Ternyata Dira mengajak Rara ke salah satu mal di daerah Jakarta. Ia memarkirkan mobilnya tepat di basement mal tersebut.
Dira pun membangunkan gadis disebelahnya dengan pelan.
"Ra, bangun, Ra" ucapnya sambil menggoyangkan bahu Rara."Ngg... Hhoaaahmmm" jawab Rara sambil menguap. Sepertinya dirinya belum sepenuhnya sadar. Ia hanya mengerjapkan matanya lalu kembali tidur.
"Jir, kebo banget sih. Bangun lah!" Ucap Dira lagi, namun kali ini ia agak menaikkan nada ucapannya sambil menggoyangkan bahu Rara agak kencang.
"Duuuuh! Apaan sih!?" Jawab Rara sambil mencoba mengenyahkan tangan Dira dari bahunya. Ia membenarkan kembali posisi tidurnya.
"Terserah lo deh. Kalo mati kehabisan nafas disini jangan salahin gue ya!" Kata Dira sambil melepaskan safety belt miliknya, lalu membuka pintu mobilnya dan keluar meninggalkan Rara didalam sana.
Rara yang saat itu sadar bahwa dirinya mulai kepanasan akibat tidak ada udara, akhirnya pun bangun dari tidurnya. Ia panik ketika melihat bahwa dirinya hanya seorang diri dimobil itu. Lelaki yang tadinya sedang menyetir disebelahnya kini telah menghilang.
Dengan cepat, Rara pun membuka pintu mobil tersebut. "Huhhhh, untung nggak dikunci" batinnya.
Dengan langkah kesal, ia keluar dari mobil tersebut menuju kedalam mal. Ia ingin segera memaki lelaki itu habis-habisan jika bertemu dengannya. Bayangkan saja, bagaimana jika dirinya mati didalam sana karena kehabisan oksigen?. "Dasar laki-laki nggak punya otak" batinnya lagi.
Tiba-tiba saja, Rara melihat sosok lelaki yang ia cari sedang berdiri tegak sambil menyilangkan kedua tangannya di depan pintu masuk dari basement. Terlihat lelaki itu hanya berdiri santai sambil sesekali menghisap kembali rokok yang digenggamnya.
"Udah puas tidurnya?. Lama!" Kata lelaki itu angkuh, sambil membuang rokoknya ke aspal lalu menginjaknya supaya mati.
"Gila ya lo! Lo mau bunuh gue kak? Kalo gue mati karena kehabisan oksigen gimana!?" Bentak Rara ketika ia bertemu dengan Dira.
Orang yang diajak bicara malah meninggalkannya begitu saja. Dira malah berjalan masuk tanpa menghiraukan ocehan Rara sedikitpun.
"Woi! Lo dengerin gue nggak sih kak?" Oceh Rara lagi sambil mencoba menyamakan langkah kakinya dengan lelaki tersebut.
Dira tetap terdiam tanpa berkata sepatah katapun, namun kakinya tetap melangkah masuk kedalam mal tersebut.
"Ishh" gumam Rara.
"Kak, kita mau ngapain sih? Aku kan bilang tadi mau pulang" ocehnya lagi.
Namun Dira tetap melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan Rara.
"Kak Dira!" Bentak Rara menaikkan nada suaranya. Kali ini Rara berdiri tepat didepan Dira berhadapan, yang membuat lelaki tersebut terpaksa harus menghentikan langkahnya.
Tiba-tiba saja matanya tak sengaja bertemu dengan mata lelaki itu. Mereka berdua bertatapan cukup lama. Sampai akhirnya Dira angkat suara.
"Apa?" Tanya nya santai dengan suaranya yang berat itu.
"Ngg... T-tadi kan aku bilang mau pulang. K-kenapa malah kesini?" Jawab Rara malah jadi terbata-bata.
"Ada yang mau gue cari dulu bentar" kata Dira sambil melanjutkan kembali langkahnya.
Ternyata Dira menuju ke toko buku di mal tersebut. Ia mulai menuju ke tempat alat-alat tulis yang berada di sebelah kanan toko teraebut. Ia memilih-milih berbagai macam jenis pensil yang Rara tidak tahu untuk apa seorang Dira membeli peralatan tersebut. Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada Dira. Ia lebih memilih untuk diam dan melihat lelaki itu membeli perlengkapan yang ia butuhkan.
Kini Dira menuju kesebuah rak yang berisi kumpulan sketch book. Ia membeli dua buah dan memasukkannya kedalam tas belanjaan. Setelahnya ia langsung menuju kasir untuk membayarnya. Sedangkan Rara hanya diam dan mengikuti kemana lelaki itu bergerak, seperti ekornya.
"Laper nggak?" Tanya Dira ketika mereka berdua sudah keluar dari toko buku tersebut. Dira menenteng kantung plastik yang berisi pensil dan sketch booknya itu.
"Nggak" jawab Rara singkat. Ia mengalihkan pandangannya dari wajah Dira. Entah apa yang membuatnya jadi salah tingkah begini. Tiba-tiba saja ia tak sengaja melihat sosok yang ia kenal. Rara langsung mendekat kearah sosok itu untuk memastikan dugaannya. Ternyata dugaannya benar, bahwa sosok yang ia lihat adalah Ryan. Ya, Ryan bersama wanita lain. Terlihat mereka berdua sedang tertawa bersama. Tak jarang Ryan mengelus rambut wanita itu pelan.
Rara yang melihat kejadian itu seperti hatinya tertusuk ribuan pisau. Sakit. Bahkan ia tak mampu membayangkan jika nantinya Ryan akan bersama dengan wanita itu selamanya. Rara hanya diam mematung menyaksikan kejadian itu, namun ekor matanya tak berhenti menatap setiap inchi dari pergerakan mereka berdua. Dira yang melihat kejadian tersebut dari kejauhan langsung bergerak memghampiri Rara.
"Ayuk pulang" kata Dira sambil menautkan tangannya ke pergelangan tangan Rara. Ia menggenggam tangan Rara sambil menuntunnya kembali ke basement.
Tak ada penolakan dari Rara.Rara hanya diam. Ia berjalan bagaikan robot yang dikendalikan oleh remote control. Tatapannya kosong, hanya lurus kedepan tanpa mempedulikan sekitar. Bahkan tak jarang ia menundukkan kepalanya. Dira merasa sangat bersalah karenanya Rara harus melihat kejadian itu.
Sebenarnya Dira tidak bermaksud demikian. Bahkan ia tak tahu jika Ryan berada di mal ini juga. Karena yang ia tahu bahwa Ryan masih berlatih basket di lapangan sekolahnya tadi.
*****
"Sorry, Ra" ucap Dira ketika mereka berdua sudah sampai di dalam mobilnya. Rara terlihat sangat murung setelah kejadian tadi.
"Hikkssss" isak tangis Rara kembali pecah. Namun tak sekencang sebelumnya. Ia hanya menundukkan kepalanya dan terlihat beberapa kali sedang mencoba memghapus air matanya.
Jujur, Dira tak tahu harus berbuat apa lagi. Ia merasa sangat bersalah karena telah membuat wanita itu harus menangis lagi. Ia benci melihat wanita menangis.
"Udah lah, Ra. Ngapain sih nangisin cowok macem dia?" Akhirnya Dira mencoba angkat suara.
"Kak, masalahnya dia bukan cuma sekedar pacar buat aku. Dia itu bagaikan temen, sahabat, keluarga buat aku. Aku udah lama pacaran sama dia. Bahkan keluarga kami pun udah sama-sama kenal" jelasnya sambil mencoba mengatur deru napasnya. Ia sambil membayangkan masa lalunya bersama Ryan. Dimana dulu semuanya masih terasa indah dan bahagia.
"Tapi sekarang coba kakak bayangin, dia ninggalin aku dan malah pergi sama cewek lain. Bahkan baru tadi sore dia mutusin aku kak. Apa secepet itu dia dapet pengganti aku?. Apa secepet itu dia lupain aku?". Lanjutnya lagi. Kini ia tak kuasa menahan tangisnya. Pikirannya hanya tertuju pada bayang-bayang Ryan.
"Gue nggak tau ini bakal berhasil atau enggak. Tapi biar gue coba ya" tiba-tiba saja Dira mendekatkan tubuhnya kearah Rara. Ia memeluk Rara, mendekapkan tangannya erat-erat pada tubuh Rara. Sesekali ia mencoba mengelus rambut Rara pelan.
Rara tak mampu menolaknya. Ia tenggelam dalam suasana ini, ia merasa nyamam berada dipelukan Dira. Ditambah lagi wangi parfum Dira yang menambah kenyamanan ditubuhnya.
Dan disatu sisi, Dira pun merasa bahagia. Jantungnya berdegup kencang. Ia tak pernah melakukan ini sebelumnya. Ia tak pernah memeluk wanita lain selain keluarganya.
Kini keduanya hanya diam dalam pelukannya masing-masing. Terhanyut dalam pikirannya masing-masing.
*****
Halo!💞
Maafkan baru sempet update sekarang:(
Maafkan kuliahku yang sibuk:(
Hehe.
Semoga kalian masih suka ya utk baca cerita ini😂.
Jangan lupaa diklik tombol ⭐️ nya kalo kalian suka!
Gomawooo☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
INFIDELITY.
Teen FictionApakah hubungan ini seolah-oalah hanyalah lelucon bagimu? Bertahun-tahun bersama namun hanya hitungan bulan bagimu? Entah apa yang membuatmu pergi, saat ada ratusan cara untuk tetap tinggal. Apakah kekuranganku yang akhirnya meruntuhkan kesetiaanmu...