Corrupted Puppet

1.7K 210 5
                                    

Semua berjalan lancar sesuai rencana.

Chuuya bertindak sebagai tameng untuk sang eksekutif sementara Dazai menjaga agar tak ada seorang pun yang mampu menyerang Chuuya dari belakang.

Alarm menjerit dan memekakan telinga mereka sementara puluhan orang dewasa menghunjani dua mafia cilik itu dengan peluru yang Chuuya pastikan tidak akan pernah mencapai mereka berdua. Hanya dengan satu sentuhan, Chuuya menanam belasan tubuh orang dewasa ke dalam tembok beton, tendangan maupun tinjunya meremukkan kepala mereka sementara bilah pisau yang tersembunyi di tangan kanannya mengiris nadi yang memancarkan darah segar hangat ke wajahnya.

Chuuya menari di bawah kilatan peluru yang melesat ke arahnya sementara Dazai mengeluarkan perintah serta kode demi kode serangan yang mereka bentuk. Tanpa sadar, sebuah senyum terkembang di bibir anak dengan surai sewarna senja itu, terdapat satu suara tawa dalam kepalanya yang semakin keras dan memenuhi gendang telinganya.

Chuuya menyerahkan seluruh tubuhnya pada adrenalin yang memompa dan menggerakkan seluruh tubuhnya sembari terus mendorong musuh hingga terlambat baginya untuk menyadari bahwa dirinya digiring menuju perangkap.

Chuuya dan Dazai perlahan disadarkan oleh fakta bahwa mereka kekurangan jumlah dan menghadapi orang-orang yang sudah siap akan serangan ini, Dazai menarik tangan Chuuya untuk mundur dan mencari tempat pesembunyian di manapun di dalam gedung.

"Mereka mengulur waktu sampai bos mereka bisa meninggalkan gedung ini." Ucap Dazai sambil menggigiti kuku jempolnya.

Dazai yang sejak tadi melemparkan kode demi kode dan menggerakkan keduanya dengan seluruh strategi itu sekarang mondar-mandir sambil menggigiti kuku jarinya.

"Sekarang bukan waktunya-"

Kalimat Chuuya terpotong saat menyadari Dazai sudah kehilangan mantel hitamnya entah dimana dan kemeja putih di baliknya perlahan berubah menjadi merah di beberapa sisi.

"Dazai... Lukamu.. Kapan?" Refleks dua tangannya terulur untuk menahan Dazai bergerak lebih banyak namun iris coklat kemerahan itu tidak juga menatap balik ke arahnya, terjebak dalam dunianya sendiri.

Warna merah yang menodai kemeja putih itu semakin lebar, kentara sekali itu bukan darah mereka yang menjadi korban malam ini.

"DAZAI!!"

Akhirnya Dazai menatap balik pada iris biru Chuuya sebelum menepis kedua tangan di bahu yang juga mengunci pergerakkannya.

Mata itu menatap dingin pada Chuuya.

Bukan..

Chuuya mengenal tatapan itu.

Tatapan penuh rasa jijik.

Mata yang sama seperti yang pernah Dazai tunjukkan padanya di malam itu.

"Apa kamu pikir sekarang waktunya mengkhawatirkan luka gores biasa? Lihat dirimu, kamu juga tidak dalam kondisi yang lebih baik dariku."

Lagi, tak tersirat sedikitpun emosi dalam kalimat itu.

"Chuuya, bagaimana pendapatmu soal situasi ini? Jelas sekali informasi penyerangan kita ini bocor ke pihak musuh."

"....Kita tidak punya pilihan lain, kita mungkin perlu menutup pintu keluar manapun itu agar semuanya terkunci sebelum menghancurkan seluruh gedung."

Dazai terdiam beberapa saat sebelum membalas, "Aku tidak bawa banyak bahan peledak, kalau untuk menghancurkan seluruh gedung itu mustahil."

"Yang itu bisa pakai kemampuan khususku,"

"Hee~eh.. Memangnya Chuuya bisa menciptakan lubang hitam dari tangan kosong?" Dazai mendengus, bibirnya menyunggingkan senyum mengejek.

双つの黒 ― Double BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang