07

40.5K 4.4K 486
                                    

Oke, sampai part 7 saja yah versi novelnya.. Yang pernah baca versi wattpad pasti merasa beda. Yup, mulai dari sini bisa dibilang banyak yang berbeda. lebih greget sih kalo aku bilang. heheheeh..  

Ayo yang mau ikut PO Let it Flow bisa ikut.. atau kalau ga bisa, nanti tanggal 23 Feb  2022 sudah terbit di toko buku Gramedia.. 


***

Jika sendiri memang digariskan, maka aku ikhlas seperti ini selamanya....

"Bu Yasmin ini obatnya." Yasmin berjalan ke arah kasir farmasi rumah sakit dengan riang. Dia baru saja membayar biaya pemeriksaan kandungan dan menebus vitamin. Wajahnya riang saat keluar dari rumah sakit.

Yasmin bahkan sempat melirik ruangan bayi. Melihat bayi-bayi mungil yang baru dilahirkan dari balik kaca. Beberapa bulan lagi buah hatinya akan lahir. Mungil dan menggemaskan. Tanpa dosa dan tanpa tahu apa-apa. Amanat yang sudah seharusnya dia jaga. Yasmin meraba perutnya. "Yang kuat, yah, Nak." Yasmin tersenyum sebelum meninggalkan rumah sakit. Memesan taksi untuk segera pulang.

Dia akan berbelanja kebutuhan beberapa hari. Arjuna baru saja memberikan uang, walaupun dia masih menyimpan banyak pemberian Arjuna. Tetapi rasa bahagia membuatnya ingin memanjakan diri dengan mengeluarkan lebih banyak isi dompetnya.

Sore baru menyambut, udara sepertinya mendukung untuk Yasmin sekadar duduk santai di taman perumahan. Karena sepertinya Yasmin ingin menikmati jajanan pinggir jalan. Dia sengaja berhenti di dekat taman tak jauh dari perumahan.

Mungkin dia baru merasakan ngidam. Yasmin terkikik sendiri. Jika dulu dia lupa rasanya ingin sesuatu, tetapi sekarang, dia mau menikmati semuanya. Sakit dan senang semua akan dia terima. Asal buah hatinya bahagia. Hadiah sebagai penawar hambarnya rumah tangga mereka.

Puas menikmati jajanan pinggir jalan, Yasmin kembali melangkah untuk belanja di minimarket dekat perumahan. Dengan wajah riang, Yasmin langsung menyebrang tanpa melihat sekitar.

Saat itulah Yasmin sadar akan sebuah keteledoran. Dia tertabrak motor yang sedang mengemudi cepat di jalanan. Mengakibatkan Yasmin terlempar cukup keras ke arah depan.

Bruk.

Yasin merasakan sakit di sekitar perutnya. Selanjutnya dia hanya melihat sekerumunan orang mendekat, membuat pandangan matanya semakin menggelap.

"Bu ... Bu...."

"Tolong, di sekitar pahanya berdarah."

"Bawa ke rumah sakit."

"Dia warga baru perumahan kita."

Suara-suara itu menemani Yasmin yang semakin lemah dan perlahan tak sadar. Dan saat Yasmin membuka mata, putih menyinari tatapannya. Aroma khas rumah sakit kental terasa. Yasmin melirik lemah ke arah seseorang yang sedang duduk menunggunya. Tersenyum lembut ke arahnya.

"Saya Bu Ratih. Istri RT perumahan kita. Maaf, kami tidak bisa menghubungi suami Ibu. Ponsel Ibu terkunci dan kami tidak tahu nomor telepon suami Ibu." Yasmin masih belum bisa mencerna ucapan wanita paruh baya di sampingnya. Mereka sempat bertemu beberapa kali sebelumnya.

"Ibu kami bawa ke rumah sakit. Sekarang di IGD." Yasmin melirik keadaan sekitar. Cukup ramai.

"Terima kasih, Bu." Yasmin mencoba mengumpulkan tenaga. Berusaha mengingat kejadian yang menimpa dirinya. "Sekarang jam berapa?" tanya Yasmin lemah, berusaha untuk duduk. Sakit dia rasakan di sekitar perut sampai bagian bawahnya. Khawatir kenyataan terburuk telah menimpa dirinya, Yasmin menatap penuh tanya Ibu Ratih.

"Kandungan saya?"

"Biar nanti dokter yang menjelaskan, ya, Bu. Ini sudah pukul delapan malam." Yasmin tak puas mendengarkan jawaban Ibu Ratih. Sayang tenaganya memang tak bisa diajak kerja sama. Yasmin merasa sakit semakin menjalar tubuhnya.

"Maaf, ini tas punya Ibu, kalau Ibu masih belum sanggup berbicara, biar saya yang hubungi suaminya." Dengan lemah, Yasmin menuruti permintaan tetangganya. Ibu Ratih membuka tas miliknya, lalu menyodorkan ponsel miliknya.

"Biar saya saja yang menghubungi suami saya."

"Ya, sudah, biar saya panggilkan dokter kalau Ibu sudah sadar."

Sambil menunggu kedatangan dokter, Yasmin ingin menghubungi Arjuna. Tak siap menghadapi ini sendiri. Belum sempat Yasmin menekan tombol untuk panggilan, ponselnya sudah lebih dulu bersuara. Yasmin berusaha tenang menjawab panggilan dari Arjuna.

"Ha-lo," jawab Yasmin pelan.

"Yas, aku ada di supermarket dekat rumah. Kamu mau aku belikan susu hamil? Mau rasa apa?" Yasmin memejamkan mata. Rasa sakit di sekitar perutnya terus menyerang. Tak sadar, buliran air mata keluar begitu saja. Entahlah, Yasmin seolah merasakan firasat buruk untuk kondisinya kali ini.

"Yas, kamu mau aku belikan apa lagi selain susu? Sudah mulai mau makan yang aneh-aneh?" Pertanyaan Arjuna memang terdengar datar, tetapi Yasmin merasa sang suami sedang belajar menerimanya.

"Yasmin, kamu dengar tidak?"

"Mas," panggil Yasmin pelan. "Aku di rumah sakit." Yasmin diam sejenak.

"Kamu kenapa, Yasmin? "

"Mas mau ke sini?"

"Jangan bercanda! Di mana rumah sakit itu?"

"Nanti aku kirimkan alamatnya." Setelah mengatakan itu, Yasmin mematikan panggilan. Rasa sakit di perutnya terus menyerang. Tak lama dokter jaga pun datang. Yasmin meminta bantuan Ibu Ratih untuk mengirimkan alamat lengkap rumah sakit kepada sang suami. Sampai akhirnya kegelapan membayangi hidupnya.

***

Arjuna dan Yasmin
Jumat, 17 Maret 2017
Mounalizza

Iya-iya tauu.. jahat amat ama Yasmin.. Kalo mau buat org baper itu musti total. Wkwkwkkw .. Gara2 lagu Dive aku jd galau teruss.. salahkan Ed Sheeran aja..

Let it Flow   (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang