01

42.9K 4.7K 272
                                    

Lebih enak sambil dengerin mulmed hehehe..

***

Sayapku memang pernah terluka, luka karena keberanian sesaat untuk terbang jauh.

Sekarang, bolehkah aku kembali terbang, walaupun tak sempurna?

Kamu terlalu berangan tinggi, Wanita.

Khayalanmu mengalahkan kenyataan.

Sadarlah! Dia membecimu wahai, Wanita.


Sudah tak terhitung Yasmin melirik cemas ke arah pagar rumah melalui jendela ruang tamu. Menunggu kedatangan Arjuna, yang sudah menjadi kebiasaannya akhir-akhir ini. Seolah rutinitas itu normal dilakukan bagi setiap pengantin baru. Dua manusia yang sedang beradaptasi dengan kehidupan barunya akan melepas rindu karena terpisah sementara.

Sayang, mereka tidak seperti itu. Dua minggu sudah Yasmin mengikuti Arjuna pindah ke Semarang. Hidup berdua, karena Arjuna mempunyai pekerjaan jangka waktu lama yang mengharuskannya menetap di sana. Yasmin sudah tahu sejak mereka belum menikah dan dia memang bersedia sepenuh hati dibawa ke mana pun oleh Arjuna. Mendampinginya dalam suka dan duka. Sayang, angan hanyalah ucapan semata, semua tak sesuai harapan.

Yasmin kembali melirik layar ponselnya. Sudah terlalu malam. Ini hari Sabtu, dan sepertinya mustahil bagi siapa pun untuk kerja sampai selarut ini. Terlebih bagi pendatang baru di kota.

"Itu dia," lirih Yasmin yang tampak bersiap untuk segera membukakan pintu. Seulas senyum hadir, kekhawatirannya hanya berlebihan. Arjuna tidak mungkin melupakan dirinya untuk bersenang-senang di malam minggu sendiri. Dia pria baik.

"Mas," sapa Yasmin saat dia membuka pintu. Arjuna masuk sambil memberikan anggukan kepala. Yasmin mundur untuk memberikan jalan bagi Arjuna. Dia memilih mengekori sang suami, ada rasa tak berani untuk jalan bersisian.

"Mas, sudah makan?" tanyanya pelan.

"Sudah."

"Mau aku buatkan minum?"

"Tidak perlu."

"Aku buat puding segar."

Arjuna berhenti melangkah dan membalikkan badan, mendadak tubuh mereka bertubrukan. Dengan sadar Arjuna mundur untuk menjaga jarak. Yasmin hanya tersenyum kikuk. Dia sudah terbiasa dengan penolakan Arjuna yang tidak mau bersentuhan, walaupun tak sengaja.

Seolah Yasmin adalah media menjijikkan yang tak pantas disentuh.

"Sudah kubilang jangan berusaha baik padaku. Cukup diam dan jalani hidup masing-masing. Anggap kita teman seatap. Jangan pikirkan aku." Semburan itu membuat Yasmin mau tak mau kembali mengangguk. Dia cukup mengerti, sikap Arjuna sangat beralasan. Walau emosi Arjuna masih belum bisa dia kendalikan, setidaknya Arjuna masih ingat memberikan nafkah sehari-hari. Yasmin bahkan tak menduga jika pria yang sekarang berstatus suaminya masih mau memberikan uang untuk dirinya, bahkan bisa dibilang berlebih. Hal ini yang membuat Yasmin serba salah jika harus tetap saling diam. Sebisa mungkin, Yasmin ingin berusaha.

Walau Arjuna akan langsung mematahkan semangatnya. Jelas saja tidak sepadan. Orang baik seharusnya didampingi orang baik juga. Yasmin sadar, dia bukan pilihan tepat untuk mendampingi Arjuna.

Merasa kehadiran dirinya mengganggu pemandangan mata suaminya, Yasmin memilih diam tak menanggapi pernyataan teman seatapnya. "Selamat malam." Yasmin berjalan melewati Arjuna. Lebih baik ditutup seperti ini. Hak mengeluarkan pembelaan sudah tidak berlaku bagi Yasmin.

Let it Flow   (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang