Jilid 10

2.5K 41 0
                                    

Belasan orang itu membetot-betot senjata mereka yang menempel pada tubuh Pendekar Sadis, akan tetapi makin kuat mereka membetot, semakin kuat pula senjata itu melekat! Thian Sin telah mempergunakan ilmu mujijat Thi-khi-i-beng, yaitu ilmu sin-kang yang sudah sampai di puncak kekuatannya sehingga dapat menyedot tenaga sin-kang lawan melalui senjata atau tangan yang menempel di tubuhnya. Tenaga dalam mereka itu membanjir keluar melalui gagang senjata masing-masing dan terasa tersedot oleh kekuatan yang luar biasa besarnya!

Melihat keanehan ini, Sian-su dan para pengikutnya memandang dengan mata terbelalak dan pendeta siluman itu merasa tengkuknya meremang. Belum pernah selama hidupnya dia berhadapan dengan seorang yang seperti itu lihainya. 

Dia pernah mendengar tentang ilmu menyedot tenaga lawan ini, akan tetapi menganggapnya ilmu itu hanya dibesar-besarkan saja dan semacam dongeng. Akan tetapi sekarang, walaupun tidak mengalaminya sendiri, dia telah menyaksikan betapa anak buahnya menjadi korban ilmu mujijat itu. Dia sendiri mengerti bagaimana sebaiknya menghadapi ilmu menyedot yang berbahaya itu, akan tetapi dia melihat keadaan yang lebih baik dari pada harus mati-matian mencoba untuk menundukkan Pendekar Sadis dengan kekerasan.

"Hyaaaattt...!" Tiba-tiba Pendekar Sadis memekik dan belasan orang yang tadinya tersedot olehnya dan yang mulai pucat mukanya dan lemah gerakan mereka untuk meronta terlempar ke kanan kiri dan jatuh terbanting di atas lantai, mengeluh dan tidak kuat untuk berdiri lagi. Mereka ini harus mengumpulkan tenaga dan hawa murni untuk memulihkan kekuatan.

Dengan mata mencorong seperti mata seekor naga sakti, Thian Sin kini melangkah mnaju perlahan-lahan. Para anggauta Jit-sian-kauw yang belum roboh masih mengepungnya dan ikut bergerak melangkah, akan tetapi tidak berani terlalu dekat, muka mereka pucat dan jelas terbayang wajah mereka betapa hati mereka jerih menghadapi pendekar yang luar biasa ini.

"Berhenti, Ceng Thian Sin!" Tiba-tiba Sian-su membentak.

Thian Sin tersenyum mengejek. "Tidak perlu menggertakku dengan ilmu sihirmu yang tidak manjur, siluman!"

"Berhenti atau pedangku akan menembus jantungnya!" Tiba-tiba Sian-su menggerakkan sebatang pedang dengan ujung pedang itu sudah menempel pada kulit putih di dada Kim Hong yang terbuka, tepat di antara dua bukit dadanya.

Melihat ini, seketika Thian Sin menghentikan langkahnya dan matanya mengeluarkan kilat. Topeng tengkorak itu tersenyum lebar, penuh ejekan. "Hemm, kau lihat, aku masih menguasaimu, Pendekar Sadis. Memang engkau hebat dan gagah perkasa, akan tetapi belum tentu aku kalah olehmu."

"Pendeta jahanam! Kalau memang engkau laki-laki sejati dan jantan tulen, jangan mengancam orang yang sudah tidak berdaya karena kecuranganmu! Hayo lawan aku sebagai laki-laki, atau kaubebaskan Kim Hong lalu melawannya tanpa kecurangan!"

"Ha-ha-ha, menggunakan tenaga sedikit mungkin untuk mencapai kemenangan, itu adalah sikap cerdik dan bijaksana. Kalau engkau berkeras, aku akan bunuh wanita ini lebih dulu, berarti aku sudah menang separuh. Kecuali kalau engkau menyerah..."

"Hemm, engkau hendak memaksaku untuk mengancam nyawa Kim Hong. Baik, kalau aku menyerah lalu apa yang hendak kaulakukan? Tidak urung engkau akan membunuh kami berdua juga!" Thian Sin mengepal tinjunya. "Dari pada melakukan kebodohan itu, menyerahkan diri untuk akhirnya kaubunuh juga bersama Kim Hong, lebih baik aku membiarkan kau membunuh Kim Hong lalu engkau... hemm.. Pendekar Sadis akan hidup lagi, akan menjadi paling sadis antara semua kesadisannya yang pernah dilakukannya untuk menyiksamu!"

Tanpa disadarinya, pendeta siluman itu merasa betapa tengkuknya meremang dan jantungnya berdebar. Sungguh mengerikan mendengarkan ucapan dari pemuda tampan itu dan dia dapat merasakan bahwa ucapan itu bukanlah ancaman belaka. Orang ini harus dienyahkan, harus dibasmi. Kalau tidak, selama hidupnya akan terancam.

"Aku bukan orang bodoh, Pendekar Sadis. Aku berjanji, kalau engkau menyerahkan diri tanpa melawan, aku tidak akan membunuh kalian."

"Katakan, apa yang hendak kaulakukan terhadap kami kalau aku tidak melawanmu dengan kekerasan!"

"Apa yang akan kami lakukan adalah urusan kami. Akan tetapi kalau engkau menyerah tanpa kekerasan, aku atas nama Jit-sian-kauw, atas nama Dewa Kematian, aku bersumpah untuk tidak membunuh Toan Kim Hong dan Ceng Thian Sin!"

Diam-diam Thian Sin mengerti bahwa kalau dia menyerah, berarti dia mempertaruhkan nyawanya dan nyawa Kim Hong. Akan tetapi, dia percaya bahwa pendeta siluman itu tidak mungkin akan berani melanggar sumpahnya setelah bersumpah demi nama Jit-sian-kauw dan Dewa Kematian, apa lagi disaksikan oleh semua pengikutnya.

"Sumpahmu disaksikan oleh para tamu yang hadir saat ini!" kata Thian Sin menekan.

"Benar, disaksikan oleh para tamu terhormat. Kami bukan golongan pengecut yang suka melanggar janji!" kata Sian-su dengan suara dibikin gagah.

"Baik, aku menyerah." Thian Sin berpendapat bahwa yang paling penting untuk saat itu adalah keselamatan dan keamanan mereka berdua. Soal nanti selanjutnya, biarlah, tentu akan ada jalan lain. "Akan tetapi, engkau harus menyingkirkan dulu Kim Hong dari sini dan biarkan ia mengaso dan jangan mengganggunya selama sehari semalam! Kalau engkau tidak mau berjanji seperti itu, sampai mati aku tidak mau menyerah dan kita lihat saja, siapa yang akan binasa dalam pertempuran di antara kita!"

Ketua Jit-sian-kauw itu mengerti bahwa kalau pemuda itu mau menyerah, semata-mata adalah karena pemuda itu tidak ingin melihat Kim Hong mati. Dan dia sendiripun tidak berniat untuk membunuh Kim Hong. Sama sekali tidak. Dia mempunyai rencana sendiri terhadap diri Kim Hong. Dia sudah mendengar bahwa dara itu memiliki ilmu silat yang tidak kalah lihainya dibandingkan dengan Pendekar Sadis. 

Siluman Gua TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang