Kedua tungkai siswi sekolah menengah atas itu melangkah dengan lambat menuju gedung sekolah yang tampak seperti kepulan neraka di kedua maniknya. Langkahnya kian melambat ketika gedung sekolah yang tampak semakin nyata seperti hendak akan menerkam jiwanya. Kakinya seolah-olah di tarik batu yang berton-ton beratnya, terseok susah payah hingga alat pernafasannya bekerja dengan sulit.
Kim Yerim ingin sekali membolos. Tapi tidak akan terjadi karena pastinya ibunya akan mengamuk.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hari itu. Tadi dirumah ibunya menyiapkan sarapan pagi favoritnya, ayahnya mengantarkannya ke sekolah dengan lelucon garing khas miliknya, juga adiknya yang tidak menjahilinya pagi ini. Semua berjalan dengan baik, tidak ada meresahkan hingga akhirnya Yerim menyadari bahwa hari ini adalah hari senin.
Yeah, Yerim membenci hari senin.
Gadis itu memiliki ketakutan sendiri terhadap hari senin yang memberatkan harinya.
Hari senin tetaplah seperti hari-hari lainnya dengan kegiatan yang hampir bersamaan pula. Namun, Yerim merasa bahwa hari senin itu pembawa masalah. Yerim menyukai sabtu dan minggu yang merupakan hari berliburnya, dan akan menjadi stres hingga senin menjelang karna hari senin itu merupakan hari awal dimana semua kegiatan di mulai.
Dan itu adalah masalah.
Sedikit berlebihan tapi intinya, Yerim membenci hari senin sang awal.
Sebuah benda bulat berwarna jingga menghampiri Yerim dan tiba tepat di dekat kakinya. Yerim melemparkan tatap bingung ke sekelilingnya hingga emeraldnya menangkap presensi lelaki yang tengah melambai ke arahnya dari arah lapangan basket sekolah. Sunbae yang tengah mengganggunya akhir-akhir ini.
Wajah Yerim mendadak terasa hangat secara perlahan. Segera ia alihkan fokusnya pada bola basket itu dan mengambilnya. Ketika berbalik, presensi Jeon Jungkook sudah berada di hadapannya, tersenyum hangat layaknya matahari yang bersinar cerah hari ini.
"E-Eh... Ini bolanya, sunbae." Yerim menyerahkan bola itu yang diterima baik oleh Jungkook.
"Terima kasih, Yeri-a."
Yerim mendengus sebal seraya meniup poninya. "Namaku Yerim, sunbae. Kim Yerim. Bukan Yeri."Jungkook mengalunkan tawa. "Tapi aku lebih suka memanggilmu Yeri. Terdengar lebih lucu."
Yerim berdecak ditempatnya, menampilkan wajah sebalnya yang entah mengapa terlihat lucu bagi Jungkook.
"Sudah sarapan?"
Yerim mendongak. Alisnya bertaut menatap Jungkook heran. "Tentu saja sudah, sunbae."
"Aku belum sarapan, sayang sekali." Suara Jungkook terdengar kecewa."Kalau begitu segeralah ke kantin dan sarapan, sunbae. Masih ada waktu 15 menit lagi sebelum bel berbunyi." Yerim memberi saran, terselip rasa khawatir juga.
"Aku tahu." Jungkook mengulurkan lengannya, mengacak surai legam Yerim yang sekarang terlihat lebih berantakan. Segera Yerim menepis lengan itu kuat seraya menampilkan wajah cemberutnya, menimbulkan gelak tawa bagi Jungkook.
"Sunbae merusak rambutku." Yerim mendelik sebal.
"Maaf, aku tidak tahan. Kau terlalu lucu hingga aku suka menganggumu."
Kalimat Jungkook barusan mampu membuat alat pemompa darah Yerim bekerja dua kali lebih cepat. Darahnya berdesir hebat di bawah kulitnya. Menggelitik hatinya yang dihinggapi perasaan bahagia yang mampu membuatnya merasa sesak.
Kalimat sederhana dan polos yang mampu membunuh jiwa Kim Yerim.
"Bagaimana dengan makan siang? Aku akan mentraktirmu makan di jam istirahat karna sudah merusak rambutmu."
Manik Yerim membulat heboh.
Jeon Jungkook mengajaknya makan siang? Can you believe this? Yerim tak akan pernah menyangka bahwa kisah percintaannya akan sampai sejauh ini."Bagaimana? Kau mau kan?" Jungkook kembali bertanya. Lelaki itu menggigit bibir bawahnya untuk menutupi rasa gugup. Terlintas bayangan kala Jungkook yang pernah mengajak Yerim makan siang bersama namun gadis itu malah menghilang dikelasnya. Terlalu malu bertemu Jungkook.
Yerim menampilkan lengkungan manis diwajahnya lalu mengangguk pelan, mengundang euforia kebahagiaan dari Jungkook. Lelaki itu pun ikut balas tersenyum.
"Baiklah, tung----"
"Jeon Jungkook! Aku menyuruhmu mengambil bolanya! Bukan berpacaran dengan hoobae!" Suara Mingyu terdengar menggelegar dari arah lapangan basket.
Jungkook melemparkan tatapan membunuhnya pada teman-temannya yang tengah tertawa terpingkal-pingkal lalu beralih ke arah Yerim yang menunduk malu. "Jangan dengarkan sekumpulan orang gila itu."
Yeri hanya tertawa pelan. Merasa situasi mereka sekarang ini terasa canggung.
"Aku akan menjemputmu dikelas nanti. Jangan kabur, Kim Yerim." Jungkook kembali mengacak rambut Yerim pelan lalu berlari ke arah teman-temannya yang sepertinya sudah siap menerima pukulan.
Yerim mematung ditempatnya kemudian terpikir suatu hal yang sepertinya akan berubah.
Hari senin tidak buruk juga, ya?
-FIN-