Prolog

8.6K 388 22
                                    


Britania– 1714

Arthur mengayunkan pedangnya yang berlumuran darah tanpa ampun– menebas kepala- kepala lawannya. Sebenarnya, ia lebih suka melakukannya tanpa alat bantuan, tapi hal itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama untuk memisahkan leher ratusan pembelot sinting yang ada di depannya saat ini.

Arthur menghirup udara yang di penuhi bau anyir darah manusia dan matanya berubah menjadi semerah darah, dipenuhi nafsu membunuh dan rasa lapar. Arthur masih terus menunggangi kudanya sampai mendekati sebuah gereja tua yang terlihat menyedihkan. Ia turun dari pelananya lalu memasuki gereja itu.

"keluarlah dari tempat ini, iblis sepertimu terlalu kotor untuk memasuki tempat suci ini!" teriak pria beruban dan bertubuh gempal dengan garang. Arthur memamerkan senyuman licik dan taringnya, mengancam.

"Kembalilah ke neraka!" teriak pria itu lagi.

"tentu saja, tapi kau akan ikut denganku" ucap Arthur dengan tenang lalu menerjang pria beruban itu dan menghisap habis darahnya.

"Semoga kau di berkati" Arthur berdecak lalu melesat keluar dari gereja dengan seringaian puas.

"Your Majesty," Arthur membalikan tubuh dan mendapati salah satu prajuritnya sedang membungkuk memberi hormat. Arthur melambaikan tangan, mengisyaratkannya untuk berdiri.

"apakah anda akan menyisakan satu orang untuk di interogasi?" tanya tentara itu. Wajahnya tertunduk, memandangi genangan darah yang menghitam bercampur tanah.

"tentu saja, pilih dengan baik, aku sendiri yang akan melakukan interogasinya" ucap Arthur lalu melesat naik keatas pelananya.

***

Arthur menatap wanita didepannya dengan tajam. Penyihir, ia tau itu dengan pasti dari fisik wanita itu dan baunya yang mengerikan.

"bunuh aku dan lihat jika aku peduli!" Wanita itu berdesis. Arthur menatap wanita itu dengan datar. Penyihir tidak berbahaya selama ia dikurung dalam ruangan khusus, sebuah ruangan yang semuanya diselimuti besi, tanpa sedikitpun akses dengan dunia luar.

"sayangnya, aku tidak akan memberikanmu kemudahan seperti itu, manis" Arthur tersenyum, kemudian mengeluarkan cambuknya.

"katakan padaku kenapa kalian menculik kaum kami dan menjadikan kami tumbal?" Arthur menahan nada suaranya agar tetap dingin dan datar, mesikpun yang saat ini ia inginkan hanyalah mencabik- cabik penyihir didepannya. Tidak akan ada yang boleh menyakiti kaumnya! TIDAK AKAN!

"Mors ad lamia!"

Kematian bagi vampir

"jawaban yang salah!" Arthur melecutkan cabuknya ke punggung wanita itu, membuat wanita itu berteriak meronta- ronta.

"Jawab aku!" Arthur kembali melecutkan cambuknya, mengotori tembok dan kemeja Arthur dengan noda darah kehitaman.

"bangsa vampir harus musnah!" Penyihir itu tertawa nyaring, membuat Arthur melempar cambuknya dan menampar penyihir itu hingga darah keluar dari mulutnya.

"ini kesempatan terakhirmu, penyihir" Arthur menusuk dada penyihir itu dengan tangannya, dan mencengkram jantungnya.

"dan aku mengutukmu. Kau akan sendirian sepanjang hidupmu, sahabatmu dan orang yang kau sayangi akan mati atau mereka akan gila karenamu, dan setelah itu bangsa vampir akan musnah dan kegalapan akan datang" Penyihir itu tertawa dan menyentakan tubuhnya menjauh dari Arthur. Arthur menatap jantung yang ada ditangannya dengan ngeri.

Ia telah dikutuk.

The Kings Hearts #1 (Cursed Castle Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang