Karena ini bukan tentang siapa yang kau kenal, melainkan siapa yang mengenalmu.
***
Bayangan hitamnya terpancar dari bias cahaya lampu jalanan. Sesekali dia menoleh ke belakang-memastikan tidak diikuti siapapun. Langkah kakinya perlahan semakin cepat seiring degup jantungnya yang tak beraturan.
Di ujung gang, saat di persimpangan, dia mendadak lupa jalan mana yang harus dilewati untuk sampai ke rumah itu. Gelap dan sepi. Dia merapatkan jaketnya, mengangkat risletingnya sampai sebatas leher.
"Belok kiri, bodoh!"
Seseorang meneriakinya dari belakang. Dia menoleh.
Seorang lelaki jangkung berjalan ke arahnya. Wajahnya tidak terlihat karena kurangnya pencahayaan malam itu. Lelaki itu memakai topi hitam dan jubah panjang sebatas lutut.
"Siapa?"
"Malaikat pencabut nyawamu?"
Dia menajamkan penglihatannya sampai lelaki itu berdiri tepat dihadapannya.
"Sudah lama, ya?"
"Apa?"
"Kau jadi bodoh begini?"
"Kau ini siapa?"
Lelaki itu mengangkat bahu, lalu merapatkan topinya menutupi wajah. Dia merogoh sesuatu di balik jubah besarnya.
"Ini."
Amlop berwarna cokelat. Dilihat dari bentuknya yang tipis seperti itu, dia pikir isinya hanya beberapa lembar kertas-bukan uang.
"Apa ini?"
"Kenapa kau banyak sekali bertanya?"
Dia mengerutkan kening. "Tunggu. Apa aku mengenalmu?"
Lelaki itu tidak menjawab.
"Begini saja," dia menarik nafas. "Kau berada di pihak mana?"
"Belok kiri, perumahan elit, nomor 207."
"Eh?"
Lelaki itu perlahan berjalan mundur, lalu melambaikan tangannya tinggi-tinggi. "Senang bertemu denganmu lagi, Kim Jong In." Lalu dia berlari ke arah berlawanan dan berbelok di ujung gang yang gelap.
Jong In memandang kepergian lelaki itu dengan alis mengkerut. Kemudian bergantian memandangi amlop cokelat di tangannya. Jong In membukanya dengan enggan--beberapa lembar foto seorang lelaki berseragam resmi, dan satu foto wanita cantik.
Jong In tersenyum tipis. Sekarang dia ingat, siapa lelaki berjubah panjang tadi.
Rasanya menyenangkan bertemu teman lama.Dia membalik salah satu foto lelaki berpakaian polisi yang sedang tersenyum lebar. Tertulis di sana dengan tinta merah.
Oh Se Hun.
..
..
.."Kau ini bodoh atau bagaimana?"
Kepala semakin di tundukkan, tidak berani menatap lawan bicaranya barang satu detikpun.
"Bagaimana bisa kau ceroboh seperti itu? Kalau tidak niat bekerja diam saja di rumah!"
Sepatu hak tinggi di hadapannya tak berhenti mondar-mandir dengan gaya khas yang elegan. Dia tahu pasti bahwa pemilik sepatu hak yang mahal itu sedang menghujamnya dengan tatapan mematikan seperti yang orang-orang bilang. Ganas.
Wangi parfum yang dipakainya beraroma kuat menghampiri indera penciumannnya. Wangi yang sangat khas dan sudah akrab di antara sejawat pekerja di divisi Marketing. Seniornya bilang jika sedang terkena ceramah luar biasa dari si atasan, jangan berani menatapnya atau kau bisa terkena kram perut yang berujung kematian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Willing Darks
FanfictionSama seperti bagaimana tinggi badanmu berhenti tumbuh ketika kamu menjadi dewasa, aku berpikir cinta akan sama. Tapi cinta berbeda setiap harinya dan tanpa kamu ketahui Cintaku tumbuh setiap hari *** #Fanfiction #Exo #Romance Cover by inndahhms