Gadis itu turun dari angkutan kota, kemudian ia melangkahkan kaki di perumahan Cempaka Hijau yang terletak di dekat tol Pasteur. Perumahan mewah yang terkenal disalah satu kota Bandung.
Dela melangkahkan kakinya bergantian, setelah berjalan beberapa langkah ia menyadari bahwa ada sesuatu dibelakangnya.
"Seperti ada yang ngikuti gue," gumamnya.
Langkahnya terhenti kemudian ia membalikkan badan dengan cepat. Kedua mata Dela melebar ketika menemukan sosok lelaki yang berjalan tak jauh darinya, lelaki itu memasang aerphone dikedua telinganya, siapa lagi kalau bukan Bima.
"Lo lagi lo lagi! mau lo apa si?" Suara Dela nyaris tak terdengar, karena aerphone berwarna putih milik Bima menempel dikedua telinganya.
"Hah?"
"Hah heh hah heh," gemas Dela.
Bima melepas aerphone, "kenapa?" tanyanya dingin.
"Harusnya gue yang tanya ke lo! Mau apa kesini?" Kedua tangannya berkacak pinggang.
Mengernyitkan dahinya, "pulanglah, mau apa lagi?" Bima memasang aerphonenya kembali. Melangkahkan kakinya bergantian, melewati Dela sedang berdiri di depannya.
Beberapa menit kemudian ia membalikkan badannya meneruskan langkahnya, lelaki bernama Bima itu sudah tak terlihat lagi.
"Loh, tu anak kemana?" kata Dela pada dirinya sendiri, tangan kanannya menggaruk bagian belakang kepala yang tak gatal.
"Tiba-tiba ada, tiba-tiba ngilang. Aneh!"
---
Sesampai di kamar ia merebahkan tubuhnya di kasur. Menatap langit-langit kamarnya tanpa bergairah.
Entahlah gadis itu hanya tidak nyaman dengan keadaanya saat ini. Dela menghela napas panjang.
Lagi-lagi sunyi menghantui dirinya. Lelaki yang tertanam dalam hatinya selalu saja muncul disela-sela kesunyian seperti ini.
Jantungnya seperti diapit besi hingga untuk bernapas pun terasa kesulitan. Menjerit kesakitan dalam hati seakan menggambarkan rasa sakit yang tak bisa diungkapkan dengan lisan.
Suara tangisan Dela akhirnya terpecahkan. Gadis itu menangis begitu keras dibalik bantal guling tanpa seorang tahu.
Hingga beberapa menit gadis bernama Delima Larasati itu terlelap.
---
Cetakkk!!!
Cetakkk!!!
Cetakkk!!!
Mata Dela terbuka bersamaan dengan suara kaca jendela yang dilempar batu.
"Apaan sih berisik banget!" Gerutu Dela.
Gadis yang masih terbalut seragam putih abu-abu itu mendekat ke jendela. Membuka tirai kamar.
Dari arah sebrang, matanya menangkap sosok lelaki bertubuh tegak yang sembari menatap Dela dengan senyuman.
Mulut gadis itu terbuka dan terbentuklah huruf O. Matanya terlihat sembab tampak lucu wajah Dela saat ini.
"Senang akhirnya kita ketemu lagi," ucapnya.
Dela mengucek matanya karena tidak ingin apa yang sekarang dilihatnya salah.
"Kenapa? Lo ga salah ini beneran gue." Tawa yang terdengar dari sebrang.
"Belum ganti baju?" Tanyanya membuat Dela menengok ke arah tubuhnya.
"Bukan urusan lo!" Cetusnya.
"Oke itu bukan urusan gue." Lelaki bernama Bima itu memutarkan kedua bola mata.
"Oh ya, kok lo disini?" Tanya Dela kebingungan.
"Bukan urusan lo juga kan?" Jawab Bima sembari menutup mulutnya yang sedang tertawa.
"Ngeselin banget si jadi cowo!"
"Ngeselin juga lo jadi cewe!"
"Ihh bimaaa!!!" Gemas Dela.
"Lo tau nama gue?"
"Bukan urusan lo!" Akhirnya gadis itu masuk kedalam kamar tak mau berlarut lama karena cowo itu benar-benar membuatnya naik darah.
"Its oke ini permulaan." Gumam Bima.
Permulaan bagi Bima? Maksudnya apa ya? Ikutin terus yuk ceritanya 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
[BUKAN] Orang Ketiga
Teen FictionAda banyak hal yang perlu aku ceritakan, Ada lelah yang perlu aku keluhkan, Ada ribuan air mata yang perlu aku curahkan, Dan aku butuh kamu yang pandai menenangkan dan setia mendengarkan. Selamat membaca 💜