Kakinya melangkah lebar mencari keberadaan gadis yang belakangan ini menyita pikirannya. Dia terus melangkahkan kaki panjangnya menyusuri koridor. Di sana sepi karena para siswa sedang mengikuti pelajaran. Dia menjenguk dari kaca jendela, melihat ke dalam ruang yang sedang serius menjalankan proses belajar. Orang yang dia cari tidak ada di dalam kelas, ke mana perginya orang itu? Perasaannya gusar setiap memanggil gadis itu untuk pergi ke ruang kerjanya, dia tidak pernah datang. Kakinya kembali berjalan dan terhenti saat mendengar obrolan di bawah tangga.
"Maaf Ren, itu keputusanku," kata Lyana menunduk sedih.
Dia terpaksa melakukan ini, Lyana merasa sudah tidak pantas mencintai siapa pun bahkan dicintai oleh orang yang juga mencintainya.
"Kamu berubah!" sergah Rendra menahan amarahnya.
"Iya, aku memang sudah berubah. Aku bukan Lyana seperti yang kamu kenal selama ini. Kamu tidak akan pernah mengerti, Ren. Aku bukan cewek yang pantas untuk kamu cintai, makanya aku memutuskan hubungan kita," terang Lyana berat hati.
Bibir dan hatinya tidak sesuai, hati berat melepaskan, namun bibir berkata harus melepas karena Lyana merasa dirinya sudah tidak layak mendapat cinta Rendra. Apa bisa Rendra menerimanya jika mengetahui bahwa dia sudah tidak perawan lagi? Sepertinya akan sangat sulit bagi seorang pria. Kalaupun ada, sungguh beruntung wanita itu.
"Dasar egois!" geram Rendra langsung meninggalkannya begitu saja.
Al melihat Rendra menaiki tangga, Lyana diam mematung dan menunduk.
"Maaf," lirih Lyana parau.
Al mendekatinya dan langsung berdiri di depan Lyana yang masih menundukkan kepala. Al memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Lyana yang baru menyadari ada sepasang sepatu hitam mengkilap di depannya lantas menengadahkan wajah. Dia terkejut dan ingin menghindarinya. Al mencegah kepergian Lyana, dia menarik pergelangan tangannya.
"Lepasin!!" Lyana memaksa tangan Al untuk melepaskan tangannya. Namun sayang sekeras apa pun Lyana memaksa untuk melepaskan diri, tangan Al lebih kuat mencengkeram pergelangannya.
"Kita butuh bicara," ucap Al menatapnya tajam.
Lyana tidak pernah lagi melihat wajahnya, dia selalu membuang wajah ke arah lain jika di hadapan Al.
"Nggak ada yang harus dibicarakan," sahut Lyana datar dan dingin.
"Ini penting."
"...."
"Tolong pergi ke ruang kerjaku."
"...."
"Aku tunggu di sana, tolong," mohon Al tampak serius dan wajahnya pun berubah tegang.
Al melepaskan tangan Lyana dan berdehem merapikan penampilannya lantas pergi begitu saja seraya memasukkan kedua tangannya di saku celana. Pria tampan, muda, selalu bersikap tenang, berwibawa dan terhormat, begitulah pandangan orang terhadapnya, tapi tidak untuk Lyana. Baginya, Al tak ubahnya seperti pria bajingan yang sudah menghancurkan seluruh impian dan cita-citanya.
"Ly!" panggil seseorang mengagetkannya. "Kenapa di situ? Bukannya masuk kelas. Awas kesambet loh," canda seorang teman.
Lyana hanya tersenyum miring, tanpa menanggapi candaan temannya dia lantas pergi ke ruangan Al. Lyana ingin tahu apa yang sebenarnya membuat lelaki itu ingin sekali dia datang ke ruangannya. Walaupun dia ragu dan ada rasa takut jika Al akan mengulangi perbuatannya seperti malam yang lampau, namun Lyana tetap nekad pergi untuk mendapat jawaban atas rasa penasarannya.
"Permisi." Lyana mengetuk pintu bewarna coklat tua dengan tulisan 'ruang ketua yayasan'.
Al mendongakkan kepalanya melihat Lyana berdiri di ambang pintu tanpa menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THERE'S SOMEONE FOR SOMEONE 1 (Cinta Lyana / Emes) [Sudah Diterbitkan]
General FictionJika sudah waktunya, pasti akan terjadi juga. ~ Alvian Radley Apresio Kehidupanku berubah setelah bertemu dengannya. ~ Lyana Ferda Latif Kedua orang tua Lyana sangat marah mendengar berita putri satu-satunya hamil di luar nikah. Lantas apa yang sebe...