Date [Yoongi X Sena]

102 8 0
                                    

Sejak tadi kursor di lembar kerja Word-ku hanya berkedip-kedip konstan. Mataku sedang tidak menatap ke sana. Karena pikiranku tiba-tiba disedot oleh seseorang yang duduk di hadapanku sekarang.

Salahkan laptopku yang terlalu kecil sehingga tidak layak disebut laptop.

Aku bisa melihat cairan merah mengalir indah dari lubang hidungnya.

Anehnya, bukannya menawarkan tisu atau semacamnya, aku justru hanya diam seperti seorang psikopat yang menonton korbannya mati perlahan.

Dia mulai membuat gerakan gaduh. Buru-buru mengambil sapu tangan dari sakunya guna menyeka kulit antara hidung dan bibirnya yang sudah penuh oleh darah. Kemudian dia menggulung sapu tangan itu dan dimasukkan ke lubang hidung sebelah kirinya.

Matanya yang dikekang oleh kacamata bulat, bergerak menatapku.

Kami saling bertatapan selama beberapa menit tanpa saling bicara.

We don't talk anymore ~ we don't talk anymore ~ we don't talk anymore like we used to do~

Mendadak lagu itu terdengar begitu saja di café mahasiswa yang kami tempati ini.

Buru-buru mata sipitnya berpaling pada bukunya kembali.

Aku menghela napas.

"Hei, kau tidak apa-apa?"

Dia menatapku lagi. Hanya sebentar sebelum kembali menatap bukunya. Kurasa bukunya itu jauh lebih menarik daripada aku.

"Aku baik-baik saja."

Tapi kurasa dia tidak baik-baik saja. Darah mengalir turun dari lubang hidung kanannya. Sayangnya dia tidak menyadari itu.

Aku pun segera merogoh saku, mengeluarkan selembar tisu yang kusembunyikan di sana. Mengangkat tubuh sedikit, menggunakan tangan kanan untuk menghapus darah tersebut.

"Biar aku saja." Dia gelagapan dan langsung merebut tisu itu dari tanganku. Sekali lagi aku terlihat seperti psikopat yang menonton korbannya mati.

Kurasa mimisannya tidak akan berhenti dalam waktu dekat.

Jadi kuputuskan untuk mengantarnya ke ruang kesehatan kampus.

Segera kubereskan barang-barangku, begitu juga dengan barang-barangnya.

"Hei, apa yang kau lakukan?"

"Aku akan mengantarmu ke ruang kesehatan sekarang."

"Untuk apa?"

"Kau sedang mimisan."

"Tapi aku baik-baik saja. Ini bukan masalah besar."

Tanganku yang akan meresleting tasnya pun berhenti bergerak. Kualihkan pandanganku padanya. "Bukan masalah besar katamu? Kau sudah mimisan sejak tadi, bahkan sampai detik ini dia belum berhenti. Aku tidak mau terjadi apa-apa padamu. Kau harus diperiksa sekarang."

Aku hampir saja menarik tuas resletingnya sebelum tangan besarnya menahan tanganku. Kontras sekali ukuran tangan kami. Aku bisa merasakan kehangatan menyelimuti punggung tanganku secara menyeluruh.

"Sena, aku baik-baik saja, sungguh. Kau tidak perlu lakukan ini."

Aku menyukai suara rendahnya, sungguh. Tapi ini bukan saatnya untuk mengagumi itu. Mimisannya masih belum berhenti!

Kutepis tangannya, dan segera kulanjutkan kegiatanku yang tertunda. Fix, setelah semuanya beres, aku pun bangkit dan menarik kuat tangannya untuk mengekori langkahku. Kemana lagi kami kalau bukan ruang kesehatan kampus. Setidaknya di sana dia bisa mendapat penanganan pertama.

You Never Walk Alone [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang