Sudah dua jam aku duduk di kursi besi unik dipinggiran jalan Malioboro. Tadi aku sempat mampir untuk membeli tas tangan dari kulit untuk oleh oleh ibu dirumah. Capek seharian berjalan terbayar karena akhirnya aku menemukan spot yang kucari di Taman Sari berkat perempuan berkemeja pink muda tadi pagi.
Sekarang sudah pukul setengah 6 sore. Aku mengeluarkan ponselku kemudian membuka situs booking hotel langgananku, mengecek kamar hotel yang tersedia didekat sini sambil sesekali mengamati aktifitas orang-orang dijalan Malioboro yang terkenal ini.
Ada pedagang menjajakan dagangannya, ada turis turis lokal yang heboh berfoto di depan tulisan Jalan Malioboro, ada turis asing yang duduk bersantai menikmati sore di Malioboro, ada para pengendara yang terlihat santai walau jalan lumayan ramai, ini kalau dijakarta nggak mungkin tuh mukanya sesantai itu, jogja emang beda.
Aku tersenyum sendiri. Puas dengan kegiatanku hari ini dan apa yang sedang aku lihat sekarang. Jogja memberikanku semuanya.
Pukul 5 lebih 40 menit.
Dan aku masih belum membooking 1 kamar hotelpun.
Pukul 5 lebih 47 menit.
"Wira, lo gila. Banget." Bisikku sebelum akhirnya aku menenteng carrierku dan mengantri menyeberang jalan Malioboro menuju ke Stasiun Tugu. Mengambil keputusan beresiko yang terus kupikirkan sejak aku sampai di kota Jogja.
Pukul 5 lebih 52 menit.
"Gila. Inimah harus lari." Tak peduli dengan carrier yang lumayan berat, bermodal pernah 6 kali naik gunung, aku akhirnya berlari sambil berkali kali berteriak "misi mas, misi pak." Sepanjang jalan menuju stasiun Tugu yang dipenuhi pedagang kaki lima.
Pukul 5 lebih 57 menit.
"Mbak! Hhh.. prameks solo jam 6 masih?" Tanyaku dengan nafas putus-putus. Dadaku rasanya seperti mau meledak.
"Masih mas."
Akupun mengeluarkan uang dua puluh ribuan kemudian menyabet tiketku tanpa mengambil kembalianku. Lumayan juga tuh sebenernya 12 rebu buat ngojek!
Dengan tiket ditangan aku masuk ke pintu pengecekkan tiket, dan langsung berlari ke jalur 1 sesuai instruksi yang kudengar lamat lamat dari speaker.
Tunggu, gue harus tenang. Kalem. Tenang.
Oke Wira, kita mulai dari gerbong 1.
Aku kemudian naik ke gerbong nomor 1. Masih banyak kursi yang kosong, namun aku terus berjalan dengan mata awas.
Berpindah ke gerbong 2 tepat saat kereta melaju. Terus berjalan sambil mengawasi wajah dan pakaian orang orang didalam gerbong 2.
Tidak ada.
Lanjut ke gerbong 3.
Tidak ada juga.
Kini ke gerbong 4. Kakiku mulai gemetar karena capek berlari ditambah aku harus menyeimbangkan tubuh selama kereta berjalan.
Tidak ada juga?
Gerbong 5. Ayo lihat lebih teliti lagi!
Ah, masih tidak ada juga?
Aku akhirnya menyerah dan duduk disamping anak laki laki bersnap back merah. Sedetik bokongku menyentuh kursi, aku melihat seseorang yang duduk 2 bangku didepanku sedang memegang handphone dengan earphone tertancap di bagian atas handphone tersebut.
Yang membuatku ingin melonjak adalah, ada hansaplast tertempel di kabel earphone itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejutan Dari Jogja
RomanceKalian tau, banyak cerita dimulai dari Jogja. Secuil kisah sederhana ini salah satunya. Tentang bagaimana Jogja dan semesta bekerjasama mempertemukan dua manusia berbeda kepribadian dan juga kelamin.