Jilid 12

2.3K 40 1
                                    

Gerakan tosu ini memang cukup cepat. Namun, tentu saja dia hanya merupakan lawan yang lunak dari Kim Hong yang pernah menjadi datuk berjuluk nenek Lam-sin ini. Sambil tersenyum mengejek, Kim Hong kembali mengelak. Ia tidak cepat turun tangan terhadap tosu ini karena perhatiannya tertarik kepada peti hitam yang dipeluk si kakek. Tentu terisi benda penting maka hendak dilarikan oleh tosu ini, pikirnya. Oleh karena itu, timbul niat di hatinya merampas peti ini dan memeriksa apa isinya, baru ia akan menghajar tosu palsu ini.

"Hyaaaatt...!"

Kembali Siok Cin Cu menyerang dengan gerakan pedangnya yang berkelebat seperti kilat menyambar itu. Kim Hong cepat mengelak ke kiri dan ketika pedang itu menusuk ke arah matanya, ia miringkan kepala dan menggunakan tangan kiri untuk menjepit ujung pedang itu dengan ibu jari, telunjuk dan jari tengah, sedangkan kaki kanannya menendang ke arah muka lawan dengan gerakan kilat.

"Brettt!" Tosu itu berteriak kaget, bukan hanya karena pedangnya seperti terjepit baja dan topeng tengkoraknya robek terkena ujung sepatu gadis itu, akan tetapi terutama sekali karena pada saat itu tangan kanan gadis itu sudah bergerak dan merampas peti hitamnya!

Setelah berhasil merobek topeng sehingga nampak wajah Siok Cin Cu yang agak pucat dan berhasil pula merampas peti hitam, Kim Hong tertawa dan dengan tubuh membuat jungkir balik tiga kali, ia meloncat ke belakang lalu duduk sembarangan di atas lantai, membuka peti hitam itu. Wajahnya berseri, matanya terbelalak dan mulutnya tersenyum girang ketika ia melihat isi peti yang berkilauan, terdiri dari perhiasan-perhiasan emas perak penuh batu permata yang mahal-mahal itu.

Dengan wajah pucat Siok Cin Cu memandang. Dia tahu bahwa nona itu lihai bukan main dan kalau berkelahi secara berhadapan, belum tentu dia akan menang. Maka, melihat betapa gadis itu kini terpesona oleh perhiasan di dalam peti seperti seorang anak kecil tertarik oleh mainan yang bagus, diam-diam dia lalu mengambil jalan memutar, mengitari gadis dalam ruangan itu dengan pedang siap di tangan. 

Setelah tiba di belakang Kim Hong, tiba-tiba dia meloncat, menubruk dan menggerakkan pedangnya untuk melakukan serangan maut yang kiranya tak akan mungkin dihindarkan oleh gadis yang sedang duduk di lantai dan tertarik oleh perhiasan-perhiasan itu. Akan tetapi, tanpa menoleh Kim Hong menggerakkan tangan yang sedang memegang tusuk konde kumala tadi ke belakang dan gerakan tosu itu terhenti di tengah udara! Tubuh yang sedang mengangkat pedang hendak membacok itu tiba-tiba terhenti, seperti tertahan oleh kekuatan dahsyat, pedangnya terhenti di atas kepala lalu terlepas dan jatuh ke atas lantai, kedua lututnya terkulai dan tertekuk lalu tubuhnya jatuh berlutut, kedua tangan mendekap dada di mana tusuk konde itu amblas dan memasuki dadanya tepat menusuk jantung.

Diapun roboh dan hamya berkelojotan sebentar. Tewaslah Siok Cin Cu tanpa dapat bersambat lagi, matanya terbuka memandang kosong ke arah peti hitam yang terbuka di depan Kim Hong. Kim Hong meloncat bangun dan menutupkan kembali peti hitam, lalu membawa peti itu dan berloncatan menuju ke kamar pusat di mana ia mengharapkan akan dapat bertemu dengan orang yang amat dibencinya, yaitu Sian-su atau Siluman Guha Tengkorak, ketua dari Jit-siankauw. Akan tetapi ia telah kalah dulu oleh Thian Sin.

Seperti juga halnya tosu Siok Cin Cu, Sian-su atau Siluman Guha Tengkorak itu melarikan diri membawa sebuah peti hitam yang dipeluknya. Akan tetapi baru saja dia meninggalkan kamarnya dan tiba di ruangan sembahyang, tiba-tiba dia berhenti berlari dan memandang ke depan dengan mata terbelalak. Pendekar Sadis telah berdiri di situ sambil bertolak pinggang dan menentang pandang mata dengan senyum mengejek dan mata mencorong penuh kemarahan! Dapat dibayangkan betapa kaget hati Siluman Guha Tengkorak melihat pendekar ini.

"Ah, Ceng-taihiap...!" katanya dengan suara yang ramah sekali, suara yang mengandung kekuatan sihir untuk menundukkan hati lawan. "Aku selalu memegang janji, tidak membunuh engkau atau Toan-lihiap..."

"Basus, memang engkau tidak melanggar janji. Dan akupun tidak akan membunuhmu, hanya ingin menangkapmu dan menyerahkanmu kepada para tosu Hong-kiam-pang dan Bu-tong-pai."

"Pengkhianat kau!" bentak Sian-su dan diapun sudah menerjang dan memukulkan tangan kanannya ke arah kepala Thian Sin.

"Darrr...!" Thian Sin terkejut juga melihat sinar terang dan bunyi ledakan ketika ada benda menghantam dinding di belakangnya.

Pukulan Sian-su tadi dielakkannya dan ternyata Sian-su itu tidak hanya memukul, melainkan juga melepaskan sesuatu dari kepalan tangannya ke arah kepalanya yang membentur dinding dan meledak, membuat dinding itu berlubang sebesar kepala orang. Kalau benda itu mengenai kepalanya dan meledak, tentu kepalanya yang akan pecah! Sian-su sudah menerjang lagi dengan penuh kemarahan dan karena tangan kirinya masih memeluk peti hitam, dia menggunakan pukulan tangan kanan secara beruntun dua kali dibantu oleh tendangan kakinya satu kali.

"Dukk! Dukk! Desss...!" Thian Sin sengaja menangkis dua kali pukulan dan satu kali tendangan itu sambil mengerahkan tenaga keras lawan keras. Tubuhnya tergetar oleh pertemuan tenaga itu, akan tetapi juga Sian-su terdorong ke belakang sampai dua langkah dan terhuyung. Thian Sin tersenyum mengejek.

"Ha-ha-ha, Siluman Guha Tengkorak! Sekarang keluarkanlah semua kepandaianmu. Mari kita lihat siapa di antara kita yang lebih kuat!"

Siluman itu hanya menggeram dan kini dia sudah menerjang lagi karena Thian Sin menghalang di depannya. Tangan kanannya bukan memukul melainkan mencengkeram dan melihat betapa gerakan tangan itu berputar disertai bunyi suara mencicit nyaring, tahulah Thian Sin bahwa lawannya menggunakan ilmu pukulan yang amat keji, dan mungkin merupakan tok-ciang (tangan beracun). Akan tetapi, tentu saja Pendekar Sadis tidak takut, bahkan gentar sedikitpun tidak menghadapi cengkeraman ini. Diam-diam dia sudah merasa heran mengapa lawannya tetap memeluk peti hitam itu, padahal dalam pertemuan tenaga tadi saja siluman itu tentu sudah maklum bahwa tenaga siluman itu kalah kuat. Kalau bukan peti yang isinya amat berharga tentu siluman itu akan melepaskannya agar dapat menyerang dengan leluasa dan mempergunakan seluruh kepandaiannya.

"Wuttt... plakk...!" Tangan yang mencengkeram ke arah ubun-ubun itu dielakkan oleh Thian Sin, akan tetapi dibiarkan mengenai pundaknya dan dia telah menyambutnya dengan pengerahan tenaga Thi-khi-i-beng!

"Aihhhh...!" Sian-su memekik terkejut bukan main ketika cengkeramannya yang mengenai pundak itu mengakibatkan tenaganya membanjir keluar, tersedot oleh kekuatan yang amat dahsyat dan pada saat itu, petinya telah terampas oleh Thian Sin.

"Thi-khi-i-beng...!" serunya dan tiba-tiba tenaga cengkeramannya itu menghilang dan pada saat itu, dua jari tangan kirinya mencuat ke depan, ke arah kedua mata Thian Sin.

Memang hebat juga ketua Jit-sian-kauw ini. Agaknya dia telah mengenal baik Thi-khi-i-beng dan tahu bagaimana caranya untuk menghadapinya. Dia telah menghentikan aliran tenaga sin-kangnya sehingga tidak sampai tersedot lagi dan jari tangan kirinya yang menusuk ke arah sepasang mata lawan itu tentu saja tidak dapat dihadapi dengan Thi-khi-i-beng, karena sin-kang yang bagaimana hebatpun tidak mungkin dapat disalurkan melalui biji mata! Thian Sin maklum akan berbahayanya serangan lawan itu, maka diapun sudah meloncat ke belakang sambil membawa peti hitam. Akan tetapi, gerakannya itu memberi kesempatan kepada lawannya untuk meloncat ke kiri dan tiba-tiba saja siluman itu lenyap di balik sebuah tiang besar.

"Siluman keparat hendak lari ke mana engkau?" Thian Sin membentak dan mengejar, akan tetapi di belakang tiang ini tidak ada apa-apanya dan siluman itu lenyap tanpa meninggalkan jejak. Thian Sin menjadi penasaran sekali. Dia merasa yakin bahwa siluman itu tidak meninggalkan tempat itu melalui lain jalan. Tadi hanya nampak meloncat ke belakang tiang ini dan lenyap. Maka diapun lalu menggerakkan tangan kanannya menampar ke arah tiang sambil mengerahkan tenaga.

"Brakkkkk...!" Tiang yang tebal sekali itu, dua kali ukaran manusia tebalnya, pecah berantakan dan kiranya sebelah dalam tiang itu berlubang dan tiang itu adalah tiang palsu, bukan balok kayu melainkan papan yang dibentuk seperti tiang dan di dalamnya berlubang. Setelah pecah berantakan, nampak labang itu ke bawah. Thian Sin maklum bahwa itulah jalan rahasia yang dilalui oleh lawannya, maka tanpa ragu-ragu lagi sambil masih mengempit peti hitam, diapun meloncat ke dalam lubang yang ternyata tidak berapa dalam itu. Dia tiba di sebuah ruangan bawah dan terus meloncat ke arah pintu yang membawanya ke sebuah ruangan lain yang penuh dengan cermin.

Cemin-cermin kecil yang bersambung-sambung itu mencerminkan dirinya menjadi banyak sekali. Tiap kali dia bergerak, Thian Sin melihat semua bayangannya itu ikut bergerak sehingga dia merasa seperti dikepung oleh banyak sekali orang, ada tiga puluh banyaknya, semua merupakan bayangannya sendiri. 

Siluman Gua TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang