Reminiscence

1.2K 160 8
                                    

Langit Yokohama selalu muram di sepanjang bulan Oktober, warna kelabu dari gulungan awan yang mengkilap oleh sambaran kilat di baliknya bergerak pelan menuju arah tenggara dan membuat nyaris setiap pejalan kaki pasti memasukkan payung ke dalam tas mereka tanpa perlu melihat ramalan cuaca setelah berita pagi.

Pemandangan cakrawala hari itu tidak lebih dari kanvas raksasa yang dihias dengan berbagai jenis warna kelabu dengan sedikit titik-titik warna lain yang berasal dari lampu-lampu kecil yang menghiasi kerangka cosmoclock.

Bukan pertama kalinya Chuuya duduk di tepi pelabuhan, mantel yang biasa menggantung di bahu dan membuat tubuhnya nampak jauh lebih mungil terlipat rapi di sebelah kaki yang menyilang. Topi berada dalam pangkuan, helai-helai aram-temaram yang begitu mencolok diantara pemandangan hitam-putih di sekitarnya bergerak lembut saat terbawa hembusan angin berbau laut.

Hanya suara gesekkan kantung plastik berisi bir kalengan yang menemaninya sore itu.

Chuuya menghembuskan asap putih rokok dari mulutnya sambil menatap langit yang memiliki percampuran ungu, jingga, dan kelabu. Angin yang berbau laut berhembus mengenai wajahnya dan membuat setiap helai rambutnya menari.

Matahari mengintip dari balik cakrawala dan menambah warna putih keemasan ke atas kanvas raksasa yang menjadi atap Yokohama ketika Chuuya menekan salah satu ujung puntung rokok yang menyala api ke atas permukaan beton yang lembap. Pertemuannya dengan Dazai di bar Lupin beberapa belas jam yang lalu masih membekas dalam otaknya, membuat sang mafia membenci gelombang nostalgia dan bagaimana pertemuan dan obrolan singkat mereka kembali membangkitkan potongan memori yang sudah lama ia kunci rapat-rapat di sudut terdalam otaknya.

Chuuya menerima banyak sekali pujian dari Mori bahkan semenjak ia mengangguk setuju saat ditawarkan duduk di bangku eksekutif, ia sempat berfikir bahwa posisinya saat ini adalah hadiah yang ia dapatkan setelah bekerja keras. Sekalipun apa yang ia miliki sekarang benar-benar hadiah, Chuuya merasa ia tidak pantas menerimanya. Tidak setelah apa yang ia lakukan untuk mendapatkan hadiah-hadiah itu...

Kematian Oda Sakunosuke...

Chuuya seketika tidak bisa mengabaikan hal ini dan menemukan dirinya dihantui oleh perasaan yang membuat nafasnya tercekat setiap kali mendengar nama Dazai Osamu. Perasaan yang membuatnya terkadang berkendara ke daerah di mana Oda Sakunosuke dimakamkan namun tidak pernah benar-benar turun dari mobil dan berakhir selalu membuang karangan bunga yang dibawanya ke tempat sampah. Tentu saja, Chuuya sadar betul kematian Oda Sakunosuke sama sekali bukan kesalahannya, orang itu mungkin akan tetap menemui ajalnya jika memang itu yang sudah Tuhan suratkan.

Jika seandainya ia ikut ambil bagian dalam perseteruan dengan Mimic itu apa mungkin ada hal yang akan berubah walaupun sedikit?

"Sial..."

Tangannya tertahan untuk mengeluarkan kotak rokok dari saku celana dan kembali mengerut membentuk kepalan sementara kedua mata sang mafia tertutup dengan mulut yang terkunci menahan rentetan sumpah serapah di ujung lidahnya. Chuuya membenci sebagian dirinya yang lega dan bersyukur menemukan Dazai jauh lebih bahagia sekarang, ia juga membenci bagian dirinya yang lain yang iri melihat bagaimana Dazai begitu cocok dan nyaman dengan pekerjaannya yang sekarang.

Ya, Chuuya membenci Dazai.

Ia berharap harapan dan mimpi orang itu untuk meninggal segera terkabul.

Chuuya membenci Dazai yang membuat Mori begitu terobsesi untuk membawanya kembali ke Port Mafia setelah kekacauan Guild beberapa waktu yang lalu.

Chuuya membenci Dazai yang membuatnya berfikir bahwa ia duduk di kursi eksekutif hanya untuk mengisi kekosongan yang Dazai, tapi tidak pernah bisa melengkapi dan menutupi lubang yang pengkhianat itu tinggalkan.

双つの黒 ― Double BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang