Bagaimana Jika...

107K 5.3K 1.2K
                                    

Fajar tenggelam dalam pop corn dan drama korea yang diputar di depannya. Kadang cowok itu mengernyit lalu tertawa sendiri. Namun, kadang juga bibirnya berceloteh tidak jelas karena adegan yang dianggapnya gila.

"Habis ketabrak bangun, habis ketembak senyum. Stress!" Satu pop corn Fajar lempar ke layar laptop, hingga jitakan keras melayang ke kepalanya.

"Buset! Sakit tau!" Mata cowok itu membulat sempurna, tapi yang ditatapnya membalas lebih bengis dari yang dia duga.

"Apa? Kalau nggak mau nonton diem dong!" Gadis itu melipat tangan di depan dada, wajahnya ditekuk, membuat Fajar mengatupkan bibirnya.

"Ampun, Nona." Jari Fajar terangkat menarik garis lurus di bibirnya. Seolah di sana ada resleting tak kasatmata.

Kesal, Senja memilih mematikan laptop. Lebih baik dia menonton drama itu sendiri, daripada harus merusak mood karena suara cempreng Fajar.

"Loh... loh. Kok dimatiin?" Fajar menaruh pop corn-nya di meja. "Ngambek?"

Senja tak acuh. Gadis itu justru menyandarkan diri di punggung sofa. Beberapa kali ekor matanya melirik Fajar yang menatapnya seperti anak monyet yang meminta gendong ibunya.

Gadis itu mendecih lalu mengambil ponsel berwarna putih di sakunya. Ia membuka satu aplikasi yang penuh dengan tulisan. Senyum Senja sesekali mengembang, lalu jemarinya bermain di atas layar.

"Ngapain sih." Fajar menempatkan diri di sisi Senja, mencoba mengintip tapi Senja keburu menyimpan ponsel itu. "Liat!"

"Nggak boleh! Kepo!"

Sekarang gantian Fajar yang melipat kedua tangan di depan dada. Bibir cowok itu komat-kamit kesal.

"Lagian itu kan bukan HP kamu! Masa aku liat aja nggak boleh?"

Telunjuk senja maju, seolah memperingatkan Fajar kalau itu bukan urusannya. Tapi yang terjadi justru Fajar yang menggigit tangan Senja karena kesal.

"Aw! Sakit! Kalau rabies gimana?"

Senja mengibas-ngibaskan tangan sambil mendecih pelan.

"Siniin HPnya!" Fajar maju tepat saat dering ponsel itu terdengar.

Dengan sigap Senja bergeser membuat Fajar kaget kehilangan keseimbangan. Gadis itu terkekeh saat Fajar sukses mendarat di lantai ruang tamu. "Sukurin."

Fajar melenguh kesakitan, sedang Senja justru terpaku pada layar. Tak lama matanya membulat dan detik selanjutnya gadis itu sudah berlari ke arah ruangan dengan pintu kayu yang tertutup rapat.

"Buka!!! Urgent nih!!!" Senja mengetuk pintu itu beberapa kali.

Fajar menyusulnya, meminta penjelasan tapi Senja hanya bisa menunjukkan layar ponsel yang ia pegang. Tangan gadis itu mengibas, seolah kepanasan, padahal AC di ruangan itu sudah di suhu paling rendah.

Mata Fajar menyipit, membaca setiap aksara yang tertulis di sana tanpa mengedip.

"DEMI MIE AYAM EMAK KANTIN YANG KURINDUKAN!!!" Fajar melakukan hal yaang tadi Senja lakukan. Menggedor pintu yang dikunci dari dalam. "Buka atau gue ambil linggis!"

Erangan menyahut, membuat Fajar berteriak lebih keras. "Lo mati apa gimana sih! Bangun dulu! Penting!!!"

Tangan Senja gemetaran, sampai akhirnya suara langkah yang terseok terdengar. "Ganggu aja ih ganggu. Nggak tau gue mau mati gara-gara begadang buat revisi apa?"

Pintu terbuka, memunculkan sosok gadis dengan rambut berantakannya. "Apa?!" semburnya galak.

Fajar melipat tangan di belakang, mendadak takut digigit sosok yang ada di depan. Dia menyenggol Senja yang masih sibuk mengatur napasnya. Tatapan mereka beradu, saling memaksa agar satu di antara menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kalau nggak ngomong, gue balik tidur lagi nih!"

"Eh jangan!"

Senja mengulurkan ponsel putih yang ia pegang ke gadis itu. Lebih tepatnya, mengembalikan kepada yang punya.

"Baca, anu, ada WA... tadi... ah baca aja."

Satu alis gadis berambut acak itu terangkat. Ia mendengkus sebelum akhirnya mengecek isi ponselnya.

"Ini dari penerbit!!!" Ia menatap Senja dan Fajar yang terlihat mengangguk senang. Bibir gadis itu menggumamkan kalimat yang dia baca. "Nin, rencana ini bakal.... Oh Tuhan, astaga... astaga."

Nindya memeriksa jantungnya yang sepertinya sudah tidak berada pada tempatnya. Ponselnya terjatuh dan badan gadis itu lemas seketika. "Gue masih di bumi kan?"

"Tenang! Tarik napas, keluarkan, tarik--" Kalimat Fajar terpotong begitu saja oleh Senja.

"Dia nggak mau melahirkan, tolol!"

Sepasang itu sibuk bertengkar sampai akhirnya Nindya membentak mereka dan menyuruh diam.

"Kalian berisik! Mau mati gara-gara bahagia nih gue!"

Serempak Senja dan Fajar melotot ke arah gadis itu. "HEH! PANTANG MATI SEBELUM TERBIT!" seru Fajar dan Senja bersamaan.

Nindya mengerjap. Benar, dua anak kesayangannya itu benar. Ia memejam mengingat Langit yang sedang piknik. Sepertinya ini kabar baik, tapi tetap saja, gadis itu harus meminta pendapat pada orang-orang yang paling berpengaruh pada hidupnya.

"Gue mau bilang ke mereka!"

Senja dan Fajar lagi-lagi menjawab bersamaan. "Serius?"

Tanpa kata, Nindya mengangguk. Dia mulai membuka aplikasi berwarna oranye di ponselnya, tempat di mana dia menumpahkan segalanya. Dia mulai mengetik beberapa kata. Panjang, dengan senyum mengembang sesekali.

Senja dan Fajar kini sudah berdiri di sisi kiri dan kanan Nindya. Mereka sibuk menambahkan kata-kata dan berkomentar tentang apa yang ditulis Nindya.

"Udah! Mantap! Gue butuh jawaban mereka, soalnya suara mereka gue anggep berharga!"

"Setuju! Mereka pacar-pacar gue!" jawab Fajar yang sukses membuat Senja terbatuk sengaja. "Eh... mereka kesayangan. Tapi Senja cuma satu-satunya cinta Fajar." Fajar menggaruk tengkuknya.

"Udah, nih... bacain buat mereka. Mereka bakal seneng kalau Fajar yang bacain."

Sejenak Fajar melirik Senja, gadis itu hanya mengangkat alis dan mengangguk.

"Oke! Ini nih..., kami cuma mau ngasih tahu, jika tidak ada halangan, Catatan Tentang Hujan rencananya akan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo pada Februari 2018."

"HOREEE." Senja dan Nindya menabur bunga di atas kepala Fajar, sedang Fajar sibuk bertepuk tangan.

"Dan... kami cuma ingin tahu. Apa pembaca sekalian menghendaki Pre Order untuk edisi spesial, atau kami langsung saja drop di toko buku?"

Senja dan Nindya mengangguk membenarkan.

"Jadi..., tolong komen di bawah ini, haruskah kami Open PO dengan bonus tanda cinta berupa mie ayam dari Fajar... atau kalian lebih tertarik untuk membelinya langsung di toko buku."

"Nah! Komen yaa! Terima kasih!" Nindya memberikan ciuman sayang.

💧💧💧

Mana yang kalian pilih?

1. PO Edisi spesial bonus foto mie ayam, karena kalo bonus Fajar si Senja bakal ngamuk nggak keruan.

2. Beli langsung di toko buku dan besi dan bangunan terdekat.

💧💧💧💧

Ditunggu jawaban kalian 😗😗😗😗😗😗
P.s kalau PO nanti dapet cap 3 jari author juga. Mantap kan. 👌👌👌👌👌

P.s.s Pengiriman untuk PO pasti lebih dahulu daripada drop di toko buku.

Begitu ajaa. Yang belim pilih, jangan lupa pilih. Jangan pilih aku, soalnya aku punya doi.

Love,

A.

Catatan Tentang HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang