"Aku berbohong dan kamu percaya."
🍀🍀🍀
"Ri, lo kenapa?" Ucap Fero saat sudah di dekat Riana. Riana mengelap kasar air matanya. Ia berusaha untuk tidak terlihat menangis. Ia buru-buru membuka aplikasi untuk menonton film dan mencari film yang menurutnya ada scene sedih pada akhir ceritanya."Gue tanya sekali lagi, lo kenapa?" Riana membalikkan badan dan duduk bersandar dibantal. Fero duduk dikursi belajar Riana.
"lo habis nangis? Hidung lo merah gitu? Mata lo juga?" Matanya menangkap hidung Riana yang memerah.
"Iya, hehe. Abis filmnya sad ending tau!"
"Serius? Cuma baper doang?"
"Lo mau nyoba nonton? Nih! Gue tadi iseng nonton akhirnya doang. Ga taunya sad ending gini," jelas Riana. Ia berusaha meyakinkan Fero. Ia menghapus sisa-sisa air matanya dan mengeluarkan senyumnya.
"Riaanaaa~!" Teriak Dimas dari tangga. Riana menoleh ke arah pintu. Tiba-tiba, Dimas memunculkan kepalanya dari balik pintu. Riana tertawa kecil. Dimas masuk ke kamar Riana membawa kantung plastik.
"Tadi gue lupa ambil di motor. Nih, buat lo! Kue dari mami gue. Gue bawa dua, yang satu gue kasih ke nyokap lo," Dimas menaruh roti itu di nakas.
"Makasiii Dimdim!! Sayang deh gue sama lo! Duduk sini," Dimas duduk bersila didepan Riana. Riana bangkit dari duduknya dan mendekati Dimas. Ia langsung mengacak-acak rambut milik Dimas.
"Ri.." Panggil Fero pelan. Riana menghentikan tangannya. Ia menoleh.
"Hemm?" Riana tersadar sesuatu, "eh iya, sorry lupa!" Riana menurunkan tangannya dan kembali duduk. Riana tersenyum.
"Lo... Kapten dancer Clyber,kan?" Dimas membuka topik pembicaraan setelah hening melanda mereka beberapa saat.
"Iya. Lo tau darimana? Gue se-famous itu,ya? Hahahaha.." Fero mencoba mencairkan suasana. Disambut tawa oleh Riana.
"Pede amat lu. Tapi kalo gue denger sih iya.. Lo sering dibicarain sama anggota gue," ia teringat teman-temannya yang sering menyebutkan nama Fero.
"Gue juga sering denger. Gue sering liat lo di cafe Le Meurice. Lo kerja disana?" Ia mengangkat alis kanannya. Dimas terus menanyai Fero. Ia hanya takut saja Riana bergaul dengan orang yang salah.
"Itu sebenernya restoran tapi bisa juga disebut cafe. Gue ga kerja disana. Cuma nongkrong, perform, yah ngawasin orang yang ada disana,"
"Ngawasin orang? Buat apa?" Riana menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Ia mulai tertarik dengan kehidupan Fero. Dimas hanya menyikapi biasa saja. Tak terlalu tertarik.
"Emm..gue..ngawasin karyawan yang...kerja disana, buat mastiin mereka bener atau nggak, mungkin," Fero menggaruk rambutnya.
"Lo yang punya tu caffe?"
"Iya."
"Lah wei, ajakin gue makan disana dong! Itu cafe enak banget makanannya sumpah," mata Riana berbinar.
"Gue juga dungs, heheehee, gue sering kesana." pinta Dimas sambil menaik-naikkan alisnya. Dimas tersenyum.
"Iya, gue bakal ajak kalian makan disana," dengus Fero. Riana dan Dimas menyeringai. Riana mengepalkan tangannya dan menariknya dari atas ke bawah.
"Makasiiiii!!" Fero tersenyum. Wajahnya semakin ganteng karena senyumannya. Dimas melihat sekilas ke arah jam digital di nakas. 19.17, bacanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle Dance
Teen Fiction"Asal lo tau aja, hidup gue gak seindah yang lo bayangin." "Apa yang gue gak tau tentang lo?" "Banyak, dan lo itu cuma orang yang nyerempet gue sampai tangan gue luka! Lo, bukan siapa-siapa di hidup gue." Hidup gue gak se-menyedihkan itu. Tapi, bany...