Jilid 13

2.3K 41 0
                                    

"Ampun sih mudah! Akan tetapi akuilah apakah benar engkau yang memesan janda Kok Heng itu untuk kauperkosa?" Pemuda itu memang pemuda bangsawan dan hartawan she Phang dari Tai-goan.

Pada saat itu dia berada dalam ketakutan yang luar biasa, maka mendengar ucapan itu, tanpa pikir panjang lagi diapun mengaku saja. Pokoknya, apapun yang pernah dilakukannya akan diakui tanpa malu-malu lagi asal dia dibebaskan dan tidak dibunuh. Hati-nya sudah ketakutan melihat betapa orang-orang Bu-tong-pai itu mengamuk dan membunuhi banyak orang berkedok tengkorak dan begitu Thian Sin muncul, diapun mengenalnya sebagai pemuda yang diperkenalkan sebagai Pendekar Sadis, maka biarpun dengan merangkak-rangkak, dia menghampiri dan minta ampun.

"Benar, taihiap... tapi ampunkan saya..."

"Desss...!" Tendangan yang dilakukan oleh Thian Sin mengenai dagu pemuda she Phang itu.

Tulang rahangnya patah-patah dan pemuda itu menangis, melolong-lolong. Thian Sin sudah menghampiri dengan langkah lebar dan sekali dia menurunkan kaki kanannya, dia telah menginjak pecah kepala orang she Phang itu seperti orang menginjak kepala ular saja. kemudian Thian Sin terjun ke dalam arena perkelahian dan begitu dia terjun, tentu saja keadaan menjadi berobah sama sekali. Setiap gerakan kaki tangannya disusul oleh teriakan mengerikan dan seorang pengeroyok terjengkang dan tewas. Dalam beberapa gebrakan saja dia telah merobohkan enam orang pengeroyok dan hal ini tentu saja membuat para anak buah gerombolan itu menjadi gentar sekali dan sebaliknya membuat lima orang Bu-tong-pai bertambah semangat.

Demikianlah, ketika rombongan orang-orang Hong-kiam-pang tiba di tempat itu, mereka hanya melihat Pendekar Sadis dan lima orang Bu-tong-pai, sedangkan semua anggauta gerombolan Siluman Guha Tengkorak berikut para tamu yang ikut membantu mereka telah rebah malang melintang ada yang tewas dan ada pula yang luka-luka.

"Pendekar Sadis, iblis jahat, kau harus menebus kematian murid-murid kami!" Im Yang Tosu yang memandang kepada pendekar itu dengan marah meloncat ke depan.

Akan tetapi Thian Sin meloncat ke belakang dan berkata dengan suara nyaring. "Im Yang Tosu, sabarlah dan dengarlah dulu penjelasanku!"

Akan tetapi tiba-tiba Bu Beng Tojin sudah menggerakkan pedangnya dan menyerang Thian Sin dengan dahsyat sambil berteriak, "Tak usah banyak cerewet lagi, dosamu sudah bertumpuk!"

Serangan itu dahsyat, akan tetapi Thian Sin dapat mengelak dengan sigapnya tanpa membalas melainkan berseru, "Tahanlah, totiang...!"

"Ceng Thian Sin, dosamu sudah bertumpuk, mau bicara apa lagi? Pinto sendiri yang menangkapmu sebagai Siluman Guha Tengkorak, dan dalam tawanan kami engkaupun ditolong oleh seorang auggauta gorombolon Siluman Guha Tengkorak! Sekarang engkau mau pura-pura lagi ?" Berkata demikian, Bu Beng Tojin dengan kemarahan meluap-luap sudah menerjang lagi dengan pedangnya, mengirim serangan maut yang amat berbahaya.

Agaknya kakek pendeta ini sakit hati benar karena kematian tujuh orang muridnya, maka kini dia menyerang seperti orang yang mata gelap. Kembali Thian Sin mengelak cepat sehingga pedang itu bercuit lewat di atas kepalanya.

"Tahan dan biarkan aku bicara, totiang!" Thian Sin berseru.

"Sute, biarlah kita dengar apa yang hendak dikatakan Pendekar Sadis alias Siluman Guha Tengkorak ini!" kata Im Yang Tosu.

"Perlu apa mendengarkan ucapannya yang palsu, suheng? Bukankah baru saja dia telah melukai dan nyaris membunuh suheng?" bentak Bu Beng Tojin yang tak dapat menahan kemarahannya, sepasang matanya berapi-api dan mukanya merah sekali.

"Susiok, suhu minta kita mendengarkan dia bicara dulu. Untuk menyerangnya nanti juga masih belum terlambat," kata seorang murid Im Yang Tosu dan saudara-saudaranya telah mengurung Pendekar Sadis dengan pedang terhunus.

"Tidak perlu bicara lagi dengan iblis kejam ini!" bentak Bu Beng Tojin yang kembali menerjang dan menyerang Thian Sin.

Pendekar ini mendongkol bukan main, akan tetapi karena dia teringat bahwa kemarahan tokoh ke dua dari Hong-kiam-pang ini adalah karena sakit hati mengingat muridnya tewas di tangan Siluman Guha Tengkorak, maka diapun menahan kedongkolan hatinya dan mengelak ke kiri dengan cepat. Akan tetapi, tiba-tiba ada angin bercuitan dan sinar terang menyambar dari kiri.

"Siancai, dosamu memang terlalu banyak, Pendekar Sadis!" itulah suara Im Yang Tosu yang sudah menyerangnya, terbangun semangatnya oleh kemarahan sutenya.

Dan murid Hong-kiampang juga mulai bergerak menyerang Thian Sin. Tentu saja pendekar ini terkejut sekali dan cepat dia melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik menghindarkan sambaran pedang Im Yang Tosu yang amat lihai.

"Trang-trang-trang...!" Ketika Bu Beng Tojin menyerang lagi, tiba-tiba pedangnya bertemu dengan pedang di tangan Liang Hi Tojin, tokoh ke dua dari Bu-tong-pai.

Keduanya merasa betapa tangan mereka tergetar dan Bu Beng Tojin terkejut lalu melompat ke belakang, memeriksa pedangnya yang ternyata tidak rusak lalu dia menudingkan pedangnya kepada Liang Hi Tojin.

"Bagus! Apakah pendeta Bu-tong-pai sekarang berpihak kepada gerombolan penjahat?" bentaknya.

"Siancai! Bu Beng toyu dari Hong-kiam-pang, hendaknya bersikap tenang dan sabar. Setiap persoalan dapat dibicarakan dan siapa yang bersalah wajib dihukum. Akan tetapi pinto sendiri sangat ingin tahu mengapa justeru Ceng-taihiap yang dituduh sebagai Siluman Guha Tengkorak, padahal dia yang telah membasmi gerombolan ini?"

"Toyu harap jangan mudah tertipu oleh kelicikannya!" Bu Beng Tojin berseru marah.

"Sejak dahulu siapa yang tidak mendengar nama Pendekar Sadis yang amat kejam? Dan sekarang, pinto sendiri yang menangkap basah, ketika dia berpakaian dan bortopeng sebagai Siluman Guha Tengkorak. Agaknya dengan licik dia telah bersandiwara, menipu toyu dan kawan-kawan dari Bu-tong-pai, berpura-pura memusuhi Siluman Guha Tengkorak. Lebih baik toyu bantu kami untuk menangkapnya!" Berkata demikian, Bu Beng Tojin sudah hendak menyerang lagi.

Suasana menjadi tegang karena para murid Hong-kiam-pang kembali terpengaruh oleh ucapan susiok mereka, bahkan Im Yang Tosu juga memandang kepada Liang Hi Tojin dengan mata bersinar marah.

"Betapapun juga, kami dari Hong-kiam-pang semua menyaksikan bahwa memang benar Pendekar Sadis pernah kami tangkap sebagai Siluman Guha Tengkorak dan dibebaskan oleh seorang anggauta gerombolan penjahat ini!" katanya.

Pada saat itu, tiba-tiba pintu sebelah dalam terbuka dan muncullah Kim Hong yang membawa dua buah peti hitam diikuti oleh empat puluh orang gadis-sadis muda cantik yang masih kelihatan berduka itu. Gadis ini cepat meloncat ke depan ketika melihat Thian Sin dikurung oleh orang-orang Hong-kiam-pang dan ia sempat mendengar ucapan Im Yang Tosu tadi.

"Tahan...!" serunya dengan nyaring sehingga semua orang menengok dan memandang kepadanya. "Memang akulah orangnya yang telah menolongnya dari tangan orang-orang Hongkiam-pang yang haus darah dan yang ceroboh sekali dalam tindakan mereka! Memang kami telah menyamar sebagai anggauta gerombolan Siluman Guha Tengkorak, akan tetapi hal itu kami lakukan untuk dapat membasmi gerombolan ini seperti yang telah kami lakukan hari ini!"

"Bohong!" Tiba-tiba Bu Beng Tojin berseru marah. "Gadis ini adalah teman baik Pendekar Sadis, tentu saja hendak membelanya! Kalau toh mereka berdua menentang gerombolan ini, agaknya untuk merampas harta kekayaannya. Buktinya, benda apakah yang dibawa oleh nona ini?" Bu Beng Tojin menunjuk dengan pedangnya ke arah dua peti
hitam yang dibawa oleh Kim Hong itu.

Gadis itu tersenyum. "Totiang, agaknya engkau terlalu curiga dan memandang bahwa orang-orang lain kecuali para pendeta adalah orang-orang yang jahat. Tanyakan saja kepada gadisgadis ini, siapa yang membebaskan mereka dari cengkeraman Siluman Guha Tengkorak kalau bukan kami? Dan tentang dua peti ini, memang isinya adalah harta benda yang amat banyak!" Berkata demikian, Kim Hong sengaja membuka dua peti hitam itu dan semua orang terbelalak memandang kepada dua peti yang isinya penuh dengan benda-benda yang berkilauan, emas perak dan batu-batu permata yang sukar dinilai harganya.

Melihat ini, Liang Hi Tojin mengerutkan alisnya dan memandang kepada Pendekar Sadis. "Taihiap, pinto sendiri tidak mengerti apa artinya peti berisi harta itu?"

Sebelum Thian Sin menjawab dan memang pendekar ini masih bingun dan belum siap menjawab pertanyaan ini, Kim Hong telah berkata nyaring.

"Totiang, harta kami ada puluhan kali lebih banyak daripada isi kedua peti ini. Apa artinya harta ini bagi kami berdua? Kami sengaja merampasnya dari tangan Siluman Guha Tengkorak dan pembantunya yang agaknya hendak melarikan dua buah peti harta ini keluar sarang. Dan kami sudah mengambil keputusan mengenai harta ini. Gadis-gadis ini telah banyak menderita, mereka diculik dan dibujuk oleh gerombolan jahat. Kini, mereka akan kami pulangkan ke keluarga masing-masing dan harta ini akan kami bagi-bagi untuk mereka, juga untuk keluarga Tujun Pendekar Tai-goan yang telah tewas. Bagaimana pendapatmu, Liang Hi Tojin?"

"Siancai... sungguh merupakan pikiran yang baik sekali!" Liang Hi Tojin memuji. "Ceng-taihiap, harap maafkan keraguan pinto tadi." Tokoh Bu-tong-pai ini menjura kepada Thian Sin yang hanya tersenyum dan memandang ke arah kekasihnya dengan kagum dan terima kasih.

"Dan bagaimana dengan pendapat para pimpinan Hong-kiam-pang?" Kini Thian Sin bertanya kepada Im Yang Tosu dan Bu Beng Tojin.

"Kalau memang benar seperti apa yang pinto dengar tadi, memang tepat sekali kalau harta itu dibagi-bagi kepada bekas para korban," jawab Im Yang Tosu.

"Dan bagaimana pendapatmu, Bu Beng totiang?" Thian Sin bertanya kepada Bu Beng Tojin yang masih kelihatan marah dan penasaran itu.

Pendeta ini mengerutkan alisnya. "Kami adalah orang-orang yang mengutamakan kebenaran dan selalu akan menentang kejahatan. Kalau memang benar Pendekar Sadis bukan Siluman Guha Tengkorak, tentu saja kamipun setuju. Akan tetapi kami masih tidak mengerti bagaimana Pendekar Sadis sebagai orang yang menentang Siluman Guha Tengkorak, memakai pakaian anggauta gerombolan itu dan menyerang kami, bahkan tadi telah melukai suheng!" Sepasang mata pendeta ini memandang dengan penuh tantangan dan rasa penasaran. Thian Sin tersenyum.

"Tidak aneh, totiang. Ketika itu, aku telah tertawan dan terbius oleh Siluman Guha Tengkorak dan agaknya aku sengaja diberi pakaian dan topeng anggauta gerombolan mereka, kemudian sengaja aku diserahkan kepada Hong-kiam-pang yang mendendam kepada Siluman Guha Tengkorak atas kematian tujuh orang muridnya."

"Tapi kenapa engkau menyerang pinto?" Bu Beng Tojin bertanya, mendesak penasaran. "Dan pinto sendiri yang menawanmu, disaksikan oleh semua anak murid Hong-kiam-pang!"

"Huh, kalau dia dalam keadaan sadar mana mungkin engkau dapat menawannya?" Tiba-tiba Kim Hong berkata dengan suara galak dan dingin.

Akan tetapi Thian Sin mengangkat tangan memberi isyarat agar kekasihnya itu menahan kemarahannya. "Bu Beng totiang, sudah kukatakan bahwa aku dalam keadaan tidak sadar dan terbius. Kalau aku kelihatan menyerangmu, hal itu tentu hanya akal dari Siluman Guha Tengkorak saja untuk mengelabui mata orang-orang Hong-kiam-pang. Ingat, siluman itu adalah seorang yang mahir menggunakan ilmu sihir! Dan tentang orang yang melukai Im Yang totiang, aku sama sekali tidak melakukannya karena aku dan Kim Hong sibuk menyerbu ke dalam sarang gerombolan ini. Agaknya tentu siluman itu pula yang melakukannya, mungkin ketika hendak melarikan diri, ketahuan oleh Im Yang totiang dan menyerangnya."

Im Yang Tosu mengangguk-angguk. "Sute, agaknya keterangan dari Ceng-taihiap itu benar semua. Sayang bahwa siluman itu tidak dapat berhadapan dengan pinto sendiri."

Dia menoleh ke kanan kiri melihat semua orang bertopeng tengkorak itu malang melintang. "Apakah taihian telah berhasil merobohkan siluman itu yang menjadi kepala gerombolan?"

"Sayang, dia berhasil meloloskan diri, totiang. Akan tetapi aku bertekad untuk mencarinya terus dan baru berhenti kalau sudah dapat membekuknya." Kim Hong dan Thian Sin, dengan disaksikan oleh Liang Hi Tojin, Im Yang Tosu dan Bu Beng Tojin, membagi-bagi harta benda itu kepada para gadis bekas korban gerombolan.

Juga bagian untuk Cia Liong dan Cia Ling, diserahkan kepada Im Yang Tosu untuk mengurus dan menyerahkannya. Juga pada gadis itu lalu diantar oleh para anggauta Hong-kiam-pang untuk dikembalikan ke tempat tinggal masing-masing. Sebelum mereka meninggalkan tempat itu, mereka semua berlutut dan menangis, menghaturkan terima kasih kepada Thian Sin dan Kim Hong.

"Im Yang totiang," kata Thian Sin. "Mengingat bahwa mendiang saudara Cia Kong Heng adalah seorang murid Kun-lun-pai sebelum menjadi anggauta Hong-kiam-pang, maka aku harap totiang sudi menaruh kasihan kepada putera dan puterinya dan dapat menyuruh orang mengantar mereka ke Kun-lun-pai agar menjadi murid di sana. Harta bagian mereka dapat dipergunakan untuk perawatan mereka dan untuk bekal mereka setelah dewasa karena mereka sudah kehilangan ayah bunda."

Im Yang Tosu mengangguk-angguk dan mereka semua lalu meninggalkan tempat itu. Thian Sin lalu membakar sarang itu dan menghancurkan semua benda, termasuk tempat pemujaan yang juga menjadi tempat maksiat atau pesta-pesta cabul itu.

***

Sampai hampir sebulan lamanya Thian Sin dan Kim Hong melakukan penyelidikan dan mencari jejak kaburnya Siluman Guha Tengkorak, ketua dari Jit-sian-kauw. Perkumpulan itu sendiri, yang merupakan gerombolan penjahat kejam, telah dapat dibasmi. Akan tetapi kalau kepalanya itu masih berkeliaran, maka dunia terancam bahaya besar. Di balik topeng tengkorak itu tersembunyi seorang manusia yang benar-benar berhati iblis, yang loba akan harta benda dan kedudukan, yang haus akan kesenangan cabul, dan terutama sekali amat berbahaya karena selain ilmu silatnya tinggi, juga pandai ilmu sihir. 

Siluman Gua TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang