Rehabilitasi

266 13 0
                                    

1 bulan.

Hariku yang berat ditempat Rehabilitasi. Meski penuh sakit, derita dan perjuangan, aku berusaha untuk sembuh demi Mama. Rasa sepi dan terasing aku telan sendiri karna ini lebih baik dari penjara.

Aku masih beruntung sebagai pemakai pemula, karna aku baru 1 bulan setengah memakainya. Sementara ada yang sudah bertahun-tahun dan sulit disembuhkan. Dan harus berbulan-bulan ditempat rehap.

Ada yang sampai meninggal, ada yang diikat tangan dan kakinya. Ada yang dikurung dalam kamar 2X2 meter dimana jeritan dan rintihan terdengar sepanjang hari dan sepanjang malam.

Perawat setiap hari menyuntikkan obat, belum lagi obat yang harus kutelan. Makan seadanya dan harus hidup dengan pasien lain dalam satu ruangan yang sama. Tidak bisa menggunakan gadget kecuali saat keluarga datang. Tidak bisa bebas menonton TV kecuali hari minggu dimana berkumpul diruangan serba guna. Harus bangun Pagi jam 5 subuh, berolah raga, membersihkan area tempat rehap itu lalu tidur jam 10 malam setiap hari.

Gwenda 2X seminggu datang mengantar baju bersih dan makanan untukku. Sementara Papa setiap hari datang mampir melihatku walau hanya 5 menit. Hanya saat Gwenda datang aku bisa menghubungi Mama lewat videocall. Hubunganku dengan Gwenda semakin membaik dan akur. Sejak dulu dia tahu status dia dikeluarga kami tapi dia tidak pernah membedakan siapa pun. Akulah yang selalu berbuat kasar dengannya.

Kata Gwenda kesehatan Mama semakin membaik, walau belum bisa jalan tapi Papa sudah mencari terapis untuk Mama. Dimana datang setiap hari mengobati Mama.

Kabar baik pun datang seminggu lagi aku dibolehkan pulang. Tapi tetap harus kontrol seminggu sekali. Aku sangat menantikan berkumpul dengan keluargaku. Dan aku berfikir untuk fokus kuliah agar bisa meraih S1 ku.

Hari yang dinanti tiba, Papa dan Gwenda menjemputku ditempat rehap. Aku sangat bahagia melihat keluargaku. Saat masuk kemobil ternyata Mama juga ada. Aku memeluk erat Mama tanpa sadar aku menangis tersedu-sedu. Tangan Mama sudah bisa digerakkan, Mama membelai rambutku lembut.

"sudah-sudah jangan menangis. Anak laki-laki gak boleh cengeng. Sekarang yang penting kita ngumpul dan bahagia"

Kami sampai dirumah, aku menggendong Mama ke kursi roda dan mengiringi Mama masuk kerumah. Kami berkumpul diruang keluarga dan mbok pun membawa cemilan dan jus buah.

"sekarang kamu sudah sembuh, saatnya Papa tagih janjimu Gilang"
Suara Papa dalam sekejap membuat tegang seisi rumah.

"janji apa Kak"

"gak tau Gwenda, emang Gilang harus ngapain Pa?"

" Papa sama Mama berniat manjodohkan kamu sama anak teman Mama yang sudah bantu keluarga kita"

"kami gak maksa Gilang, kita jumpai dulu keluarga teman Mama kalau kamu suka baru kalian nikah"
Mama menggenggam tanganku. Sebagai tanda semua ini juga rencana Mama.

"tapi Ma, Gilang aja belum lulus kuliah mana mau cewek itu sama Gilang"

"kami sudah ceritakan semua tentang kamu bahkan tentang rehabilitasi kamu. Mereka tidak keberatan jadi besok kita undang mereka kerumah"
Papa semangat meyakinkan aku kembali

"iya Pa yang terbaik menurut kalian Gilang ikut aja"

Sebenarnya aku belum siap untuk menikah, tapi demi keluargaku apa pun itu kini akan aku lakukan. Aku memang tidak pernah berpacaran, semua itu bukan prioritasku. Aku pernah suka dengan seorang gadis saat SMP dulu tapi aku tidak pernah mengungkapkannya. Gadis yang lugu dan baik, sayang dia pindah sekolah saat itu. Dan itulah kali pertama dan terakhir aku jatuh cinta.

Rahasia CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang