Prologue

486 67 49
                                    

Sekaleng minuman soda menemani langkahnya di malam yang dingin ini.

Seorang gadis tengah berjalan menyusuri jembatan Sungai Han. Hoodie putih yang dilapisi dengan blazer biru langit tak bisa melindungi tubuh mungil gadis itu dari dinginnya angin malam yang begitu menusuk. Begitu pula dengan celana jeans hitam pekat yang membungkus kedua kakinya.

Kaki berbalut sepatu sneakers berwarna putihnya terus melangkah di atas jalanan beraspal, menghasilkan suara tepukan antara karet sepatu dan aspal yang cukup keras, walaupun masih tertelan oleh deru suara kendaraan yang berlalu lalang di jalanan Kota Seoul.

Sepasang earphone terselip di kedua lubang telinganya. Ia terus melangkahkan kakinya dengan tempo yang agak lambat, namun pasti. Sebuah ransel berwarna biru gelap tengah berguncang di punggungnya seirama dengan langkah kakinya.

Berulang kali tangannya terangkat di depan wajahnya untuk meneguk sekaleng minuman soda.

Soju?

Seharusnya ia meminumnya untuk sekadar membuang rasa penat yang selalu mengiringi hidupnya, tapi ia trauma dengan kejadian yang menimpa seseorang yang seharusnya selalu bersamanya, tapi sekarang orang itu telah jauh darinya karena minuman dalam botol hijau yang disebut 'soju'.

Sesekali gadis itu bersenandung lirih, menyanyikan lagu yang tengah di dengarnya.

Jalanan Kota Seoul masih ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang kesana kemari, entah kemana tujuan mereka. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 23:45 KST.

Sudah larut?

Memang.

Tak seharusnya seorang gadis berjalan sendirian dimalam hari, apalagi di tengah padatnya Kota Seoul.

Tapi gadis itu tak menghiraukannya, tak ada yang akan memarahinya jika ia pulang hingga larut malam. Memang tak ada orang lain yang tinggal bersamanya di salah satu apartemen yang cukup besar dari beberapa apartemen mahal yang ada di Kota Seoul.

Gadis itu menghentikan langkahnya dan memejamkan matanya sesaat untuk menikmati angin malam yang terasa damai menerpa surai panjang berwarna coklat madunya yang sedikit bergelombang pada bagian ujungnya.

Sebuah senyuman telah terukir indah pada kedua sudut bibirnya, hingga sebuah melodi terdengar oleh telinganya yang tertutup earphone dan sukses membuatnya dengan enggan membuka mata.

"Tch.." Gadis itu mendecak dan segera mengeluarkan sebuah benda kotak berwarna putih dari saku celananya.

Jari tangannya mengusap layar handphone yang tengah digenggamnya, dan sesaat kemudian melodi itu berhenti.

"Yeobosseyo?" Gadis itu mulai berucap. (Hallo?)

"Ji Hyeon-ahh.. bagaimana kabarmu? Kau tak mengangkat telephone appa tiga hari terakhir. Appa sudah mengirim uang untuk bulan ini. Mianhae.. appa tak bisa mengunjungimu." Suara seorang lelaki paruh baya terdengar dari seberang sana, entah dimana. (Ayah, Maaf)

"Eum.. arasseo. Ini selalu terjadi. Aku juga tak mengharapkannya. Aku tau kalau seorang pemilik perusahaan besar tak pernah memiliki waktu untuk putrinya. Tch.." Gadis itu mendecak. (Aku mengerti)

"Eum.. mianhae." Setelah orang di seberang sana mengucapkan permintaan maafnya, gadis itu tak menjawab dan dengan segera memutuskan sambungan, lalu memasukkan benda kotak itu ke dalam saku celana jeans hitam pekatnya.

Kasar?

Tentu.

Itulah kehidupannya. Gadis itu tak mau lagi peduli dengan orang yang 'katanya' begitu menyayanginya, atau yang 'dulu' sangat ia sayangi.

Thank's [jjk]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang