Never

33.4K 4.6K 823
                                    

Adakah yang kangen?:"333

Aku segera memasuki pelataran sekolah Dira setelah memakirkan mobilku. Pintu masuk sekolah Dira sangat ramai, jadi aku memutuskan untuk menunggunya di bangku dekat taman.

Tak sampai lima menit, aku melihat sosok kecilnya di antara puluhan siswa yang berdesakan ingin keluar dari sekolah.

"Sialan, jangan dorong-dorong dong!" teriaknya pada seorang pria bertubuh tambun.

"Makanya jangan di tengah jalan, boncel! Badan semeter aja sok!"

Aku segera beranjak dari bangkuku sebelum pria kurang ajar itu berbuat macam-macam pada Dira. Sial, kenapa dia berani membentak perempuan yang tingginya hanya sebatas dadanya? Ck!

"Oh Dir--"

"AW!"

Aku berhenti. Mataku mengernyit melihat sosok yang tidak aku kenal menghampiri Dira. Dilihat dari seragamnya, dia juga sekolah disini.

"Sialan! Kenapa memukul kepalaku, bodoh?! Pake tas lagi!" kesal si tambun.

"She is my girl. Touch her, and i'll kill you."

Aku terbelalak. Apa dia bilang? Dira wanitanya? Siapa bocah itu?! Apa dia berniat macam-macam pada Dira?

"Sialan!" Hanya itu yang si tambun katakan sebelum dia pergi dari hadapan Dira. Dari jarak yang tidak sampai lima meter ini, aku bisa melihat bocah beraksen Amerika itu menggandeng tangan Dira erat-erat.

"Oh Dira!" Yang aku panggil Dira, tapi bocah di sampingnya juga ikut menatapku. Hhh.

"O-Om."

Aku kembali berjalan menghampirinya, dan laki-laki Amerika tadi malah menyembunyikan Dira di balik tubuhnya.

"Siapa kau?" tanyaku.

"Aku Samuel. Tunangan--Aw! Babe, kenapa memukul kepalaku?"

"Terus kenapa? Mau aku potong mulutmu?" kesal Dira. Aku menatap mereka dengan satu tanda tanya besar di kepalaku. Jangan bilang-- "Ada apa, Om?"

Entah sejak kapan Dira sudah ada di sampingku. Kepalanya terangkat sambil menatapku dengan mata polosnya.

"Ikut aku. Kita bereskan barang-barangmu."

***


Sepanjang perjalanan aku dan Dira hanya diam. Bahkan ditengah-tengah kemacetan pun, tak ada suara berarti selain musik dari radio. Sampai di apartemen, aku dan dia juga masih enggan memecah keheningan ini. Telalu banyak pertanyaan di otakku.

"Aku harus beresin semua?" tanya Dira setelah kami memasuki apartemenku.

"Hm. Aku akan membantumu," jawabku. Dira hanya mengangguk lalu membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Aku pun mengikuti langkah kecilnya.

"Abis ini Om bisa sepuasnya pakai apartemen Om kayak dulu," katanya sambil mengeluarkan koper dari bawah ranjang. Aku menumpuk buku-bukunya di meja belajar menjadi satu.

"Om bisa melakukan hobi Om itu sepuasnya," lanjutnya sambil membuka lemari. Aku bisa mendengar suaranya.

"Gaji Om juga nggak harus kepotong gara-gara aku. Om juga nggak harus terbebani karena kehadiranku disini."

Brak! Suara buku yang beradu dengan meja belajar membuat Dira memekik pelan. Aku segera membalikkan badan lalu menatapnya tajam.

"Siapa laki-laki itu?"

"Hm? Yang mana?" tanyanya.

"Yang fasih berbahasa Inggris. Yang tinggi. Yang bilang kalau kau wanitanya!"

Om Seungcheol✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang