Empat

67 10 0
                                    

Kinan POV

Setelah beberapa jam perjalanan dari London, akhirnya aku sampai di Kota Bogor tercinta. Suhu sejuknya, keadaanya, orang-orangnya yang bisa membuat hati sedikit mendamai. Ku coba untuk melupakan kejadian-kejadian di London kemarin. Waktuku di London memang singkat, hanya 2 hari. Tapi bagiku itu sudah cukup membuat memori otak ini penuh.

Mobil travel yang membawaku dan Bunda kini memasuki pekarangan rumah yang sangat ku rindukan. Usai mengeluarkan semua barang, travel itu langsung pergi dari pekarangan rumahku.

Bi Imah dan Mang Adil menyambut kami di teras rumah. Bi Imah dan Mang Adil diamanahi untuk menjaga rumah kami selagi kami bepergian kemarin.

"Selamat datang, Bu, Teh!" seru Bi Imah dan Mang Adil bersamaan.

"Makasih Bi, Mang!" jawab Bunda.

"Iya bu, sama-sama. Kita langsung pamit aja bu ya. Mau ada acaraan di desa bu. Ini Kuncinya bu, sama ini ada surat dari sekolahnya Teh Kinan," ucap Bi Imah.

"Oh iya, sekali lagi terimakasih ya Bi, Mang!" jawab bunda lagi.

"Kita pamit bu ya, Assalamualaikum!" seru Bibi dan Mamang.

"Waalaikummussalam, hati-hati Mang,Bi," balasku dan Bunda.

"Surat apa itu tadi bun?" tanyaku pada bunda sambil duduk di kursi teras.

"Gak tau nih, coba bunda liat dulu," ucap bunda menyusulku menduduki kursi teras.

"Astagfirullah, sekolah kamu ditutup sayang," ucap bunda kaget.

"Astagfirullah ditutup bun, kok bisa. Tante Farah gak kenapa-kenapakan?" tanyaku dengan cemas.

"Bunda juga gak tau, ntar bunda telpon dulu," jawab bunda tak kalah cemas.

Tuutt... Tuutt..

"Assalamualaikum!", suara Tante Farah dari telpon.

"Walaikumussalam! Far kamu gak apa-apa kan?" tanya bunda pada Tante Farah di telpon.

"Ada sedikit musibah teh," sahut Tante Farah lagi.

"Musibah apa atuh, kok gak kasih tau Teteh? Kenapa sampai sekolah ditutup?," tanya bunda lagi.

"Mas Abdi kena kanker tulang teh, kata dokter dia teh cuma bisa bertahan sekitar setahun aja, itu juga harus dikemo," sahut Tante Farah lagi.

"Trus apa hubungannya sama sekolah ditutup?" tanya bunda lagi.

"Farah sudah gak punya biaya lagi buat berobat, jadi sertifikatnya Farah gadaiin di sebuah perusahaan, maafin Farah tehh, hiks... hiks.." sahutnya dengan sedikit isakan yang tertahan.

"Ya, sudah. Kamu sekarang teh tenang dulu. Gini, kalo ada apa-apa bilang aja ke kami Insya Allah kami selalu membantu kamu Farah. Abangmu tau masalah ini?" balas bunda lagi.

"Gak, Farah teh gak mau nyusahin," sahut Tante Farah dengan tangis yang makin menjadi.

"Sekarang kamu di mana?" tanya bunda padanya.

"Farah sekarang di Rumah Sakit, rumah kami sudah dijual teh!" balasnya dengan tidak begitu jelas.

"Astagfirullah, oke sebentar lagi kami kesana, Assalamualaikum," ucap bunda.

"Walaikumussalam," jawabnya sambil terisak.

Bunda menutup telpon kemudian membuka pintu rumah dan menyuruhku untuk membawa masuk semua barang-barang kami. Kami langsug menuju rumah sakit tempat Om Abdi dirawat.

GUE & UNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang