4. Alena, Mami dan Malam Gue

83 3 0
                                    


“nyontek nomor 41-50!” pintaku sambil meringis dan tak lama ku lihat Al mendengus kesal lalu menunjukkan lembar jawabannya ke samping agar aku bisa melihat.  Yang lebih membuatku senang adalah aku bahkan bisa melihat jawabannya dari nomor 31-40 juga. Tak ingin menyia-nyia kan kesempatan, akupun menyalin semuanya.

usai mendapatkan contekan dari Al, tak lupa aku mengucapkan terimakasih, berandalan begini aku cukup tahu diri dan entah bagaimana mulutku dengan lancarnya mengatakan "gue suka sama lo" dengan lancarnya tepat di depan mukanya

memang Cuma bercanda awalnya, aku menganggap itu sebagai ucapan terimakasih, karena biasanya cewek-cewek akan senang kalau ku gombalin. Tapi ajaibnya, Al hanya menanggapiku datar, tanpa ekspresi. Padahal ekspektasiku, dia akan tersenyum atau bahkan blushing mendengar itu. Ini benar-benar tidak masuk akal.

drrrtz drrrrtz drrrtz drrrrtz
getar ponsel membuyarkan lamunanku tentang Al saat ini, dengan cepat aku menerima telfon dari Jordan, ganggu bayangan manisku aja.
“apa?” tanyaku datar, biasanya Jordan hanya akan menelpon jika ada urusan penting.

“ntar malam di tempat biasa, lo bisa nggak?”

“lawan siapa”

black wolf

“tumben?” tanyaku heran, ini sudah sejak 3 bulan yang lalu, dan dia mengajakku bertanding lagi.

***

“LIBRA!”

sial...

Satu suara tegas seorang perempuan paruh baya yang tidak lain tidak bukan adalah mami berhasil menghentikan langkah mengendik-ngendik ku yang sudah menapaki anak tangga terakhir.

“i..iya Mi?” tanyaku kikuk layaknya ketangkap basah sedang mencuri.
“mau ke mana kamu?” tanya Mami yang kini mulai berjalan mendekat kearahku.

“mau kerja kelompok Mi, jadi ada tugas gitu”

“Libra mami ini mami kamu”
“iya Mi Libra ini juga anak mami” jawabku yang semakin membuat Mami menatap tajam.

“nggak usah nyelimur kamu! Kamu fikir mami nggak tau kamu mau ke mana?”

“ya tau lah, kan Libra barusan bilang mau kerja kelompok”

“Libra naik dan masuk ke kamar kamu sekarang!” perintah mami telak, ini tak akan terbantahkan aku tau banget mami.

“tapi Mi Libra….”

“nggak ada tapi-tapi an! Kamu pasti mau ketemu sama temen-temen balapan liar kamu itu kan?, baru aja kena skorsing dari sekolah. Sekarang kamu mau mulai lagi? Kamu ini mau jadi apa?” omel mami yang semakin membuat gue tak berkutik.

“Miii”

“LIBRA Sekali lagi mami tegaskan masuk kamar kamu sekarang!” dan itu lah perintah final mami yang berhasil membuat kaki ku kembali menaiki anak tangga. Baiklah, kali ini tidak ada cara lain selain melompat dari jendela. No problem.

“Libra!” panggil mami lagi, hingga menghentikan langkah untuk kesekian kalinya.

“apalagi sih mi? ini Libra udah nurut” protes ku merengek, padahal aku ingin buru-buru masuk kamar dan kabur lewat jendela.

“siniin kunci motor kamu!” Damn inikah rasanya saat riwayatmu tamat?

“tapi Mi…”

“siniin Libra!” dengan lesu aku berjalan kembali menuju mami dan kemudian menyerahkan kunci motor kesayanganku itu dengan berat hati.

“mi.. besok Libra sekolah naik apa?”

“mami anter”jawab mami cuek.

“astaga Mi, Libra ini cowok bukan anak gadis”

“kamu itu cowok, tapi harus di jaga kayak anak gadis, karena kamu bandel”

“mami….” Aku merengek, sumpah ini memang memalukan, bahkan jika semua perempuan yang mengejarku tahu ini, harga diriku bisa berceceran, karena sifat manja ku ke mami ini.

“masuk kamar kamu!” perintah mami sesaat sebelum pergi menuju ruang kerjanya. Dengan langkah malas pula aku terpaksa naik ke atas dan masuk ke kamar.

Sampai di kamar aku langsung mengambil ponsel dan berniat mengabari Jordan kalau aku bakalan batal main malam ini, namun saat tanganku membuka lockscreen ponsel, mataku berkeliaran ke arah laci nakas. Dan seakan baru saja mendapatkan ilham, aku langsung bergerak menuju laci nakas dan mengacak-acak isinya demi menemukan kunci motor cadangan. Dan benar saja, kunci itu masih terselip indah di bawah tumpukkan benda-benda lainnya. maaf Mi, Libra harus pergi malam ini.

***

“berangkat? Naik apa?” tanya mami setelah aku beberapa langkah meninggalkan meja makan.

“umm mobil kan, sama pak Unang” kilahku

“yakin? Bukan naik motor?” sambar mami seraya menatap kunci motor yang tanpa sadar ku genggam di tangan kiri.

“kesiniin Libra!” pinta Mami, dan aku mulai mebodoh-bodohkan diriku karena tidak menyembunyikan satu-satu nya barang penting ini.

“tapi Mi….” tidak, kali ini aku harus mempertahankan satu-satunya kunci berharga ini.

“lebih baik mami mati daripada melihat kamu celaka karena hobi konyol kamu itu, harus berapa kali mami kasih tau, mami ngebiarin kamu kabur tadi malam sampai mami nggak bisa tidur,Libra mami cemas” ucap mami sedih yang langsung membuat hatiku mencelus. Bagaimana tidak, mami membawa-bawa mati.

“mi…. jangan ngomong gitu dong mi, maafin Libra” ujarku memelas.

“kasi kunci motornya!” perintah mami yang mulai tegas lagi dan terpaksa aku memberikan kuncii motor itu ke mami.

“terus Libra sekolahnya naik apa?”

“mobil, di anter pak Unang tapi”

“mi… mami tau kan jakarta macet, kalau naik mobil jam segini udah ….”

“kalau gitu ambil ini”

Tunggu… mami mengembalikan kunci motorku? Ini hebat. Tapi… kunci motornya berbeda dengan kunci motorku sebelumnya.

“ini kunci….” aku mengamati kunci yang mami beri.

“kalau kamu pengin naik motor, naik itu aja!”

“Mi tapikan ….”

“nggak usah membantah, cepet berangkat sekolah!” perintah mami lagi dan dengan malas aku melangkah ke garasi. Betapa terkejutnya aku ketika melihat sebuah Vesva Sprint terbaru berjajar dengan motor CBR hitam kesayanganku. Dan lebih terkejut lagi ketika warna kuning Vesva itu mencolok mataku. Dari sekian banyak warna kenapa harus kuning, ya walaupun kuning masih lebih baik daripada pink.

“MAMIIIIIIIIIII” teriakku histeris.

***

TBC....

LibraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang