Rinai 5

233K 18.4K 1K
                                        

You were looking at me like you wanted to stay.

Perfect Strangers - Jonas Blue

💧💧💧

Pelajaran kosong, bisa dibilang surganya para siswa. Kelas XI IPS 1 tampak riuh. Beberapa sibuk dengan handphone, lainnya lagi mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Di saat seperti ini akan terlihat contoh simbiosis parasitisme dari si malas pada si rajin.

Senja termasuk dalam kategori si rajin, dan Esa termasuk dalam kategori si malas. Mereka saling melengkapi. Seperti sekarang, saat Senja selesai, Esa akan mulai menyalin tugas Senja. Persahabatan yang unik.

"Jadi ceritanya gitu." Senja meremas ujung roknya. Duduknya tidak tenang setelah menjelaskan bagaimana dia bisa membawa jaket jeans laki-laki ke sekolahan.

Niatnya sih mau dikembalikan, tapi Senja lupa kalau temannya yang super kepo bakal penasaran.

Esa menaruh pena hitamnya, melupakan lembar tugas yang sedang dia kerjakan, membiarkan kertas itu berserak di meja. "Jadi lo sekarang masih pake nanya ke gue harus balikin sendiri apa ditinggal aja di mejanya?"

Senja menggigit bibirnya gugup dan mengangguk. Membayangkan wajah Fajar saja sudah membuatnya lemas, apa lagi menemuinya duluan.

"Senja, rumus yang lo apalin semaleman terbukti nggak berguna sekarang." Esa mengangkat alisnya mantap. Tatapan cewek itu mengintimindasi.

Kali ini Esa benar.

Selama ini Senja memang selalu berkata bahwa ilmu pengetahuan bisa menjadi solusi atas segalanya. Tapi detik ini juga teorinya hancur oleh seorang Fajar.

Ternyata ada hal yang tidak bisa dipecahkan oleh pelajaran yang ia perjuangkan, mereka menyebutnya rasa. Hal tak kasat mata yang mudah terbolak-balik alurnya.

Tidak ... Senja tidak berani menyebutnya cinta. Otak realistisnya membantah mati-matian apa itu cinta pada pertemuan pertama. Ya ... walau hatinya bersorak-sorai setiap mengingat mata kopi itu, atau aroma maskulin yang sejak pertama mereka bertemu masih sangat melekat di otak Senja.

Eh? Kok jadi ngebayangin gini?

"Sekarang lo ke kelasnya." Esa meraih jaket yang Senja simpan di lacinya. Aroma maskulin itu menguar. Efeknya masih sama, debar yang tak pernah bisa Senja kendalikan. "Nih, lo kasih ke dia."

Senyum Esa mengakhiri kalimatnya.

***

Hari ini cerah, tapi rasanya yang Fajar inginkan hanya hujan dan kasur. Yah ... walaupun Fajar membenci hujan. Tapi membayangkan selimut hangat membungkus badannya, juga dingin hujan membekap tubuhnya ... sungguh bagaikan nikmat dunia.

Pengen bolos rasanya.

Mood Fajar hancur, motornya di bengkel dan seperti seharusnya ... dia kena omel Ayahnya. Paginya jadi tergesa, naik mobil membuatnya terjebak macet Jakarta.

Ini kenapa gue lebih suka naik motor, nggak macet. Kalo panas kepanasan, kalo ujan keujanan ... nah itu juga alasan gue nggak suka ujan.

Satu ... dua ... tiga. Fajar menghitung kesialannya.

Catatan Tentang HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang