Lima.

45 6 0
                                    

Ia menangis seorang diri sampai akhirnya ia merasakan sebuah kelembutan dipipinya. Ia merasa ada sesuatu yang menghapus air matanya. Kehangatannya menjulur disetiap tubuhnya. Dengan penuh keberanian, Rara mengangkat kepalanya untuk memastikan siapakah orang itu? Jujur, dilubuk hatinya yang terdalam, ia sangat berharap bahwa orang itu adalah Ryan. Ia berharap Ryan datang kembali untuk menghapus air matanya, dan mengatakan bahwa kejadian tadi hanyalah tipuannya.

Ketika Rara berhasil menegakkan kepalanya, sosok itulah yang ia lihat....

"K-kak D-Dira?" Tanya Rara terbata-bata ketika melihat sosok itu. Ia tak percaya kalau itu adalah Kak Dira, Andhira Mahardika. Kakak kelasnya yang tampan namun terkenal cuek dan tak peduli akan wanita. Bahkan ia memiliki julukan yaitu, homo. Kak Dira yang ku ketahui adalah kapten basket di sekolah ini.

"Lo ngapain nangis disini?" Tanya Kak Dira ketika matanya berhasil menatap tajam mata milik Rara.

"Ng-ngg.... Nggak kok kak" jawab Rara masih terbata-bata akibat tangisannya yang tak henti itu.

"Lo nggak punya malu? Atau apa? Ini tempat umum bukan rumah lo. Sekarang kita mau latihan basket tapi keganggu karena suara nangis lo yang berisik itu" jelas Kak Dira. Rara mengira kalau ada malaikat yang berbaik hati menolongnya untuk menghapus air matanya. Dan membawanya pergi dari sini. Nyatanya itu semua berbanding terbalik. Yang ia temui malah Kakak Kelasnya yang angkuh. Padahal ia belum pernah sama sekali bercakap dengan pria ini. Bahkan saling tegur sapa pun belum pernah. Rara hanya tau bahwa pria ini adalah kakak kelasnya yang tampan dan kapten basket. Ya, hanya sekedar itu saja.

"Maaf kak kalau aku ganggu. Maaf kalo semua orang disini risih karena ada aku disini. Aku cuma capek kak. Aku capek. Aku sedih. Aku nggak tau harus apa lagi kak. Aku bener-bener ngerasa down kak. Bahkan sekarang aku makin ngerasa kalo aku ini nggak ada gunanya. Kayaknya semua yang aku lakuin itu salah ya! Bahkan aku nangis pun masih ada aja yang marahin aku. Kalo kakak nggak nyaman atas kehadiran aku, aku minta maaf ka! Aku emang pantes kok dibuang sama semua orang. Atau emang semua cowok itu sama aja brengseknya? Yang nggak punya hati? Iya, kak? Hah?. Apa sekarang lagi trend ya cowok seenaknya sama cewek? Seenaknya mainin cewek! Iya kak?" Jawab Rara berapi-api. Tangisannya pun kembali pecah. Kali ini tangisannya beradu dengan emosinya. Entah mengapa tiba-tiba ia jadi emosi seperti ini. Bahkan ia sudah tak bisa berpikir jernih lagi, terbukti ia malah melampiaskan emosinya kepada orang yang sekarang telah berada di hadapannya ini.

Kak Dira tetap terlihat santai seperti tak ada beban. Ia berlagak seperti tak ada masalah apapun. Ia hanya diam melihat wanita didepannya itu meluapkan segala emosinya. Bahkan ia hanya terdiam ketika melihat wanita itu menangis semakin derasnya.

Terjadi keheningan diantara mereka berdua. Hanya suara tangisan Rara-lah yang mengisi keheningan diantara mereka berdua. Entah Rara sudah benar-benar tak tahu malu atau memang ia sudah tak mampu menahan rasa sakitnya ini. Karena kini tangisannya semakin keras, padahal banyak anak-anak basket yang sedang latihan. Alhasil Rara telah menjadi pusat perhatian oleh anak-anak basket itu.  Terlihat pula Ryan yang hanya melihat Rara dari kejauhan. Ia tetap melakukan latihannya tanpa mempedulikan tangisan Rara. Ia hanya melirik kearahnya sesekali.

Tiba-tiba saja Kak Dira merangkul Rara dan menyeretnya menjauh dari lapangan basket bersamanya. Tidak ada penolakan dari Rara. Ia hanya pasrah ketika dibawa oleh lelaki bertubuh jangkung itu.

Ternyata Kak Dira membawanya ke parkiran sekolah. Ia menuju sebuah mobil berwarna hitam yang terparkir disana. Ia membukakan pintu lalu mendorong tubuh Rara pelan kedalam mobilnya itu. Rara hanya langsung menunduk ketika sampai didalam mobil itu. Kak Dira pun ikut masuk dan duduk dikursi supir.

"Lo itu bodoh atau apa sih? Lo rela ya malu-maluin diri lo sendiri didepan banyak orang? Bahkan didepan orang yang udah nyakitin lo?" Tanya Kak Dira ketika keduanya sudah berada di dalam mobil. Entah ia tau dari mana apa penyebab Rara menangis saat itu.

"Hikss.... Hikss......" Rara tidak menjawab pertanyaannya. Melainkan malah tetap menangis tersendu-sendu. Tangisannya justru semakin pecah.

"Sumpah, udah dong berenti nangisnya! Berisik banget lo. Gue tinggal juga nih ya!" Bentak Kak Dira. Ia terlihat frustasi melihat wanita disebelahnya tak kunjung berhenti menangis.

Rara sempat terdiam sejenak. Ia mengatur kembali deru nafasnya baik-baik. Sambil sesekali ia menepuk-nepuk dadanya pelan. Setelah merasa sudah lumayan cukup, Rara pun angkat suara.

"Kak, bahkan aku sama sekali nggak minta kakak untuk ajak aku kesini. Aku nggak minta tolong sama kakak. Aku sama sekali nggak minta kakak untuk temenin aku. Kalo kakak mau pergi ya silahkan aja pergi" jawab Rara terlihat kesal.

"Anjir. Iya bener juga, buat apa gue nolongin ini cewek? Damn it. Sekarang malah gue yang malu" batin Alif dalam hati.

"Gue cuman risih aja liat lo nangis dipinggir lapangan. Lo pikir itu nggak ganggu anak-anak yang mau latihan basket? Hah!?" Jawab Dira dengan penuh keyakinan.

"Aku minta maaf kalo aku ganggu kalian latihan. Yaudah kalo gitu aku pamit kak, aku mau pulang aja" jawab Rara sendu, sambil bergerak membuka pintu mobil Dira.

Tiba-tiba saja Dira menekan tombol automatic lock dari posisinya.

"Lo mau kemana?" Tanya-nya datar.

Entah Rara tak mengerti apa maunya orang ini.

"Mau pulang, kak. Tolong bukain pintunya" pinta Rara sungguh lirih. Kini sepertinya ia benar-benar kehabisan tenaga. Ternyata menangis membuat tenaganya cukup terkuras.

"Nanti aja pulangnya. Gue ambil barang-barang gue dulu di lapangan basket" jawab Dira santai.

"Nggak ah, kak. Aku capek, mau pulang"

"Yaudah istirahat dulu aja bentar disini. Nanti pulangnya gue anter. Lo puas-puasin deh nangis disini, asal jangan dipinggir lapangan. Nih kalo lo butuh tissue" perintah Dira sembari memberikan satu kotak tissue yang ada di mobilnya.

"Gue kedalem dulu sebentar. Tunggu disini jangan kemana-mana" lanjutnya lagi. Seketika ia membuka pintu dan meninggalkan wanita itu di dalam mobilnya. Entah apa yang ada dipikiran Dira saat itu, sampai ia mau menolong wanita yang bahkan belum ia kenal dekat.

*****

Dira pun kembali ke lapangan untuk mengambil barang-barangnya. Sekaligus izin pamit kepada teman-temannya terlebih dahulu.

"Guys, kumpul bentar ke tengah lapangan" perintah Dira kepada teman-temannya. Jangan lupakan bahwa dirinya adalah ketua sekaligus kapten basket di sekolah ini. Jadilah ia yang harus bertanggung jawab kepada teman-temannya.

"Gue ada urusan mendadak jadi harus balik. Kalian tetep lanjutin aja latihannya. Sementara digantiin dulu sama Eric" jelas Dira sambil melangkahkan kakinya menuju parkiran. Tapi, tiba-tiba saja langkahnya terhenti ketika seseorang angkat suara.

"Haha. Urusan mendadak?" Tanya seseorang itu, yang berhasil membuat langkah Dira sukses terhenti. "Jadi sekarang lo lebih pilih ngurusin cewek nggak penting, dibanding team lo ini?. Ck ck" sambungnya lagi.

Dira yang mendengar suara itu hanya menghiraukannya lalu berjalan kembali meninggalkan lapangan basket.
Ya, orang itu adalah Ryan.

*****

Dira pun masuk kedalam mobilnya dan mendapati Rara yang tengah tertidur pulas dikursinya. Kepalanya tersender di kaca jendela, dan wajahnya menghadap ke kanan. Dengan begitu Dira leluasa memandangi wajah indah Rara.

Dira menatapnya dalam-dalam. Ia memperhatikan setiap inci dari wajahnya. "Diliat-liat, lo cantik juga, Ra" batinnya. Sambil memasangkan safety belt ditubuh Rara.

Lalu Dira pun menyalakan mesin mobilnya dan menuju ke suatu tempat.

*****

INFIDELITY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang