Ada Apa Denganku?

49 16 0
                                    

Ternyata film yang kami incar, kima belas menit lagi akan diputar. Acara makan siangnya terpaksa ditunda dulu. Andra bergegas mengantre tiket. Untunglah masih ada tiga bangku kosong dibagian tengah. Ya walau tidak tepat ditengah. Tapi aku cukup bersyukur. Andra memilih duduk disebelah kanan. Dengan alasan, geng abg di sebelahnya meni geulis. Berharap tanpa sengaja abg itu memeluknya ketika sedang ketakutan. Atau minimal, memegang bahunya. Film yang kami tonton hari itu memang bergenre horor. Aku memilih duduk diantara Nina dan Andra. Karena aku agak sedikit penakut. Dan benar saja. Perempuan disebelah Andra sudah mulai ketakutan dan tanpa sadar memegang bahu Andra sambil menutup mata dan wajahnya. Andra tentu saja senang bukan kepalang. Memang itu yang diharapkannya. Kulihat Nina seperti tertawa tertahan. Sementara aku justru sebal melihat Andra seperti itu.

"Maaf Mas, gak sengaja. Maaf ya " abg itu terlihat kikuk. Wajahnya memerah.

"Oh, gak papa kok." Andra senyum-senyum.

"Mba, maaf ya." dia juga meminta maaf padaku.

Apa urusanku. Memangnya Andra siapa. Aku jadi kurang fokus menikmati alur cerita film. Semua ini karena Andra. Aku jadi makin sebal dengan Andra.

"Aaaa..." Aku sangat kaget ketika melihat hantu yang muncul tiba-tiba dilayar sampai aku sedikit berteriak kecil tapi berhasil kutahan.

Aku refleks bersembunyi ke bahu Andra. Persis seperti yang dilakukan oleh abg di sebelahnya barusan. Andra memelukku dengan lembut, mungkin maksudnya untuk menenangkanku. Hal yang tak dilakukannya pada abg itu. Aku jadi merasa kikuk. Buru-buru aku melepaskan diri dari bahunya. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.. Aku tidak mengerti. Bukankah Andra sering memelukku sebelumnya. Nina yang menyadari kejadian itu hanya diam seolah tak melihat apapun.

Film pun berakhir. Tapi masih menyisakan tanya di hatiku. Tentang kejadian tadi. Apa yang kupikirkan. Ada apa dengan diriku. Andra itu sahabatku sejak dulu. Tak mungkin aku.. Ahh..

Perutku sudah mulai keroncongan. Aku baru ingat kalau aku belum makan siang. Sementara hari mulai sore. Tanpa menunggu komando dari mereka berdua. Aku langsung saja berbelok ke restaurant yang menyediakan menu mie ayam, tak jauh dari pintu keluar bioskop. Dulu restaurant semacam ini tidak begitu banyak. Apalagi yang khusus menyediakan mie pedas. Tidak seperti sekarang, bahkan sekarang sedang hits mie ramen asal Jepang dan Korea yang memiliki beberapa level kepedasan. Mereka berdua terpaksa mengikutiku. Padahal aku tahu Andra tidak begitu suka mie ayam. Dan kulihat raut kecewa di wajahnya.

"Sorry ya. Gue udah laper banget." berharap Andra memaklumi.

"Iya deh. Tapi jangan sering-sering racunin gue ya."

"Racun apa sih?"

"Mie instant aja udah pedes. Apalagi ini, mie ayam pake sambel. Cari mati aja."

"Cobain dulu. Disini mie ayamnya enak kok. Gue yang bayar deh mumpung masih nuansa ultah." rayuku.

"Ok deh. Tapi kalo gue sakit lo tanggung jawab ya." Andra sok mengancamku.

Pesanan kami datang. Aku makan dengan lahap. Padahal mie yang kupesan lumayan pedas dengan lima sendok sambal. Nina yang mengambil dua sendok sambal saja sudah kelihatan menyerah. Kulihat Andra masih berusaha menghabiskan mienya dengan susah payah. Padahal aku hanya menaruh satu sendok sambal di dalamnya. Tapi menurutnya itu sudah cukup pedas.

Puas menikmati mie ayam. Aku mengajak mereka ke toko buku. Aku ingin membeli beberapa novel untuk kubaca sendiri sebagai pembunuh bosan bila insomniaku kambuh lagi. Nina dan aku sibuk memilih novel sementara Andra asyik melihat-lihat ke deretan buku musik. Andra memang sangat menyukai musik. Dia adalah gitaris band Indie sewaktu SMA. Mungkin ia rindu dengan hobinya. Yang terpaksa ia tinggalkan dulu demi mengejar cita-citanya ke negeri kanguru.

Aku membeli 2 buah novel best seller. Dan Nina hanya membeli 1 buah. Aku tak melihat Andra, kemana dia? Bukankah tadi ia di rak buku musik. Tapi sekarang...

"Yuk!" Tiba-tiba Andra sudah merangkulku dari belakang.

"Dari mana lo?" tanyaku.

"Bayar ini" Andra menunjukkan kantung berisi buku pilihannya.

Meski agak bingung aku menuruti saja perkataannya. Aku juga sudah lelah dan ingin cepat sampai dirumah. Kali ini Nina yang menyetir mobil. Aku dan Andra duduk di kursi belakang. Entah karena terlalu mengantuk atau apa. Aku tak sadar merebahkan tubuhku ke badan Andra. Aku tidak ingat apapun setelah itu. Mataku terlalu berat.

"Ra, udah sampe." Andra membangunkanku.

Aku mengucek mataku. Dan terkejut ketika menyadari kalau aku tertidur dipangkuannya.

"Sorry, Ndra. Gue ngantuk berat tadi " wajahku mungkin sudah semerah tomat saat ini.

"Gak papa, Ra. Gue tadi juga ketiduran kok. Nina nyetirnya slow banget bikin gue jadi ikutan ngantuk."
Nina hanya tersenyum.

Aku buru-buru masuk ke dalam. Aku merasa tidak enak dengan Andra. Dia memang sahabatku tapi kami jarang sekali kontak fisik seperti itu. Paling hanya sekedar pelukan biasa saja. Tapi entah kenapa aku merasa sangat nyaman kali ini. Ponselku bergetar. Kulihat ada satu pesan bbm dari Dimas.

"Hai Ra." sapanya.

"Hai Dim. Ada apa?"

"Cuman mau kasih tau, besok ada acara dikampus gue. Lo mau ikut?"

"Ya sekalian liat-liat kampus gue. Lo libur kan besok?"

"Hmm.. Gimana ya. Tapi dirumah gue kan ada Andra sama Nina."

"Ya kalo lo mau sih"
"Ok deh, nanti deh gue kabarin lagi "

"Ok, gue tunggu."

Langit Senja & BilurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang