chapter four

123 7 0
                                    

“Eli, malam ini makan apa ya?” teriakku dari kamar sembari mengerjakan PR.

“Ini nih ada sup.” Balasnya, waahh adik kecil yang bisa di andalkan. Yah.. rasa lapar pada perut ku tak bisa di tahankan lagi, dan sekarang juga sudah waktunya makan malam. Ku serobot seperangkat alat makan di dapur dan tak terlupakan sup yang sudah dijanjikan eli ku tuangkan dalam mangkuk. Saat kuraih sendok dan membuka panci, aku merasakan ada yang kurang. “Dimana dagingnya!?” ucap ku kaget, “Lah salah sendiri ngajakin pulang, nah sekarang nikmatin tuh menu vegetarian.” Ejeknya, mungkin ini adalah resiko yang harus ku tanggung lantaran tak ingin Feyrent salah paham. Apa jadinya jika feyrent sampai melihat ku bergandengan dengan adikku? “Bisa panjang urusannya” gumam ku.

Pagi ini aku berjalan ke sekolah seperti biasa, “hanya saja ada seorang gadis kecil yang mengikuti ku sambil menggandeng tanganku.” Tatapan mata gadis itu tertuju pada ku, melihat ku dengan penuh rasa curiga. “Kakak lagi ngomongin aku ya?!” oh.. bisa baca pikiran rupanya. Sekolah ku dengan adik manis ku memiliki arah yang sama bahkan tempat yang berdekatan, jadi tak jarang aku berangkat bareng dengannya. Walaupun dia masih seorang bocah SMP, tapi tubuhnya menyerupai anak SMA dan kesalah pahaman oun sering terjadi diantara kami, anehnya eli tak pernah menanggapinya dengan serius “Adik yang aneh.” Fikir ku. Sejauh ini tak ada yang aneh hingga suatu hal yang tak diinginkan pun terjadi. Aku berjalan menuju pintu gerbang sekolah ditemani eli dengan gandengan tangannya yang erat, dan feyrent tepat berada di depan kami, di depan pintu masuk sekolah ku. Tatapan feyrent sekan – akan tak terima atas apa yang kini ia lihat di depannya, “Sial!” gumamku. Feyrent pun langsung berlari ke dalam sekolah, dan sepertinya eli tak memperhatikannya “Oh iya kak, aku mau kasih sesuatu nih biar kakak semangat belajarnya. Tutup matanya dulu dong.” Bisa bisanya dia memberiku hadiah, sedangkan seorang gadis sedang bersedih akan kesalah pahamannya sendiri. “Baiklah aku tutup mataku.” Kuikuti perintahnya, mungkin dia hanya memberikan sebuah permen yang ia beli kemarin karena dia sudah biasa melakukan ini. “Cuuuppp..” sebuah ciuman mendarat telak di pipiku

gadis pendiam dan pembunuhan misteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang