak ada, tak kunjung ada kabar. Bisa kalian bayangkan kehilangan orang yang amat sangat dicintai seperti apakah sedihnya ?. Saat itu aku masih kelas 11. Kak Irfan jadi sering bersamaku, sekedar menghibur agar aku tenang soal Galih. Tapi itu tidak cukup membantu. Kelas 12 saat itu di bebaskan setelah UN selesai. Serasa mereka jadi pengangguran. Aku jadi lebih senang menyenderi, jika Salwa dan Intan datang pun, aku selalu menghindar, bahkan pada kak Irfan. Saat itu di taman depan kelasku, sambil membaca novel kak Irfan datang menghampiriku, dengan malasnya ku lirik dia.
"Fan, ada mamahnya Galih di ruang guru, kamu gak mau kesana ?"
"Serius ? Yaudah aku kesana" sambil berlari kecil, dengan kak Irfan yang terus mengikutiku.

"Mah..." teriakku.
"Iyah cantik" sambil menghapus sesuatu di pipi nya lalu mengelus lembut rambutku.
"Mah, Galih sehat kan mah ? Fanya rindu, sama mamah sama papah, apalagi Galih, sayangnya kita memang udah gak ada hubungan apa-apa lagi". Kataku lirih mengingat-ngingat kapan terakhir Galih menghubungiku.
"Fanya, ada yang harus mamah omongin sama kamu, pulang sekolah nanti kamu ke rumah yah, Irfan juga ikut yah."
"Iyah tante, Irfan sama Fanya nanti ke sana"

***
"Untung hari ini aku bawa mobil, kalo engga, bisa basah kita" kata Irfan mencoba mencairkan suasana karena memang daritadi aku hanya menatap ke luar jendela tanpa mengeluarkan suara.
"Fan... Hali Fanya"
"Hm apa?"
"Bener yah kata Galih, kamu jelek kalau diem"
"Bodo"

***
(Membuka pintu)
"Kalian udah dateng, silahkan masuk, Irfan tahu kamar Galih kan ? Ajakin Fanya ke sana yah, tante siapin minum dulu"
"Iyah tante" kata kak Irfan lalu menggenggam tanganku.
Kami tiba dikamar nya, dan tanpa Galih disana. Banyak fotoku bersamanya, bahkan ketika aku masih berseragam putih biru, sial, dia memfotoku waktu itu. Sambil sedikit ketawa, terus ku telusuri seisi sudut kamarnya.
Mamah nya datang sambil membawa nampan, dan menangis.
"Tante kenapa ?" tanya Kak Irfan
"Maafin tante yah, tante bohong sama kalian semua" dengan terisak.
"Mah, mamah kenapa ?" tanyaku.
"Galih sudah meninggal 2minggu yang lalu, dia sudah terlalu lelah bertahan selama ini tanpa kemoterapi".
Seperti ada batu besar menghujamku. Aku terkurai lemas mendengarnya, jelas aku tak bisa terima semuanya. Setelah Galih cukup lama meninggalkanku tanpa alasan apapun. Ini maksudnya ? Ini yang menyebabkan tiap pertengahan bulan dia harus absen sekolah karena pengobatan.
"Fanya, maafin mamah, tadinya mamah ingin telefon kamu, tapi Galih gak mau, katanya lebih baik kamu marah daripada kamu sedih, sungguh kali ini mamah merasa bersalah"
"Mamah, anterin kita ke makamnya Galih mah, sekarang, aku mohon".

INSOMDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang