chapter six

129 5 0
                                    

Beberapa saat kemudian polisi pun datang, dan membeberkan beberapa alat yang digunakan dalam kasus pembunuhan kali ini. Dalam olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) polisi menemukan seutas benang yang terikat pada paku yang tertancap pada tembok, benang yang sangat tipis bagaikan rambut dan memiliki tingkat ketajaman yang melebihi silet. Selain itu polisi juga menemukan dua buah paku paying yang satunya tertancap dengan ikatan tali dan satunya tak berisi ikatan ataupun bekas ikatan, kedua paku tersbut tertancap pada tembok disebelah mulut pintu dan bersebrangan dengan posisi yang sama. Polisi melakukan otopsi pada mayat Rinea dengan membawanya ke rumah sakit terdekat beserta alat pembunuhan setelah memasang garis polisi di depan kelas kami.  “Hmm, menarik.” Gumam seorang pria dengan jaket tebal tak kalah saing dengan kumis panjangnya. Terdapat tulisan detektif pada sisi dada sebelah kiri jaket tersebut dan nama yang bertuliskan Liddo tepat dibawah tulisan detektif. “Adakah yang tahu persis bagaimana peristiwa ini terjadi?” sambungnya. “Saya melihat dengan jelas bagaimana korban tewas, dia berlari kencang dan tiba – tiba, tiba – tiba dia, kepalanya..” tampak wajah ketakutan seorang gadis di kelas ku ketika menjelaskan apa yang ia lihat dan apa yang ia ingat tentang peristiwa tragis di depan matanya.

“Jika di analogikan, korban berlari sangat kencang ke arah pintu yang sudah berisikan benang yang  diikatkan pada dua buah paku yang sudah di persiapkan oleh pelaku.  Jika seperti ini  maka pembunuhan ini adalah pembunuhan acak.” Ungkap detektif tersebut.

“Jika memang ini adalah pembunuhan acak, maka kemungkinan berhasilnya sebuah pembunuhan akan sangat kecil. Mengapa? Karena jika pembunuhan acak akan sangat kecil  kemungkin korban akan berlari, iya kan? Bagaimana jika saat itu korban hanya berjalan, maka yang terjadi adalah benang tersebut tak akan bisa memutus leher korban dan pembunuhan pasti akan gagal total.” Timpal ku.

“Wah, boleh juga kamu anak muda. Lalu bagaimana dengan tali yang diikatkan kepada dua buah paku pada mulut pintu tersebut? Jika kita lihat ini sudah jelas dilakukan secara acak, mungkin saja ada kemungkinan bahwa pelaku tak berniat membunuh korban dan mungkin saja pelaku hanya ingin berbuat iseng.” Jelas detektif ini. Mungkin ada benarnya juga apa yang ia katakan, akan tetapi apa iya seseorang iseng dan tanpa sengaja membunuh orang lain akibat perbuatan isengnya?

“Baiklah, agar leih tepat. Bagaimana jika saya menanyakan alibi tiap – tiap murid kelas ini? Dimulai dari kamu.” Pintanya pada ku.

“Saya hanya terdiam saat itu di bangku saya. Dan menurut saya semua siswa disini melakukan hal yang sama, karena sesaat setelah korban tewas tak ada satupun yang keluar kelas sampai sekarang.” Jelas ku

“Mengapa?”

“Karena saya yang memintanya.”

“Tetapi, pasti ada hal detil yang mereka lakukan kan?”

“Emm, permisi. Bisakah saya membuang sampah sebentar?” potong seorang siswi yang tak lain adalah ayu dengan sebuah penggerot di tangannya. “Penggerot ini sudah penuh.” Ucapnya kalem.

“Ohh, silahkan.” Balas detektif Liddo.

Petugas dari tim otopsi pun kembali sesaat setelah Ayu keluar dari kelas menuju tempat sampah yang tepat berada di depan kelas kami, mungkin mereka berpapasan di depan pintu kelas. Mereka menemukan adanya zat luminol pada benang dan sedikit pada masing – masing paku, namun ada yang aneh. Zat luminol pada paku payung tersbut terletak pada bentuk payung dari paku dan untuk paku yang satunya lagi terletak pada bentuk payung dan batang dari paku tersebut. Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 sudah tujuh jam kasus ini berlangsung, tanpa titik terang. ayu pun kembali ke tempat persemayamannya setelah beberapa menit membuang sampah hasil rautannya.

                “Drrtt.. drrrttt..” sebuah getaran dalam saku celana ku membuyarkan semua pemkikrian dalam kasus ini, segera ku rogoh saku celana dan kudapati sumber getaran tersebut berasal dari handphone ku. Eli incalling, begitulah yang tertera dalam layar handphone dalam genggaman ini. Segera kuangkat telfon masuk darinya dan,”Kakak! Ada apa disekolah kakak! Kenapa rame? Kenapa ada mobil polisi? Kenapa belum pulang jam segini?” bertubi – tubi pertanyaan dilontarkan oleh adik kecil ku tanpa henti. “Eliiii, tenang aja. Gak ada apa –apa sama kakak, cuma yaa.. ini ada kasus pembunuhan di kelas. Jadinya kakak pulang agak telat, maaf yaa.. sudah buat kamu khawatir, bisa kakak tutup telfonnya?” balas ku. “Okedeh kak, tapi jemuran dirumah dirumah diobrak – abrik loh sama anak tetangga, gara – gara rebutan layangan putus, jadi cepet pulang ya kak. Oh iya hati – hati yah..” tuut.. tuut.. tuut..

                “Dasar adik aneh, aku kira dia bakal khawatir tentang masalah ku. Eh malah jemuran yang di bahas.” Gumam ku. Tunggu dulu, apa dia tadi ada menyebutkan tentang layangan putus? Layangan putus dengan tali kan? Dan apa yang akan dilakukan seseorang jika layangannya sudah putus? Wah wahh, jadi begitu ya. Titik terang dari kasus ini sudah mulai terlihat, dan aku akan membalas semua rasa putus asa ini pada mu. “Lihat saja nanti, akan kubongkar kejahatan mu.” Ucap ku sinis dalam hati sambil kulihat wajah Ayu di sudut sana.

gadis pendiam dan pembunuhan misteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang