Lagi suka lagu yang di mulmed!
------------LETS READING
••••••
Ketukan pintu kamar Adis begitu nyaring, seperti biasa Reo- kakak Adis, membawakan dua lembar roti isi selai yang ditumpuk dan juga segelas susu coklat kesukaan adiknya ke kamar yang terpisah dari bangunan utama tersebut.
"Dek, nih rotinya buka gih pintunya."
"Iya bang."
Adis membuka pintu kamarnya, mengambil alih nampan yang ada ditangan kakaknya yang sudah menjadi mahasiswa semester 3 di universitas ternama di Jakarta. "Makasih bang Re."
"Mau gue anterin?"
"Bang, Adis berangkat sendiri aja, naik bus kayak biasanya."
Jika mengingat bus, dia jadi teringat Zaki yang kemarin sempat mampir sebelum Reo pulang dari kampus.
"Gue lagi baik loh Dis."
"Aku nggak nanya kak, aku berangkat sendiri kayak biasanya, udah ah, aku mau sarapan terus berangkat."
"Jam setengah enam loh Dis, lo mau gantiin satpam buat bukain sekolah elit seribu bahasa itu?"
Sekedar informasi saja, Adamma Language School adalah sekolah elit yang lebih fokus mengajarkan mata pelajaran bahasa dari negara-negara yang ada di dunia, sekolah elit milik Gustavo Adamma ayah dari Abigail Adamma, reporter majalah sekolah yang selalu menguntit Adis dan menceritakan kegiatan yang dia lakukan.
"Nggak mau abang." Adis mengerucutkan bibirnya, kakaknya pagi-pagi sudah cerewet saja.
"Bawa motor deh sana, kalo nggak ya bawa mobil gue. Jangan naik bus, sekolah lo jauh tahu." Paksa Reo.
"Adis belum punya SIM abang."
"Terserah nyonya deh."
Setelah Reo pergi, Adis menyelesaikan ritual paginya dengan suara musik klasik koleksinya dari piringan hitam, lalu bersiap ke halte di depan kompleks untuk menunggu bus.
Gadis itu menunggu sambil membaca manga detektif keluaran terbaru yang selalu ia beli saat launching pertama di toko buku sekolah. Setelah bus datang, Adis segera memasukinya, lalu duduk di kursi deretan paling belakang dan kembali membaca manga yang baru dibeli kemarin saat Abigail sibuk memilih novel cinta konyol yang tidak akan terjadi di dunia nyata, menurutnya.
"Hai." Adis tersentak, aktivitasnya terganggu, gadis itu menoleh ke sumber suara dan menemukan Zaki yang tengah memasang anting hitam- yang baru saja ia ketahui bahwa yang selama ini ia kira anting hanyalah kancing baju dengan lem perekat yang efeknya sangat dahsyat.
"Kamu?"
"Bareng lagi ya kita." Adis beringsut menjauh, ia memilih berdiri disamping pintu masuk sambil bersidekap dada.
"Dis, kursi kosong banyak, mending duduk, jarak ke sekolah masih jauh loh."
"Anggep aja aku nggak denger." Jawaban Adis membuat Zaki terkekeh, dasar bocah.
"Yaudah anggep aja gue nggak ngomong." Zaki masih saja terkekeh sehingga tidak menyadari bahwa Adis sudah keluar di halte pemberhentian kedua setelah ia naik tadi, Zaki menoleh ke belakang, dari balik kaca ia melihat Adis yang tengah duduk manis di halte sialan itu.
"Si kampret, gue dikibulin cewek jutek." Zaki mengumpat, dengan perasaan kesal dia kembali menghadap ke depan dan melanjutkan perjalanannya, sepertinya menyambut Adis di sekolah akan lebih baik daripada berangkat bersama ke sekolah.
• • •
Adis berjalan teratur melewati gerbang, halaman sekolah, dan lobby yang masih sangat sepi, maklum lah baru jam enam lewat lima belas menit, dan sepertinya rekor berangkat pagi hari ini sudah direbut oleh Zaki yang mengganggu perjalanannya ke sekolah tadi.
"Adis, ada manga baru loh! Sini gih." Ajak Zaki dari depan toko buku sekolah yang letaknya di sebrang kanan lobby, Adis hanya diam dan memilih berlalu meninggalkan Zaki ke koridor loker, walaupun sebenarnya ia ingin segera membeli manga keluaran terbaru yang memang dijadwalkan launching hari ini.
Setelah sampai di koridor loker, Adis mengambil buku pelajaran kelas pertama, matematika. Dan sialnya kelas matematikanya satu kelas dengan Zaki. Adis baru saja menyadari fakta, sebesar dan sekuat apapun dia menghindar tetap saja akan bertemu dengan Zaki setiap hari, karena mereka mengambil kelas yang sama. Kecuali dihari Minggu karena libur, dan hari Selasa karena tidak ada kelas yang sama.
Adis berjalan menuju kolam renang indoor milik sekolah, hari ini dia sedang tidak ingin berenang seperti pagi biasanya. Dia hanya duduk di barisan kursi penonton yang biasa digunakan Abigail untuk menunggunya.
Omong-omong tentang Abigail, dimana ya cewek cerewet itu?"Adis, gue ditinggalin." Zaki baru saja sampai, cowok itu duduk tepat di samping Adis yang kini menatapnya jenuh.
"Lo udah sarapan Dis? Sarapan bareng yuk, denger-denger si Abigail abis bikin menu sehat hemat dan enak loh kemaren." Ajak Zaki, Adis hanya diam dan terus memperhatikan ke arah air kolam yang sangat tenang itu.
"Ayolah Dis, kita makan bareng atau nggak kita liat manga baru lo suka manga kan? Buku yang lain juga ada kok." Bujuk Zaki.
Adis menoleh membuat Zaki tersenyum, "You're freak."
Zaki menautkan alisnya, senyum yang baru saja terbit berangsur luntur dibawa suasana yang sangat hening. "Freak? Apa bedanya sama lo coba."
"Aku nggak freak."
"Ya aneh lah, mana ada cewek yang nolak diajak makan sama Zakilmy Adzanio." Zaki menarik tangan Adis lalu menyeretnya ke cafe sekolah di sebelah halte tempat Adis biasa menunggu bus. Kali ini tidak ada penolakan, bahkan Adis ikut menyelaraskan ritme jalannya agar seirama dengan Zaki yang satu kaki di depannya.
Suara lonceng cafe berdenting, sedangkan pegawai cafe yang tengah berberes tersenyum ramah kepada Zaki dan Adis.
"Sana aja ya." Zaki lagi-lagi menyeret Adis dengan halus, lalu keduanya duduk di meja nomor lima yang berada di tengah ruangan.
"Zak."
"Iya? Mau pesen apa? Mbak, sini gue mau pesen."
"Spaghetti sama mocca latte ya. Lo apa Dis?" Serius, tadi ngajaknya sarapan makanan sehat, sekarang pesen spaghetti. Zaki mengalihkan pandangannya ke Adis yang tengah menatapnya serius.
"Aku nggak makan."
"Loh kenapa?"
"Nggak laper."
"Yaudah itu aja mbak."
"Di tunggu ya mas."
Zaki mengangguk, Adis masih diam dan serius memperhatikan Zaki.
"Apa maksud kamu ngikutin aku kemarin? Apa maksud kamu ikut-ikutan naik bus tadi pagi? Apa maksud kamu ngajak aku beli manga? Dan terakhir kenapa kamu tiba-tiba ada di kolam dan ngajak aku sarapan?" Zaki meneguk ludahnya, baru kali ini dia mendengar Adis berbicara panjang kali lebar.
"Kejadian kemaren nggak sengaja dan sebagai tanda terimakasih gue ngajak lo makan."
Adis berdecak. "Kamu mau bohongin aku?"
"Nggak kok, ngapain ngibulin lo."
"Yaudah kamu makan aja sendiri, aku mau ke kelas."
"Belum bel Dis, lagian kita sekelas kok."
"Sejak kapan kamu sepeduli ini sama aku? Bukannya kamu dan temen-temenmu yang urakan itu selalu nganggep aku autis dan gila nilai ya? Kita bukan temen Zak. Nggak usah deketin aku lagi."
Zaki mematung, masih berfikir keras. Ternyata Adista Chavali sesarkas ini ya.
"Kata siapa anjir gue and the gang ngomong begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S WE TALK [about us]
RomanceJika mencintai itu klise, maka Adis suka hal klise saat bersama Zaki, dan Cleo tentunya. [ON GOING]