BAB 8

172 14 0
                                    


Saat memikirkan mimpiku aku teringat dengan bagian akhirnya. "tapi kenapa para penyihir dan orang-orang setengah binatang itu ingin membunuhku?" tanyaku ragu-ragu.


Chaelus terkejut mendengar pertanyaanku. "dari mana kamu tau tentang hal itu?"

Ruangan itu sunyi senyap setelah Chaelus bertanya. Aku tidak berani menjawab pertanyaannya, siapa yang tau kalau mereka juga tidak ingin membunuhku.

"itu karena kelahiranmu merupakan kesalahan bagi dunia ini." Ucap Gordon memecah keheningan yang sudah tercipta.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bukan hanya aku yang terkejut mendengar jawaban Gordon. Hemdall dan Chaerus terdiam sambil menatap Gordon. Sepertinya mereka tidak menyangka akan mendengar jawabn itu.

"Hentikan saja omong kosong ini," lanjut Gordon. "biarka saja para penyihir itu membunuh anak ini. Biarkan dia menjadi bukti damai kita. Walaupun dia mati sekarang aku yakin tidak terlalu banyak orang yang merasa sedih."

Rian menguatkan pegangan tangannya. Listrik-listrik kecil mulai mengalir di tangannya yang bebas.

"Saudaraku sudah melakukan semua yang dia bisa untuk membawa dia ke sini," kata Rian. "kalau kalian ingin membunuhnya semudah itu, kalian harus berurusan denganku lebih dulu."

Gordon merasa tersinggung dengan perkataan Rian tadi. Tangannya mulai mengepal. "membunuhmu adalah perkara mudah bagiku, anak muda."

"kamu yang harunya menghentikan omong kosongmu!!" perintah Hemdall, saat menyela perdebatan Rian dan Gordon saat situasinya semakin memanas.

"Hemdall!" Gordon terdengar marah. "kau tidak bisa terus berpura-pura menutup mata seperti ini. Banyak petarung kita yang gugur saat ini. Saat kalian berusaha melindungi dia." Jari telunjuk Gordon tepat mengarah kepadaku.

"kalau kau membunuh dia sekarang, mungkin kita tidak akan punya kesempatan untuk memenangkan perang ini."jawab Chaerus.

"kita tau seberapa besar kekuatan yang terpendam di dalam tubuh Rhea. Mungkin Rhea adalah satu-satunya harapan kita." Lanjut Chaerus.

Gordon terdiam mendengarnya. Rasanya hampir tidak bisa menahan air mataku lagi. Tidak ada percakapan mereka yang aku mengerti maksudnya. Aku tahu dari dulu kalau aku ini anak yang tidak diinginkan, aku tidak butuh satu orang tua untuk memberitahukannya kepadaku lagi.

Tiba-tiba saja Rian menegakkannya kepalanya. Sesimpul senyum sangat menenangkan hati tampak di wajahnya. "bagaimana kalau aku yang langsung melatih Rhea untuk menjadi petarung?"

Tiga orang tua yang sedang berdebat tadi mengalihkan perhatiannya kepada Rian. Satu-satunya yang tidak setuju dengan ide Rian ini hanya Gordon sepertinya.

"kalau dia memang sehebat yang sering kalian ceritakan, pasti kita punya kesempatan di dalam perang ini," lanjut Rian. "ayolah, beri aku kesempatan untuk sedikit berusaha." Rian berusaha menguatkan pendapatnya.

"ide bagus." Jawab Hemdall saat Gordon ingin membuka mulut. "aku serahkan pelatihan Rhea padamu."

"apakah ada yang tidak setuju dengan keputusanku?" tanya Hemdall pada Chaerus dan Gordon.

"aku setuju." Jawab Chaerus cepat.

Sekarang Gordon kalah suara. Ekspresinya semakin menjadi- jadi. Saat dia sudah mencapai puncaknya dia tiba-tiba berdiri dan menunjuk Rian. "kalau dia membuat masalah, kau juga akan menanggung akibatnya." Ancam Gordon.

Gordon meninggalkan ruangan itu setelah mengucapkan ancamannya. Semua yang tersisa membuang napas lega, kecuali aku. Aku masih tidak tau apa yang terjadi di sini. Rian ingin melatihku jadi petarung? Dia ingin aku menjadi dalam perang dunia lain yang baru aku pijaki beberapa jam lalu?

"kamu beruntung Rhea, petarung terbaik yang kami miliki bersedia melatihmu secara sukarela" kata Chaerus mengejutkan ku.

Baruntung?? Aku tidak yakin. Hemdall tampak sudah lebih rileks setelah Gordon meninggalkan ruangan. Sekarang dia sudah menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya. Posisinya sekarang sudah lebih santai.

"satu lagi, Rhea kau tidak masalah kalau tinggal bersama Rian kan?" tanya Hemdall dengan wajah Polos.

Refleks aku dan Rian langsung melepaskan genggaman tangan kami. Apa yang dipikirkan oleh Hemdall saat bertanya seperti itu. Kalau Rian memang saudara kembar Rena, berarti dia seumuran denganku.

"Hemdall, kau pasti bercanda." Kata Rian tidak percaya.

"apa masalahnya? Seperti itu akan mempermudah proses latihannya." Jawab Hemdall ringan.

"kalau bukan denganmu, Rhea akan tinggal di mana?" tanya Chaerus. "dia sekarang sendirian di sini. Kau juga sendiri di rumah."

"itu masalahnya!" selaku. "aku dan Rian ini pria dan wanita remaja normal yang seumuran. Itu inti masalahnya."

"kalau kau tidak mau tinggal bersama Rian, tidak masalah. Kamu bisa tinggal di sini sembari membantu Tania." Hemdall meberikan pilihan yang sangat berat. Tinggal berdua dengan pria yang baru aku kenal hari ini atau tinggal dengan tiga orang kakek-kakek yang salah satuya ingin aku mati.

Aku dan Rian saling tatap. Tampaknya dia pasrah dengan pilihanku.

"kalu pilihannya hanya itu, aku pilih dengan Rian saja." putusku.

Hemdall dan Chaerus tersenyum puas mendengar keputusanku. Bebrapa detik setelah itu Hemdall dan Chaerus erdiri dari dudukannya.

"aku yakin kalian sudah lelah setelah menempuh perjalanan jauh," kata Hemdall. "hari berat akan menunggu kalian." Hemdall dan Chaerus berjalan menjauh.

"satu lagi,"ucapku sebelum mereka meninggalkan Ruangan. "Sekarang namaku Lia, buakan Rhea."

"apakah kau tidak suka dengan nama Rhea?" tanya Chaerus. "padahal aku yang memberikan saran nama itu."

Shit. Dari sekian banyak orang, kenapa salah satu dari mereka yang memberikan aku nama. Aku terdiam tidak berani menjawab.

"sepertinya kamu harus terbiasa dengan nama barumu. Rhea Green Leaf."

Mereka melangkah pergi. Di ruangan itu sekarang tinggal aku dan Rian. Tidak ada yang membuka percakapan selama beberapa detik.

Akhirnya Rian yang mebuka percakapan. "ayo!" Rian berdiri dan menjulurkan tangan kanannya ke arahku.

"kemana?" tanyaku belum mengerti.

"kamu mau istirahat ke rumahku atau kau lebih memilih aku tinggal di sini?" tanya Rian datar.

"oke, fine." Aku menyambut uluran tangan Rian.

Aku berharap tidak ada hal aneh yang terjadi nanti. Aku masih tidak berpengalaman masalah pria. Jangankan tinggal bersama, pacaran saja aku tidak pernah. Aku sudah kehilangan banyak harapan hari ini, semoga harapanku yang satu ini tidak hanya harapan saja.

Rian sekarang berjalan di depanku lagi, memimpin perjalan kami. Mulai sekarang disini aku akan memulai hidup baruku. Aku akan membuktikan kalau orang tuaku tidak sia-sia mendatangkan aku ke dunia ini.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

makasih ya yang udah baca. jangan lupa klik gambar bintangnya, terus di share sama teman-teman yang lain.

sorry kalau beberapa chapter actionnya kurang, Bab selanjutnya bakalan lebih banayak lagi actionnya. ikutin terus ya!!!! 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The ArcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang