Like a last breath you would breathe
You were like home to meI Know You Care - Ellie Goulding
💧💧💧
Jika ditanya tentang mata pelajaran yang membosankan, maka dengan senang hati murid XI IPS 3 SMA Bakti Pertiwi akan menjawab 'Sejarah'. Saat pelajaran berlangsung, alih-alih memperhatikan guru, mereka justru memiliki kegiatan lain yang lebih menarik.
Lihat saja, saat ini jam pelajaran ke-tiga. Di tengah kelas, tepatnya di baris kedua meja nomor tiga, seorang siswa sudah hanyut dalam mimpi. Wajahnya ia tenggelamkan pada kedua tangan, yang terlihat hanya rambut hitam cepaknya. Doakan saja di mejanya tidak ada pulau sepanjang jalan kenangan kalau dia bangun nanti.
Tak jauh berbeda, teman sebangkunya justru sibuk memainkan handphone. Jempolnya tidak berhenti menyentuh layar. Bahkan kadang laki-laki itu mengumpat pelan. Ia sama sekali tidak peduli pada sekeliling.
"Main game apa?" tanya suara bariton yang tidak ia pedulikan.
"Slither.io," jawab Fajar masih fokus memainkan jempol, menjaga ularnya agar tak menabrak ular lain.
"Seru tuh."
"Iyalah, daripada dengerin Pak Muji ngejelasin. Suntuk gue," cibirnya pelan
"Kalo gitu, Pak Muji boleh ikut main nggak, Fajar?"
Fajar merasakan sesuatu yang tidak lazim. Bulu kuduknya berdiri. Mungkin saja yang bertanya padanya sebenarnya adalah setan penunggu kelas? Atau sebenarnya waktu telah berhenti dan dia tak lagi di bumi? Bisa jadi alien menculiknya.
Tak berani menoleh, Fajar hanya diam dan meletakkan ponselnya.
"Kiamat," gumam Fajar pelan.
Semua mata di kelas rasanya tertuju padanya sekarang. Fajar tau ia tampan, tapi tak biasanya teman-teman--semua temannya--menatapnya seperti itu.
"Kok, ditaruh lagi handphone-nya? Kan 'Pak Muji' mau pinjem," ucap Pak Muji, guru Pelajaran Sejarah penuh penekanan.
Please, Tuhan ... kasih meteor jatuh ke halaman sekolah detik ini juga.
Diam-diam Fajar berdoa, sambil dengan perlahan membalikkan badan.
Ini lebih serem dari setan atau alien.
"Anu, Pak ... jangan, nanti saya kesaing mudanya kalo bapak juga main."
Fajar mendongak dan mendapati muka Pak Muji yang merah padam karena ucapannya.
Alamat gagal jajan mie ayam.
Batin Fajar berteriak berbarengan dengan perutnya.
"Ha-ha," ledek Pak Muji, "Lucu. Fajar berdiri di depan kelas sambil tersenyum ya," titah Pak Muji.
"Lah, kenapa sambil senyum pak?
"Karena guyonanmu lucu, tapi tidak ada yang tertawa di sini. Setidaknya sampai jam istirahat kamu bisa menertawakan dirimu sendiri."
Tawa seluruh kelas menggema, membayangkan Fajar tersenyum sepanjang satu jam pelajaran. Pasti pegal.
Fajar melangkah ke depan kelas, melupakan fakta bahwa sahabatnya akan menjadi korban selanjutnya.
Benar saja, tak jauh berbeda, teman sebangku Fajar mendapat 'kejutan' di tengah tidur manisnya. Tak terelakkan lagi, Pak Muji selalu pintar mempermalukan siswanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Tentang Hujan
Teen Fiction[BOOK 1, PART DIHAPUS] [TERBIT 2 APRIL 2018] Senja itu kosong. Ia adalah bahasa dalam catatannya. Bibirnya adalah pena, luas hatinya adalah aksara. Hujan adalah perantaranya. Fajar itu hangat. Ia adalah riuh dalam tenangnya samudera. Kalimatnya ada...