Bab IV-Ciuman Pertama dan Kedua

3.6K 515 25
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.


IG @Benitobonita


Tiga bulan kemudian, di halaman rumah sakit

Lana berjalan beriringan dengan Eko, mereka bercakap-cakap mengenai sebuah manga yang dibaca Eko baru-baru ini. Pria itu berusaha menjelaskan secara terperinci mengenai isi cerita dan penggambaran karakter bahkan narasinya.

Antusias gadis itu mengangguk, terkadang tertawa mendengar lelucon yang dilontarkan sahabatnya.

Terkadang tanpa sadar Lana mengandeng lengan Eko untuk memudahkannya berjalan. Pria itu awalnya merasa kikuk, tetapi lama-lama dia terbiasa akan sentuhan gadis itu.

Leo, adik Lana, terkadang datang ikut dalam obrolan mereka, wig yang menutupi luka Eko, membuat remaja itu lebih berani untuk berada di dekat teman kakaknya.

Bahkan beberapa kali, Lana harus mencubit lengan Leo, karena adiknya memonopoli Eko dengan membicarakan tendangan-tendangan indah yang dilakukan seorang pemain bola dalam sebuah pertandingan. Sebuah topik yang amat tidak menarik, juga membosankan.

Setelah mendapatkan cubitan-cubitan yang menyakitkan, akhirnya Leo memutuskan untuk berhenti mengganggu acara bincang-bincang antara kakaknya dengan sahabatnya dan memutuskan untuk menjadi supir antar jemput saja.

"Enak banget ya tokoh ceweknya, banyak cowok yang suka," kata Lana menimpali cerita di webtoon, mengenai seorang tabit perempuan yang disukai lima cowok tampan termasuk raja.

Eko tertawa geli mendengar komentar gadis itu. "Namanya juga komik."

"Aku juga pengen tau," timpal Lana cemberut, mengerucutkan bibirnya, "udah setua ini masih jomblo, enggak ada yang ngelirik."

Tawa Eko meledak, terpingkal-pingkal dia berusaha menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Kok ketawa? Memang ada yang lucu?" Raut wajah Lana semakin jauh dari kata manis.

"Kamu baru tujuh belas tahun! Kok ngenes banget ngomongnya kaya udah jompo?" tanya pria itu di sela-sela tawa.

Lana mengerutkan kening, merasa kesal pada nasibnya yang masih berstatus single hingga detik ini. "Tapikan pengen juga punya pacar, kamu sendiri enggak bosan sama status jomblo?"

"Eh...eng--enggak tuh," jawab Eko mendadak salah tingkah. Langkah pria itu terhenti.

"Kok berhenti? Udah sampai?" tanya Lana bingung, seharusnya masih sekitar dua puluh langkah lagi mereka akan tiba di tempat biasa mereka duduk. Wangi lavender dan zaitun dari tubuh pria itu kembali mengisi paru-paru Lana.

"Eko, nanti kalo udah enggak pake salepnya, cari aromaterapi yang wanginya persis kaya gini, biar aku gampang nemuin kamu," perintah Lana ke sahabatnya.

"Kamu suka banget sama baunya ya?" tanya Eko penasaran, gadis itu berkali-kali memuji wangi salep yang dioleskan ke wajah dan tubuhnya.

"Iya, wanginya enak," jawab Lana tersenyum, tanpa disadari gadis itu, jemarinya mengelus lengan pria yang digandengnya sejak tadi.

Jantung Eko kembali berdetak cepat. Entah mengapa akhir-akhir ini pria itu selalu merasa berdebar-debar setiap berdekatan dengan Lana.

Pernah Eko curiga ada yang salah dengan jantungnya dan berniat memeriksakan diri ke dokter umum, mumpung dia memang ada di rumah sakit.

Sejuta Cinta untuk Lana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang