"Masa lalu itu enggak bisa hilang, jadi, buat apa melupakan sesuatu yang telah terjadi? Toh, bakal tetap ingat."
-The Battle Dance-🚴🚴🚴
Flashback on...
"Fero nama gue."
"Lo nunggu apa lagi? Cepet panggilin taksi bego! Riana jangan pingsan dong! Bangun, Ri!"
"Iya-iya ini juga lagi nyari! Bawel!"
"Lo ngatain gue bawel? Ini itu nyangkut nyawa sahabat gue!" Perkataan itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri seperti angin bagi Fero. Ia tak memperdulikan apa hubungan Aulia dengan Riana sama sekali. Ia hanya memperduIikan keadaan Riana. Ia segera memberhentikan taksi yang lewat. Fero menggendong Riana ke taksi. Aulia masuk ke taksi duluan dan duduk. Fero meletakkan Riana di dalam taksi. Aulia langsung memangku kepala Riana dan Rani duduk di depan. Muka Rani pucat. Rani memberitahu alamat rumah Riana.
"Gue susul pake motor gue! Pak berangkat." Fero buru-buru memakai helm dan menaiki motor ninja merahnya. Taksi yang membawa Riana sudah berangkat. Fero menyalakan motornya, lalu mengikuti taksi itu.
Sial banget gue! Nyerempet tu cewek sampe pingsan gini. Tu cewek kenapa sih sampe berdarah gitu? Aaahgggg.. sial sial sialll! Fero memfokuskan dirinya ke jalanan lagi.
Taksi itu berhenti di depan rumah yang sangat mewah. Bagi Fero, pemandangan itu sudah biasa. Karena ia sama seperti Riana --mereka termasuk keluarga ya, bisa dibilang sangat mapan. Ia memarkirkan motornya dan berlari ke taksi itu. Rani keluar dari taksi itu dan membuka pintu taksi tempat Riana berada.
"Fer, lo yang bayar, kan?" ucap Rani saat Fero ingin menggendong Riana.
"Iya. Pak, ini, kembaliannya buat bapak," Ia menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada supir taksi.
"Makasih, Mas! Jarang-jarang ada orang kayak Mas-nya," Fero menggendong Riana. Aulia dan Rani menuntun Fero ke kamar Riana sekaligus membukakan semua pintu yang dilewati. Fero meletakkan Riana di atas tempat tidurnya dengan sangat hati-hati. Mama Riana yang tadi melihat anaknya digendong oleh remaja laki-laki yang tak dikenalnya dan diikuti sahabat-sahabat Riana, langsung menghentikan kegiatannya dan berlari ke kamar Riana.
"Tolong ambilin handuk, air, sama kotak P3K!" Suruh Fero sambil membenarkan posisi Riana. Lalu, ia mengambil kursi belajar dan duduk di kursi tersebut. Ia menatap Riana. Ia mengambil tisu di meja samping tempat tidur. Ia menyingkirkan anak rambut yang ada di pipi Riana dan mulai membersihkan darah di hidung. Tangan Riana yang berlumur darah dipangkunya.
Pintu kamar Riana terbuka,
"Ya Tuhaaannn.. Riana!" Fero baru saja selesai membersihkan darah di hidung Riana menoleh ke arah suara.
"Tante.." Fero sudah siap dimarahi oleh Mama Riana. Ia menatap Riana lagi. Mama Riana menghela napas agar khawatirnya sedikit berkurang. Ia berjalan perlahan ke arah Fero.
"Riana kenapa?" tanyanya lemas saat sudah disamping Fero.
"Tadi.. dia keserempet motor saya tante.. Saya minta maaf sudah menyelakai anak tante.." hening yang diterima Fero.
"Nggak apa-apa. Tante nggak marah. Yang penting, kamu sudah mengaku salah dan bertanggung jawab." Fero terbelalak akan ucapan mama Riana.
Hah! Serius ini nyokapnya Riana? Sifatnya beda banget sama anaknya. Pemaaf gak kayak anaknya!
Sesaat kemudian, Aulia dan Rani datang membawa air, handuk dan kotak P3K. Fero mengambil handuk,air dan Kotak P3K itu. Ia langsung membersihkan lengan Riana.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle Dance
Teen Fiction"Asal lo tau aja, hidup gue gak seindah yang lo bayangin." "Apa yang gue gak tau tentang lo?" "Banyak, dan lo itu cuma orang yang nyerempet gue sampai tangan gue luka! Lo, bukan siapa-siapa di hidup gue." Hidup gue gak se-menyedihkan itu. Tapi, bany...