Jilid 11

2.3K 33 1
                                    

"Hemm, dia menipumu. Dia menghendaki engkau menjadi isteri dan pembantunya." Kata Thian Sin gemas. "Akupun mendengar akan hal itu malam tadi. Seorang wanita berlari-lari masuk ke kamarku sambil menangis. Beberapa orang penjaga bertopeng tengkorak yang berada di luar kamar hendak menangkapnya, akan tetapi aku meloncat dan menghardiknya. Agaknya mereka itu takut dan membiarkan wanita itu berlutut di depan kakiku."

Cerita Kim Hong makin menarik hati Thian Sin yang tidak dapat menahan keinginan tahunya lalu bertanya, "Apakah ia itu isteri mendiang Cia Kok Heng?"

Kim Hong mengangguk membenarkan lalu gadis ini melanjutkan ceritanya. Wanita cantik
yang usianya dua puluh tujuh tahun itu mula-mula menangis mengguguk sambil merangkul kedua kaki Kim Hong. Kim Hong mula-mula merasa heran dan menyangka bahwa ini tentu akal bulus dari perkumpulan gerombolan iblis itu untuk menjebak atau menipunya.

"Enci, siapakah engkau dan kenapa engkau menangis?" akhirnya Kim Hong bertanya, memegang kedua pundak wanita itu dan menariknya bangkit duduk. Disengaja olehnya menekan pundak itu dan ia mendapat kenyataan bahwa wanita itu tidak pandai ilmu silat, dan hal ini membuat hatinya lega karena setidaknya ia yakin bahwa wanita ini tidak akan mampu menyerangnya secara menggelap.

Wanita itu menyusut air matanya dan menahan isak tangisnya. "Lihiap... aku adalah seorang wanita yang paling sengsara di dunia ini..." Kembali ia menangis.

Kim Hong mengerutkan alisnya. "Enci, bagaimana engkau tiba-tiba saja menyebutku lihiap? Bagaimana engkau tahu bahwa aku adalah seorang ahli silat, seorang pendekar wanita?"

Wanita itu memandang keluar, ke arah orang-orang bertopeng tengkorak itu dan ia berbisik. "Mereka itu bercerita tentang Pendekar Sadis yang tertawan, juga tentang dirimu yang katanya merupakan sahabat pendekar itu dan lihai sekali, maka aku sengaja nekat lari ke sini... aku ingin memberitahukan hal penting sekali..."

"Nanti dulu, enci. Siapakah engkau dan bagaimana engkau bisa sampai ke tempat seperti ini?"

"Aku adalah satu di antara wanita-wanita yang berada di sini, seperti mereka ini." Ia menunjuk ke arah gadis-gadis cantik yang menjadi dayang dan yang memandang heran dan tidak mengerti. "Namaku Lu Sui Hwa dan seperti juga mereka, aku adalah wanita yang diculik. Ada yang dating ke sini karena bujukan, karena dibeli, karena diculik dan aku telah diculik. Mereka semua ini terbius dan tersihir, tidak tahu lagi apa yang mereka lakukan. Akan tetapi aku tidak dibius lagi, tidak disihir lagi setelah aku dibebaskan dari pengaruh sihir oleh Pendekar Sadis, tapi... tapi akupun terpaksa mentaati kehendak mereka, melayani mereka... diperkosa, dipermainkah... ahh..." Wanita itu mendekap mukanya dan air mata mengalir dari celah-celah jari tangannya.

"Tapi, kalau engkau sadar dan tidak terbius, mengapa engkau mau menurut saja,
enci?" Kim, Hong menegur dan mengerutkan alisnya.

"Apa dayaku? Suamiku telah mereka bunuh, dan mereka telah menculik dua orang anak-anakku. Mereka mengancam bahwa selama aku menurut, anak-anakku tidak akan dibunuh...maka aku... demi kedua anakku, aku terpaksa menyerah... hu-hu-huhhh..."

"Apakah engkau nyonya Cia Kok Heng, ibu kandung Cia Liong dan Cia Ling?" Tiba-tiba Kim Hong bertanya dan wanita itu menurunkan kedua tangannya, memandang kepada pendekar itu dengan muka pucat dan mata terbelalak. Mulutnya ternganga dan sejenak ia tidak mampu menjawab, hanya memandang dengan sinar mata penuh harapan. Akhirnya ia dapat juga membuka mulut dan bicara.

"Benar... benar... mana mereka? Bagaimana mereka...?"

"Tenangkan hatimu. Aku menyelamatkan mereka dari tangan iblis-iblis itu, kini mereka berada di tangan yang aman."

Tiba-tiba wanita itu berlutut dan mencium kaki Kim Hong. "Terima kasih... ah, terima kasih kepada Thian... terima kasih, lihiap..."

Empat orang anggauta Siluman Guha Tengkorak kini berloncatan masuk ke dalam kamar itu dan hendak menyeret pergi Lu Sui Hwa atau nyonya Cia Kok Heng.

"Pergi engkau dari sini, perempuan bandel!"

Akan tetapi, kini Kim Hong tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Tubuhnya berkelebat dan kaki tangannya bergerak. Hanya terdengar suara orang mengaduh berturut-turut diikuti tubuh empat orang itu terlempar ke kanan kiri dan mereka roboh tanpa dapat bangkit kembali karena mereka sudah tewas oleh pukulan dan tendangan Kim Hong yang dilakukan dengan kemarahan meluap tadi.

"Enci, ceritakan apa yang ingin kaukatakan tadi? Pemberitahuan penting apa?" Kim Hong mendesak cepat.

"Pendekar Sadis... dia dibawa oleh mereka... menurut pembicaraan mereka yang dapat kudengar, Pendekar Sadis yang pingsan itu diberi pakaian dan topeng Siluman Tengkorak kemudian hendak diserahkan kepada Hong-kiam-pang agar diadili dan dibunuh oleh perkumpulan yang mendendam kepada Siluman Guha Tengkorak... aku dapat mendengar segalanya karena aku tidak dibius dan mereka percaya aku tidak akan berani membocorkan rahasia..."

"Perempuan keparat!" Terdengar bentakan-bentakan dan lima orang bertopeng masuk.

Akan tetapi Kim Hong menyambut mereka dan melayani serbuan lima orang yang menggunakan senjata tajam itu. Kini Kim Hong tidak lagi ragu-ragu karena tahu bahwa Thian Sin tidak berada di situ dan bahwa janji Siluman Guha Tengkorak sama sekali tidak dapat dipercaya. Begitu kaki tangannya bergerak, gadis cantik yang pernah menjadi datuk kaum sesat di selatan dengan julukan nenek Lam-sin ini, dalam belasan jurus saja telah membunuh empat orang lawan dan ia sudah menotok seorang anggauta gerombolan yang tubuhnya kecil, kemudian ia melompat keluar kamar sambil membawa tawanannya.

"Enci, aku akan pergi menolong Thian Sin..."

Akan tetapi pada saat itu ia mendengar suara keras disusul jeritan mengerikan. Cepat ia monengok dan terkejutlah ia. Kiranya Lu Sui Hwa atau nyonya Cia Kok Heng, ibu dari kedua orang anak itu, telah roboh dengan kepala pecah di dekat tembok. Ternyata ibu muda yang putus asa karena selain suaminya terbunuh juga dirinya telah ternoda itu membunuh diri. Kim Hong memandang dan menggigit bibirnya.

"Enci, pergilah dengan tenang. Aku akan menghancurkan gerombolan iblis ini dan akan menyelamatkan anak-anakmu." Ia berbisik, kemudian menerjang keluar.

Belasan orang anak buah perkumpulan itu mencoba untuk menghadangnya, akat tetapi dengan tamparan tangan dan tendangan kakinya, Kim Hong dapat membuat mereka semua cerai-berai dan membawa tawanannya meloncat ke atas genteng.

"Hayo tunjukkan jalan keluar kalau engkau tidak ingin kucokel keluar matamu!" desis Kim Hong sambil meraba mata orang dengan telunjuknya.

"Baik... jangan...lihiap... akan kutunjukkan..." Tawanannya itu mengeluh dengan suara gemetar dan tubuh menggigil ketika merasa betapa biji matanya diraba-raba jari! "Harap turun ke dekat menara itu, di sana ada jalan rahasia..."

Kim Hong membawa tawanannya meloncat turun ke dekat menara. Dua orang anggauta gerombolan yang berjaga di situ menyerangnya dengar golok dan pedang, akan tetapi hanya dalam dua gebrakan saja Kim Hong telah membuat mereka terpelanting dan roboh pingsan. Atas petunjuk tawanan itu, ia berhasil memasuki terowongan rahasia dan akhirnya ia dapat keluar dari jalan rahasia itu sampai di balik tebing. Jalan ini adalah jalan yang diambil oleh Thian Sin ketika dia sebagai "utusan" Sian-su mengusir lima orang Bu-tong-pai.

"Tunjukkan di mana adanya tempat orang-orang Hong-kiam-pang!" kembali Kim Hong membentak dan orang itu kelihatan semakin ketakutan.

"Tidak...saya... tidak berani..."

"Engkau lebih berani membangkang terhadap perintahku?" Kim Hong membentak dan sekali jari tangannya menotok orang itu lalu bergulingan di atas tanah sambil mengaduh-aduh.

Dalam kegelisahannya akan nasib Thian Sin dan kemarahannya terhadap gerombolan itu, apa lagi setelah melihat Lu Sui Hwa membunuh diri, Kim Hong pada saat itu seperti telah berobah menjadi nenek Lam-sin lagi. Jalan darah yang ditotoknya itu adalah jalan darah yang membuat orang menderita rasa nyeri yang amat hebat sehingga seolah-olah seluruh tubuhnya bagian dalam dikeroyok ribuan semut api yang menggerogoti dagingnya!

"Ampun... ampunkan saya...!" Orang itu terengah-engah dan bergulingan.

"Kautunjukkan tempat itu?" Dengan suara dingin Kim Hong bertanya.

Orang itu menangis saking nyerinya dan mengangguk-angguk. Barulah Kim Hong membebaskannya dari totokan yang menyiksa itu kemudian berkata,

"Hayo cepat tunjukkan!"

Dengan terpaksa orang itu menunjukkan kuil yang menjadi markas perkumpulan Hong-kiampang dan Kim Hong yang menyeret tubuh orang itu berlari seperti terbang cepatnya karena ia tidak ingin terlambat. Ketika ia tiba di luar pekarangan kuil ia merasa lega melihat Thian Sin masih dalam keadaan selamat dan banyak anggauta Hong-kiam-pang berkumpul di ruangan depan. Cepat ia lalu melucuti pakaian luar dan topeng orang itu dan tergesa-gesa memakai pakaian itu dan juga mengenakan topeng Siluman Tengkorak.

"Demikianlah, Thian Sin," Kim Hong mengakhiri ceritanya. "Aku berhasil membuat mereka terkejut dan membebaskan totokanmu dengan dua sambitan batu kerikil yang sudah kupersiapkan. Sekarang ceritakan pengalamanmu."

"Terima kasih, Kim Hong. Engkau telah menyelamatkan lagi nyawaku," kata Thian Sin sambil menciumnya. Tentang pengalamanku, sebaiknya kuceritakan dalam perjalanan saja. Sekarang yang perlu kita harus cepat-cepat menyerbu Guha Tengkorak untuk membasmi mereka sebelum mereka sempat melarikan diri atau membunuh wanita itu."

Kim Hong menyetujui dan sepasang pendekar sakti ini lalu mengerahkan gin-kang mereka untuk lari menuju ke Guha Tengkorak. Di sepanjang perjalanan, Thian Sin menceritakan pengalamannya dengan singkat.

"Sian-su keparat itu memang benar hendak memegang janjinya, yaitu tidak akan membunuh kita berdua, akan tetapi dia hendak meminjam tangan orang-orang Hong-kiam-pang untuk membunuhku, kemudian dengan ilmu sihir dan obat biusnya dia tentu akan berusaha untuk menguasai dirimu agar engkau suka membantu pekerjaannya yang terkutuk itu!" kata Thian Sin mengakhiri penuturannya.

"Akan tetapi bagaimana engkau bisa berada di tangan orang-orang Hong-kiam-pang yang haus darah itu?"

"Hushh, jangan kausebut haus darah. Mereka telah kehilangan tujuh orang murid, tidak aneh kalau mereka mendendam kepada Siluman Guha Tengkorak. Apa lagi kalau mereka ketahui bahwa gerombolan Siluman Guha Tengkorak memang sangat jahat dan keji, tentu sebagai pendekar-pendekar mereka itu akan menentang mati-matian. Dan aku yang berpakaian dan bertopeng seperti ini, tentu takkan mereka ampuni."

"Akan tetapi bagaimana engkau sampai terjatuh ke tangan mereka?"

"Sudah kukatakan tadi, aku dalam keadaan pingsan oleh obat bius. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku dan tahu-tahu aku telah berada di sana sampai kau datang. Tentu ini sia-sia Sian-su yang menyerahkan aku kepada Hiong-kiam-pang sebagai seorang Siluman Guha Tengkorak, dengan maksud agar orang-orang Hong-kiam-pang membunuhku."

"Sian-su keparat itu sungguh licik, curang, keji dan amat jahat. Kalau bertemu dengannya, aku pasti tidak akan memberi ampun padanya!" Kim Hong berkata dengan nada suara marah.

"Akan tetapi engkau harus berhati-hati, karena dia memiliki ilmu sihir yang cukup kuat. Jangan lengah dan pergunakan semua ilmu penolak sihir seperti yang pernah kuajarkan kepadamu kalau dia mempergunakannya," pesan Thian Sin dan Kim Hong mengangguk.

Ia memang telah mempelajari cara-cara penolakan sihir dari kekasihnya itu dan kalau ia sampai pernah jatuh dalam pengaruh sihir dari ketua Siluman Guha Tengkorak, adalah ka-rena ia tidak menyangka sama sekali, tertipu oleh tosu kuil itu dan juga karena memang siluman itu memiliki kekuatan sihir yang amat kuat.

***
Di dalam tempat rahasia ini perkumpulan Jit-sian-kauw itu, Sian-su mengumpulkan semua anak buah dan juga para tamunya. Sepasang mata di balik topeng itu nampak gelisah.

"Para anggauta dan juga para saudara sekepercayaan semua yang mulia! Tempat pemujaan kita terancam bahaya besar! Pendekar Sadis dan pembantunya telah berkhianat dan tentu mereka itu akan datang mengacau di sini. Oleh karena itu, aku perintahkan kepada semua anggauta untuk bersikap waspada, menjaga semua jalan masuk dan memasang semua jebakan-jebakan. Dan kepada para saudara sekepercayaan, saya harap sukalah mengeluarkan sedikit tenaga membantu mempertahankan tempat pemujaan kita yang keramat." Dengan cekatan Sian-su lalu membagi-bagi tugas di antara anak buahnya yang tinggal tiga puluh orang lebih banyaknya itu, memerintahkan para gadis itu bersembunyi di ruangan dalam dan tidak memperbolehkan mereka keluar.

Tosu Siok Cin Cu yang menjadi pembantu utamanya, dengan pakaian Siluman Tengkorak, mewakilinya untuk mengatur para anak buah dalam melakukan penjagaan. Kemudian Sian-su membujuk para tamunya yang berkepandaian untuk ikut melakukan penjagaan. 

Siluman Gua TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang