[SeulMin] Date?

371 35 2
                                    

"Apa yang kau lakukan disini?"

Seulgi menatap lawan bicaranya tak suka. Tangannya terangkat melepas kacamata persegi empat miliknya kemudian memijit pelipisnya perlahan. Sudah cukup ia stres berat karena pekerjaan hari ini, ia tidak mau menambah beban pikiran hanya karena melihat tamu tak diundang yang benar-benar mengganggu hidupnya.

"Pergilah, aku sedang banyak pekerjaan." Seulgi membuat gestur mengusir dari jemarinya lalu kembali fokus pada laptop dan berkas yang bertumpuk. Sedangkan tamu tak diundang itu tampak tak bergeming. Ujung bibirnya sedikit terangkat, menampilkan smirk menggoda.

Bukan Park Jimin namanya jika langsung mengindahkan kalimat perintah seseorang. Karena ia adalah type yang suka memberi perintah, bukan diperintah. Kekuasaan mutlak berada ditangannya meski Kang Seulgi mampu membuatnya menjadi orang sinting. Park Jimin tetaplah pemberi perintah.

"Kau tidak bisa mengusirku begitu saja, Kitten." Jimin perlahan merangkai langkah ke arah nakas yang berada disamping meja kerja Seulgi. Dibukanya bungkusan bunga mawar yang dari awal ditujukan untuk gadis itu kemudian meletakkan ke dalam vas bunga yang kebetulan tengah mencari tuan penghiasnya. Lalu dilangkahkannya tungkai-tungkai miliknya ke meja kerja Seulgi dan duduk di hadapannya.

Samar-samar gurat kebahagiaan Jimin terlukis jelas diparasnya. Bulan sabit menggantung dengan jelas disana hanya karena memandangi gadis itu yang tengah mengalihkan dunianya ke benda elektronik tipis sialan itu. Hingga ke detik puncaknya Jimin tidak tahan hanya mendengar suara jari dan keyboard yang beradu sebagai latar belakang mereka.

"Kang?" Jimin membuka suara, memanggil nama itu bagaikan doa. Namun tampaknya Seulgi tidak peduli dan tetap terjaga disana. Gadis keras kepala yang sangat dibenci Jimin namun entah kenapa Seulgi mampu membuatnya uring-uringan tak karuan.

"Aku tahu kau mendengarku, Kitten."

Seulji menelan ludah.

Emeraldnya bergerak perlahan, melirik ke arah Jimin yang saat ini memaku mati dirinya. "Namaku bukan Kitten, Park."

Seulgi tahu, untuk menghadapi mahluk penggoda bernama Park Jimin memang butuh ekstra kesabaran lebih juga pertahanan yang kokoh. Ia pun mengakui bahwa sulit rasanya untuk menolak pesona Jimin begitu saja. Lelaki penuh tipu daya itu mampu membuatnya tidak berkutik, bahkan sanggup membuatnya sulit menyeimbangkan fungsi paru-parunya.

Tapi Seulgi juga tidak bodoh. Ia tidak akan semudah itu jatuh ke tangan pria yang jelas-jelas yang sepertinya hanya ingin sekedar bermain kemudian membuangnya bagai sampah busuk ke pinggir jalan.

Hina dan tidak berguna.

"Katakan, apa maumu?" Seulgi rasa ia harus menyelesaikan ini. Secepatnya melenyapkan si Park kemudian kembali pada pekerjaannya yang juga membutuhkan perhatian ekstra.

Jimin tersenyum, seakan berubah menjadi anak kecil yang baru saja mendapat lolipop dari sang bunda. Jemarinya menyibakkan surai legamnya yang sedikit memanjang kemudian di condongkannya tubuhnya ke depan dan bertumpu pada meja. Mengistirahatkan penglihatannya pada sang dara yang bagaikan karya seni tak ternilai harganya.

"Simple saja. Makan malam bersama, mungkin?"

Seulji membeku ditempatnya hingga sejurus kemudian ia terkekeh pelan. Penuh remehan dan dengusan tak percaya. Alibi lelaki dihadapannya ini terlalu mudah bahkan menurutnya terlalu murahan.

"Kau mengajakku berkencan?" Seulgi bertanya terus terang, merasa pertemuannya dengan Park Jimin hari ini adalah hal paling lucu dan idiot sepanjang hidupnya. "Rayuan yang jenius, Park. Tapi aku tidak mau."

Giliran Jimin mengalunkan tawa merdu, merasa lucu dengan si gadis yang menganggapnya berlelucon. "Terserah padamu jika kau menganggap itu kencan. Itu lebih baik." Jimin kembali menyibakkan surainya. "Tapi aku serius, Kitten. Anggap saja makan malam untuk kerja sama kita."

"Dan aku juga serius, Park. Aku tidak mau. Silahkan pergi dari ruanganku, Tuan. Aku sibuk." Seulgi kembali mengenakan kacamatanya dan sibuk membaca berkasnya.

Jimin membisu dalam duduknya hingga akhirnya dengan nada rendah ia berkata, "Kau tahu, aku benar-benar tidak suka saat perintahku ditolak, dan sebenarnya aku juga tidak suka memaksa wanita. Tapi sepertinya ini tidak berlaku bagimu."

Seulgi kembali memangku pandang pada Jimin, mengernyit heran. Hingga akhirnya Park Jimin menyeretnya keluar dari ruangan itu, diriingi oleh sumpah serapah milik Kang Seulgi.

FIN

Fluffy Bangtan VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang