PROLOG

259 15 9
                                    

Demi senja yang menjadikannya gelap. Izinkan aku menggapai sisinya. Jika rasa saja tak mampu membuatnya menoleh kepadaku. Biarkan aku menjangkaunya dengan setiap kejutan. 

Demi nafas yang menjadikannya berjiwa. Katakan padanya, jika dia menemukanku di dalam mimpi gelapnya. Yakinkan dia, akulah sang pemeran cahaya di dalamnya.

Teruntuk sukma yang di rundung nestapa. Tempatkanlah aku sebagai pelipur laranya. Karena cinta, waktu terasa mudah terlewati. Namun, waktu pula yang bisa membuat cinta terlewati.

Wahai kamu, sang dewi pujaan hati. Sadarkah dirimu.. 

Aku mencintaimu.

(Adrian, Helsinki Finlandia)

***

Jakarta, 10 Februari 2017

"Dia masih belum sadar?"

Ibu membuyarkan lamunan Adrian. Malam itu, tak ada yang lebih mengerikan daripada harus melihat Rania terbaring lemah di ranjang pesakitan. Bagi Adrian, Rania adalah satu-satunya. Tuhan menciptakan Rania untuk bisa dititipkan untuknya. Dia harus bisa menjaganya.

"Belum, bu." Adrian menyahut, sambil sesekali melanjutkan lamunan.

"Sudah kesekian kalinya kita lihat dia seperti ini. Apa tak sebaiknya kita bawa saja dia kerumah keluarganya di Bandung?" Ibu melihat Adrian dengan serius. Dari matanya, cukup menyampaikan isyarat bahwa ada kekhawatiran yang berlebih darinya untuk Rania.

"Percuma bu, tak akan lebih baik jika kita memaksakan keluarganya untuk menerima Rania kembali." Adrian menunduk sambil sesekali memutar-mutarkan pena digenggamannya.

TAPAK-TAPAK CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang